Pages

Rabu, 17 Februari 2010

MASALAH KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN

I. KETERKAITAN ANTARA KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN

kemiskinan ditandai oleh kurangnya akses untuk mendapatkan barang, jasa, aset dan peluang penting yang menjadi hak setiap orang. Setiap orang harus bebas dari rasa lapar, harus dapat hidup dalam damai, dan harus mempunyai akses untuk mendapatkan pendidikan dasar dan jasa-jasa layanan kesehatan primer. Keluarga-keluarga miskin butuh mempertahankan kelangsungan hidup mereka dengan cara bekerja dan mendapatkan imbalan secara wajar serta seharusnya mendapatkan perlindungan yang dibutuhkan terhadap guncangan-guncangan dari luar. Sebagai tambahan, perorangan maupun masyarakat juga miskin dan cenderung terus miskin apabila mereka tidak diberdayakan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan-keputusan yang mempengaruhi hidup mereka.
Dalam konteks upaya penanggulangan kemiskinan, dibutuhkan perubahan paradigma pembangunan dari top down menjadi bottom up, dengan memberi peran masyarakat sebagai aktor utama atau subyek pembangunan sedangkan pemerintah sebagai fasilitator. Proses bottom up akan memberi ruang bagi masyarakat desa untuk berpartisipasi dalam merencanakan, menentukan kebutuhan, mengambil keputusan, melaksanakan, hingga mengevaluasi pembangunan.
Ada beberapa dimensi terkait pengertian kemiskinan, baik yang melihat dari dimensi kesejahteraan material, maupun kesejateraan sosial. Konsep yang menempatkan kemiskinan dibagi dalam dua jenis, seperti yang disampaikan Suwondo (1982:2) bahwa kemiskinan terbagai menjadi kemiskinan mutlak (absolute proverty) yaitu: individu atau kelompok yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, bahkan kebutuhan fisik minimumnya, dan kemiskinan relatif (relative proverty) yaitu menekankan ketidaksamaan kesempatan dan kemampuan diantara lapisan masyarakat untuk mendapatkan barang-barang dan pelayanan dalam menikmati kehidupannya. Pengertian kemiskinan yang lebih luas disampaikan oleh John Friedman (Ala, 1996:4) yang menyatakan bahwa kemiskinan sebagai ketidaksamaan untuk mengakumulasikan basis kekuasaaan sosial, yaitu kemampuan untuk menguasai peluang strategis yang bisa mempengaruhi kehidupan sosial, ekonomi, dan politik.
ada lima ciri kemiskinan yang meliputi: 1) tidak memiliki faktor produksi, 2) tingkat pendidikan rendah, 3) tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri, 4) kebanyakan tinggal di desa, dan 5) banyak hidup di kota berusia muda dan tanpa skill.
Sebagai salah satu langkah penanggulan kemiskinan maka proses partisipasi masyarakat paling tidak ada tiga tahapan mulai dari perencanaan, pelaksaanaan, dan pemanfaatan. Keterlibatan tersebut dapat dilihat dari: keterlibatan mental dan emosi, kesediaan memberi sumbangan/atau sukarela membantu, dan adanya tanggung jawab.
Dari definisi kemiskinan tersebut maka untuk mengindentikan bahwa masyarakat dikatakan miskin berarti pengangguran tidak dapat dilakukan. Hal ini disebabkan pengangguran merupakan situasi yang disebabkan oleh faktor orang-orang yang bekerja di bawah kapasitas optimalnya (pengangguran terselebung), dan faktor orang-orang yang sebenarnya mampu dan ingin bekerja, akan tetapi tidak mendapat lapangan pekerjaan sama sekali (pengangguran penuh). Untuk itu, upaya penanggulangan kemiskinan dan pengangguran adalah dengan melakukan distribusi pendapatan melalui pencipataan lapangan kerja berupah memadai bagi kelompok-kelompok masyarakat yang miskin.

II.FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN

 Tingkat dan laju pertumbuhan output
 Tingkat upah neto
 Distribusi pendapatan
 Kesempatan kerja
 Tingkat inflasi
 Pajak dan subsidi
 Investasi
 Alokasi serta kualitas SDA
 Ketersediaan fasilitas umum
 Penggunaan teknologi
 Tingkat dan jenis pendidikan
 Kondisi fisik dan alam
 Politik
 Bencana alam
 Peperangan

Ada tiga pilar utama strategi pengurangan kemiskinan, yakni :
1. pertumuhan ekonomi yang berkelanjutan dan yang prokemiskinan
2. Pemerintahan yang baik (good governance)
3. Pembangunan sosial

III. FAKTOR - FAKTOR PENYEBAB PENGANGGURAN

1. Besarnya Angkatan Kerja Tidak Seimbang dengan Kesempatan Kerja
2. Struktur Lapangan Kerja Tidak Seimbang
3. Kebutuhan jumlah dan jenis tenaga terdidik dan penyediaan tenaga terdidik tidak seimbang
4. Meningkatnya peranan dan aspirasi Angkatan Kerja Wanita dalam seluruh struktur Angkatan Kerja Indonesia
5. Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Kerja antar daerah tidak seimbang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar