Anak jalanan hidup di area yang berbahaya. Perlindungan bagi mereka nyaris tidak ada, membuat para pelaku kriminal bebas menjadikan mereka korban. Hujan yang turun sejak sore masih menyisakan gerimis hingga dini hari.
Dinginnya cuaca pada hari itu terasa menusuk tulang. Namun, satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan tiga orang anak balita masih terjaga di kolong jembatan layang Pejompongan, Jakarta Pusat.
Salah seorang di antara ketiga bocah itu, anak perempuan berusia 5 tahunan, sigap mengelap motor yang melintas di kawasan itu ketika lampu merah menyala.
Aktivitas itu dia lakukan sembari menggendong bayi berusia bulanan yang terlelap dalam balutan kain lusuh.
Tak perlu mengurut dada, pemandangan seperti itu sudah biasa di di Ibu Kota. Gelandangan cilik yang bergerombol di lampulampu merah merupakan fenomena wajar di kota itu. Mereka itulah yang kerap disebut anak jalanan.
Menurut sosiolog dari Universitas Indonesia, JF Warouw, anak jalanan memiliki tiga defi nisi yang berkembang dari defi nisi awal.
Definisi awalnya adalah anak-anak yang terlantar atau ditelantarkan oleh orang tua mereka dengan alasan ekonomi, lalu berada di jalanan.
Namun seiring perkembangan di masyarakat, definisi mulai berkembang menjadi anak-anak produk dari keluarga miskin yang ternyata orang tuanya melihat potensi anak-anak mereka sebagai pemberi uang untuk keluarga.
Dari definisi kedua ini berkembang definisi ketiga, yaitu anak-anak jalanan ini dengan sengaja dan tidak sengaja dimanfaatkan kelompok-kelompok tertentu untuk kepentingan tertentu.
Kekerasan juga kerap dialami anak-anak jalanan ini dari yang terselubung sampai kekerasan terbuka. Keinginan orang tua yang menyuruh mereka mengamen atau mengemis di jalanan juga merupakan kekerasan walau terselubung. Dari kekerasan terselubung ini akan muncul kekerasan terbuka.
“Di jalanan terjadi wilayah kekuasaan teritorial. Kalau mereka melanggar maka akan saling berkelahi.
Contohnya di kereta ekonomi Jabodetabek. Bila ada yang mengamen di suatu gerbong dan temannya ada di belakang, maka ia harus menunggu giliran hingga temannya pindah ke gerbong berikut,” ujarnya.
Selain itu, dari pengamatannya di jalanan, ia mendapati orang tua anak-anak ini mengawasi dari jauh kegiatan anak-anaknya di jalan.
Bila sudah seperti ini, maka aktivitas anak jalanan ini sudah terorganisasi. "Warouw" menilai keberadaan anak-anak ini di jalanan sebagai kegagalan tingkat pemerintahan pada level bawah mengelola warganya.
Ia mengatakan seharusnya ketua RT/RW dan sampai tingkat kelurahan bisa mendeteksi kemiskinan di wilayahnya dan membuat program pemberdayaan masyarakat.
Sementara Kepala Dinas Sosial DKI Jakarta, Budihardjo, mengatakan pihaknya akan menertibkan anak jalanan. Setelah ditertibkan mereka akan diajukan pilihan, misalnya mereka akan kembali ke sekolah atau menjadi anak negara.
Anak jalanan yang menjadi anak negara akan ditampung di enam panti sosial dan disekolahkan. Di bawah binaan Dinas Sosial terdapat 23 rumah singgah dan enam panti sosial yang menampung anak jalanan menjadi anak negara.
Jumlah kapasitas daya tampungnya sebanyak 1.240 anak. Dinas Sosial mengharapkan partisipasi dan gerakan masyarakat untuk memerangi sindikat dan koordinator anak jalanan serta pengemis.
“Kami mengharap pengguna jalan juga tidak memberi uang kepada mereka di jalanan sehingga anak jalanan dan pengemis akan menghilang dengan sendirinya,” ujarnya.
Selain itu, pihaknya juga bertekad memberantas sindikat anak jalanan yang mengeksploitasi anak jalanan untuk kepentingan ekonomi mereka.
“Kita menggandeng Polda Metro Jaya untuk mencari upaya permasalahan sosial yaitu menangkap pelaku yang mengoordinasi anak jalanan termasuk yang melakukan sodomi karena eksploitasi anak sudah masuk pidana yang menjadi ranah kepolisian. Di sisi lain, Budiharjo mengharapkan peran masyarakat lebih ditingkatkan.
Ia menilai peran dewan kelurahan serta karang taruna di kelurahan kurang maksimal sehingga banyak remaja tidak memiliki aktivitas. Ia menyebut masyarakat sudah cenderung tidak peduli dengan kondisi sosial di sekitar tempat tinggalnya.
Penuh Kekerasan Di lain pihak, Kriminolog Universitas Indonesia, Adrianus Meliala, mengatakan kemiskinan adalah akar hadirnya anak-anak di jalanan sehingga mereka mencari uang dengan mengamen dan mengemis. Kemiskinan ini pula menyebabkan timbulnya kejahatan.
Walaupun bukan menjadi faktor mutlak, Adrianus menilai, kemiskinan membawa anak-anakanak ke dalam lingkungan yang berbahaya. Adrianus pun menyebut kasus Baikuni alias Babe yang melakukan tindakan mutilasi dan sodomi terhadap anak-anak telantar.
“Kehadiran mereka di jalan membahayakan nyawa mereka. Ditambah keluarga para anak jalanan tidak peduli keberadaan anaknya akan makin memudahkan orang-orang seperti Babe menjalankan niatnya,” terangnya Adrianus menyebut orang seperti Babe bisa mengulang perbuatannya berkali-kali karena pelaku berhasil menutupi kejahatannya. Karena merasa aman dari hukum, pelaku terus menjalankan aksinya.
“Kasus ini terjadi karena ada kepuasan dari pelaku. Ada kenikmatan pelaku saat menjalankan aksi kejahatannya,” jelasnya.
Menurut psikolog anak dari Dialogue Consulting dan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Herlina Lin, anak jalanan biasanya mendapatkan perlakuan tidak semestinya dari orang tuanya.
Mereka tidak mendapatkan hak layaknya seorang anak seperti pendidikan dan juga belum saatnya mencari uang.
Bahkan, anak jalanan ini bukan hanya membantu tugas orang tuanya, namun menjadi ujung tombak mencari nafkah karena orang tua mereka mengeksploitasi mereka dan memantau dari jauh.
Pada keluarga tertentu yang miskin, ada yang bisa melindungi anak-anaknya sehingga tidak berada di jalanan karena orang tuanya peduli dan mengawasi ketat anaknya.
Anak-anak mereka membantu orang tua dengan berjualan koran atau ojek payung tapi tetap diawasi orang tuanya.
Namun, menurut Herlina, jumlah keluarga seperti ini jarang. Kebanyakan orang tua mereka tidak peduli terhadap keberadaan mereka di jalanan sehingga tidak memonitor yang mereka alami di jalanan.
“Hal ini tergantung pola pikir orang tua memaknai tanggung jawab mereka terhadap anak seperti apa. Jadi anak jalanan hadir karena pembiaran oleh orang tua dan kedua karena faktor ekonomi,” jelasnya. Anak jalanan juga cenderung mengalami kekerasan dari sesama anak jalanan.
Ia pernah melakukan penelitian untuk studi kasus anak jalanan. Dalam pengalamannya, anak yang usianya lebih muda sering diperas oleh anak jalanan yang lebih tua dan besar.
Anak yang posturnya lebih kecil dan usianya lebih muda akan lebih banyak mendapatkan uang dari orang di jalan. Akibatnya anak jalanan yang lebih tua merasa iri hati dan melakukan pemerasan.
“Saat mau pulang ke rumah diadang oleh yang senior dan diminta uangnya. Lalu di saat mereka tidur, uang hasil ngamennya diambil.
Bahkan, ketika sudah disembunyikan uangnya tetap bisa ditemukan dan diambil,” terangnya. Karena mereka tidak memiliki pelindung saat berada di jalanan, beberapa dari mereka melakukan perlawanan. Di satu sisi mereka kekurangan kasih sayang atau kebutuhan emosionalnya kurang dari orang tuanya.
Namun, di sisi lain, mereka memiliki karakter kuat untuk bisa bertahan hidup. Selain itu, rasa solidaritas di antara mereka juga tinggi dengan saling berbagi makanan dan uang hasil mengamen seharian.
Pages
Jumat, 26 Maret 2010
PENGARUH BLT DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN
Kemiskinan merupakan permasalahan terbesar yang dihadapi negara berkembang, tak terkecuali bangsa Indonesia. Dana triliunan rupiah dan berbagai macam program pengentasan masyarakat miskin telah diimplementasikan, tapi tidak banyak mengubah komposisi penduduk miskin dan bahkan terjadi proses pemiskinan masyarakat pedesaan di Indonesia.
Kalau pemerintah sudah bekerja keras, pertanyaan yang muncul, kenapa kondisi kemiskinan masih sama dengan kondisi sepuluh tahun yang lalu? Apakah memang kelompok miskin tidak mau keluar dari kemiskinan? Jawabannya tentulah tidak, menjadi miskin bukanlah sebuah pilihan, melainkan sebuah keterpaksaan atas nasib yang telah digariskan oleh Tuhan. Melihat kondisi di atas, tentu ada yang salah dari sisi kebijakan. Kebijakan pengentasan masyarakat miskin selama ini tidak efektif dalam mengentaskan masyarakat dari kemiskinan.
Jika kita mau menelaah lebih dalam, terdapat empat alasan utama kekurangefektifan kebijakan pengentasan masyarakat miskin yang diimplementasikan oleh pemerintah. Pertama, adanya penyeragaman kebijakan tanpa mengakomodasi permasalahan di tingkat lokal atau cenderung mengabaikan kearifan lokal, padahal karakteristik kemiskinan berbeda-beda antardaerah.
Kedua, terjadi sentralisasi dalam proses perencanaan penentuan program pengentasan masyarakat miskin. Public hearing sering dilakukan asal-asalan dan digunakan sebagai legitimasi bahwa kebijakan yang diambil sudah memperoleh masukan dari masyarakat. Hal ini sangat bertentangan dengan semangat otonomi daerah, ketika peran serta pemerintah daerah dalam pengentasan masyarakat miskin harus lebih menonjol dibanding pemerintah pusat.
Ketiga, adanya ego sektoral dan kurang adanya sinkronisasi berbagai kebijakan yang diimplementasikan oleh departemen ataupun kementerian negara. Keempat, pemerintah selalu mengambil kebijakan yang reaktif, parsial, dan tidak konsisten dalam mengimplementasikan kebijakan pengentasan masyarakat miskin.
Dalam hal ini bahwa kualitas kebijakan pengentasan masyarakat miskin dari tahun ke tahun menunjukkan sebuah tanda perbaikan yang cukup signifikan. Perubahan yang paling mendasar adalah keberanian pemerintah mengubah sistem subsidi dari subsidi produk (bahan bakar minyak, listrik, dan sebagainya) menjadi subsidi yang bersifat langsung kepada kelompok miskin, seperti bantuan langsung tunai (BLT), bantuan operasional sekolah, dan Asuransi Miskin (Dartanto, 2005). Sistem subsidi produk, seperti BBM/listrik, memang sangat bias kepada kelompok menengah ke atas yang merupakan konsumen terbesar, sedangkan subsidi langsung (direct subsidy/targeted subsidy) secara teoretis merupakan kebijakan yang sangat adil (Ikhsan, et al., 2005).
Tapi, sekali lagi, kritik utama dalam masalah ini adalah implementasi kebijakan BLT yang bersifat seragam tanpa memikirkan kondisi sosial kemasyarakatan. Kebijakan ini bersifat konsumtif dan menimbulkan permasalahan sosial di level bawah. Selain itu, BLT merupakan kebijakan yang bersifat diskriminatif, sehingga terjadi segregasi dalam kelompok miskin, khususnya kelompok miskin perkotaan. Penyaluran BLT melalui kantor pos mengharuskan penerima BLT memiliki domisili tetap (mempunyai kartu tanda penduduk), sedangkan banyak kelompok miskin perkotaan yang tidak memiliki KTP/domisili tetap. Dengan demikian, walaupun mereka juga menderita akibat kenaikan harga BBM, mereka tidak dapat menikmati dana kompensasi. Tertib administrasi memang penting, tapi kebijakan untuk menolong nyawa manusia jauh lebih penting.
Berbagai kritik mengenai BLT dialamatkan kepada pemerintah, sehingga kebijakan BLT dihentikan dan diganti dengan kebijakan bantuan tunai bersyarat (BTB). Kebijakan BTB ini difokuskan untuk kegiatan yang berkaitan dengan peningkatan mutu modal manusia. Target penerima BTB adalah keluarga miskin yang memiliki anak sekolah dan ibu hamil (Widianto, 2006). Mengganti BLT menjadi BTB bukanlah kebijakan yang arif, dan bisa diibaratkan pemerintah ingin menyelesaikan permasalahan kemiskinan jangka panjang, tapi melupakan permasalahan kemiskinan jangka pendek yang dihadapi masyarakat.
Marilah kita mencoba melihat kondisi kemiskinan riil di lapangan. Pengamatan penulis di Desa Pelemgede, Pati, Jawa Tengah, menunjukkan secara jelas bahwa mengganti BLT menjadi BTB bukanlah hal yang tepat. Rumah tangga miskin di pedesaan pada dasarnya dapat dibagi menjadi empat. Pertama, kelompok janda tua berumur di atas 65 tahun, yang tidak memiliki faktor produksi. Kedua, kelompok janda usia produktif yang tidak memiliki sawah sehingga mengandalkan pendapatannya dari buruh tani. Ketiga, kelompok usia senja di atas 50-an, yang memiliki anak yang sudah berkeluarga. Keempat, kelompok usia produktif, yang memiliki anak usia sekolah dan memiliki tanah garapan.
Keempat kelompok di atas pada awalnya adalah penerima BLT, tapi ketika BTB diimplementasikan, hanya kelompok keempat yang akan memperoleh bantuan dari pemerintah. Kelompok kedua masih bisa bertahan hidup dengan mengandalkan tenaganya bekerja di sektor pertanian, tapi mereka hanya berpangku tangan ketika musim paceklik. Kelompok ketiga akan mempertahankan hidup dari transfer dari anak, sedangkan kelompok pertama hanya bisa merenungi nasib dan menunggu belas kasihan dari tetangga.
Tetangga/sistem sosial memang memiliki kewajiban terhadap nasib kelompok pertama, tapi seharusnya yang lebih bertanggung jawab adalah negara, seperti yang diamanatkan dalam konstitusi. Penulis dulu berharap bahwa kebijakan BLT untuk kelompok miskin usia nonproduktif akan terus dipertahankan, sedangkan sisa dana BLT akan digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat produktif. Kebijakan seperti program padat karya musiman sangat tepat diimplementasikan di daerah pedesaan untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran musiman.
Kalau pemerintah sudah bekerja keras, pertanyaan yang muncul, kenapa kondisi kemiskinan masih sama dengan kondisi sepuluh tahun yang lalu? Apakah memang kelompok miskin tidak mau keluar dari kemiskinan? Jawabannya tentulah tidak, menjadi miskin bukanlah sebuah pilihan, melainkan sebuah keterpaksaan atas nasib yang telah digariskan oleh Tuhan. Melihat kondisi di atas, tentu ada yang salah dari sisi kebijakan. Kebijakan pengentasan masyarakat miskin selama ini tidak efektif dalam mengentaskan masyarakat dari kemiskinan.
Jika kita mau menelaah lebih dalam, terdapat empat alasan utama kekurangefektifan kebijakan pengentasan masyarakat miskin yang diimplementasikan oleh pemerintah. Pertama, adanya penyeragaman kebijakan tanpa mengakomodasi permasalahan di tingkat lokal atau cenderung mengabaikan kearifan lokal, padahal karakteristik kemiskinan berbeda-beda antardaerah.
Kedua, terjadi sentralisasi dalam proses perencanaan penentuan program pengentasan masyarakat miskin. Public hearing sering dilakukan asal-asalan dan digunakan sebagai legitimasi bahwa kebijakan yang diambil sudah memperoleh masukan dari masyarakat. Hal ini sangat bertentangan dengan semangat otonomi daerah, ketika peran serta pemerintah daerah dalam pengentasan masyarakat miskin harus lebih menonjol dibanding pemerintah pusat.
Ketiga, adanya ego sektoral dan kurang adanya sinkronisasi berbagai kebijakan yang diimplementasikan oleh departemen ataupun kementerian negara. Keempat, pemerintah selalu mengambil kebijakan yang reaktif, parsial, dan tidak konsisten dalam mengimplementasikan kebijakan pengentasan masyarakat miskin.
Dalam hal ini bahwa kualitas kebijakan pengentasan masyarakat miskin dari tahun ke tahun menunjukkan sebuah tanda perbaikan yang cukup signifikan. Perubahan yang paling mendasar adalah keberanian pemerintah mengubah sistem subsidi dari subsidi produk (bahan bakar minyak, listrik, dan sebagainya) menjadi subsidi yang bersifat langsung kepada kelompok miskin, seperti bantuan langsung tunai (BLT), bantuan operasional sekolah, dan Asuransi Miskin (Dartanto, 2005). Sistem subsidi produk, seperti BBM/listrik, memang sangat bias kepada kelompok menengah ke atas yang merupakan konsumen terbesar, sedangkan subsidi langsung (direct subsidy/targeted subsidy) secara teoretis merupakan kebijakan yang sangat adil (Ikhsan, et al., 2005).
Tapi, sekali lagi, kritik utama dalam masalah ini adalah implementasi kebijakan BLT yang bersifat seragam tanpa memikirkan kondisi sosial kemasyarakatan. Kebijakan ini bersifat konsumtif dan menimbulkan permasalahan sosial di level bawah. Selain itu, BLT merupakan kebijakan yang bersifat diskriminatif, sehingga terjadi segregasi dalam kelompok miskin, khususnya kelompok miskin perkotaan. Penyaluran BLT melalui kantor pos mengharuskan penerima BLT memiliki domisili tetap (mempunyai kartu tanda penduduk), sedangkan banyak kelompok miskin perkotaan yang tidak memiliki KTP/domisili tetap. Dengan demikian, walaupun mereka juga menderita akibat kenaikan harga BBM, mereka tidak dapat menikmati dana kompensasi. Tertib administrasi memang penting, tapi kebijakan untuk menolong nyawa manusia jauh lebih penting.
Berbagai kritik mengenai BLT dialamatkan kepada pemerintah, sehingga kebijakan BLT dihentikan dan diganti dengan kebijakan bantuan tunai bersyarat (BTB). Kebijakan BTB ini difokuskan untuk kegiatan yang berkaitan dengan peningkatan mutu modal manusia. Target penerima BTB adalah keluarga miskin yang memiliki anak sekolah dan ibu hamil (Widianto, 2006). Mengganti BLT menjadi BTB bukanlah kebijakan yang arif, dan bisa diibaratkan pemerintah ingin menyelesaikan permasalahan kemiskinan jangka panjang, tapi melupakan permasalahan kemiskinan jangka pendek yang dihadapi masyarakat.
Marilah kita mencoba melihat kondisi kemiskinan riil di lapangan. Pengamatan penulis di Desa Pelemgede, Pati, Jawa Tengah, menunjukkan secara jelas bahwa mengganti BLT menjadi BTB bukanlah hal yang tepat. Rumah tangga miskin di pedesaan pada dasarnya dapat dibagi menjadi empat. Pertama, kelompok janda tua berumur di atas 65 tahun, yang tidak memiliki faktor produksi. Kedua, kelompok janda usia produktif yang tidak memiliki sawah sehingga mengandalkan pendapatannya dari buruh tani. Ketiga, kelompok usia senja di atas 50-an, yang memiliki anak yang sudah berkeluarga. Keempat, kelompok usia produktif, yang memiliki anak usia sekolah dan memiliki tanah garapan.
Keempat kelompok di atas pada awalnya adalah penerima BLT, tapi ketika BTB diimplementasikan, hanya kelompok keempat yang akan memperoleh bantuan dari pemerintah. Kelompok kedua masih bisa bertahan hidup dengan mengandalkan tenaganya bekerja di sektor pertanian, tapi mereka hanya berpangku tangan ketika musim paceklik. Kelompok ketiga akan mempertahankan hidup dari transfer dari anak, sedangkan kelompok pertama hanya bisa merenungi nasib dan menunggu belas kasihan dari tetangga.
Tetangga/sistem sosial memang memiliki kewajiban terhadap nasib kelompok pertama, tapi seharusnya yang lebih bertanggung jawab adalah negara, seperti yang diamanatkan dalam konstitusi. Penulis dulu berharap bahwa kebijakan BLT untuk kelompok miskin usia nonproduktif akan terus dipertahankan, sedangkan sisa dana BLT akan digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat produktif. Kebijakan seperti program padat karya musiman sangat tepat diimplementasikan di daerah pedesaan untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran musiman.
PENYALAHGUNAAN NARKOBA SERTA SOLUSI DARI DAMPAK PENYALAHGUNAAN NARKOBA
I. Penyalahgunaan Narkoba
Salah satu persoalan besar yang tengah dihadapi bangsa Indonesia, dan juga bangsa-bangsa lainnya di dunia saat ini adalah seputar maraknya penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan berbahaya (narkoba), yang semakin hari semakin mengkhawatirkan.
Saat ini, jutaan orang telah terjerumus ke dalam ‘lembah hitam’ narkoba. Dan ribuan nyawa telah melayang karena jeratan ‘lingkaran setan’ bernama narkoba. Telah banyak keluarga yang hancur karenanya. Tidak sedikit pula generasi muda yang kehilangan masa depan karena perangkap ‘makhluk’ yang disebut narkoba ini.
Padahal, kita semua mafhum bahwa pondasi utama penyokong tegaknya bangsa ini dimulai dari keluarga. Ketika keluarga hancur, rapuh pula bangunan bangsa di negeri ini. Selanjutnya, keberlangsungan kehidupan suatu masyarakat, bangsa dan negara, ditopang oleh hadirnya generasi penerus, yakni generasi muda. Jika generasi muda sudah kehilangan masa depan, gamang menatap hidup, lantas apalagi yang bisa diharapkan bagi kehidupan bangsa ini di masa yang akan datang?
Untuk itu , dalam menyikapi persoalan seputar maraknya penyalahgunaan narkoba, dan bagaimana solusi untuk menghadapinya. Narkoba, The Common EnemyBisa dikatakan, selain korupsi, saat ini yang menjadi musuh bersama (the common enemy) bangsa Indonesia adalah narkoba. Dampak negatif yang ditimbulkan akibat penggunaan narkoba, baik secara fisik, psikis, sosial, ekonomi, budaya, dan moral yang tampak jelas hadir di hadapan kita adalah alasan kuat mengapa ‘barang haram’ tersebut menjadi musuh bersama masyarakat negeri ini.
Munculnya generasi ‘junkies’ yang gamang menatap hidup, tingginya angka penderita virus HIV/ AIDS yang mematikan, dan sederet persoalan sosial lainnya siap menghadang bangsa ini, sebagai akibat dari semakin meningkatnya jumlah pemakai narkoba.
Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (BNN) tahun 2006, penyalahgunaan dan peredaran narkotika menyentuh 1,5 persen dari jumlah penduduk Indonesia atau sekitar 3,2 juta orang. Sebanyak 69 persen dari jumlah itu atau 2.208.000 orang adalah pengguna teratur. Sisanya, sekitar 31 persen atau 992.000 orang, tergolong pecandu. (Kompas, 23/4/2007)
Sedangkan angka kematian akibat penggunaan narkoba mencapai 1,5 persen dari pecandu per tahun atau sekitar 15 ribu orang. (www.liputan6sctv.com)
Jumlah angka kematian yang rlatif tinggi ini, sebagian besar akibat narkoba suntik. Data The Centre for Harm Reduction (CHR) dan Asian Harm Reduction Network (AHRN) menyatakan, pemakaian dan penyuntikan narkoba meningkat di seluruh dunia, melibatkan 20 juta orang di 128 negara. Negara-negara berkembang terutama di Asia selatan, Asia Tenggara, dan Amerika latin adalah tempat terjadinya perubahan tercepat.
Kenyataan lain menyebutkan bahwa tingginya pemakaian narkoba suntik memicu peningkatan jumlah pengidap HIV/AIDS. Dalam konteks Indonesia, pada tahun 2002, dari 110.000 orang pengidap HIV/AIDS, 42.000 di antaranya adalah pengguna narkoba suntik. (Adi Prinantyo, Kompas Cyber Media (KCM), 2002)
Sejumlah data di atas tentu membuat miris serta mengkhawatirkan kita semua, akan seperti apa kondisi bangsa ini ke depan jika anak bangsanya telah terjerumus ke dalam jeratan narkoba?
kondisi masyarakat seperti ini, jika dibiarkan berlarut-larut akan menjadi preseden buruk bagi kehidupan bangsa ini ke depan. Karena dampak negatif narkoba, selain berakibat buruk bagi kondisik fisik dan psikis seseorang, juga akan menghadirkan distorsi terhadap nilai-nilai kemanusiaan, terjadi dehumanisasi yang disebabkan oleh kapasitas intelektual, mental dan jiwa yang tidak siap untuk mengarungi samudera kehidupan global yang sarat tantangan ini.
Singkatnya, fenomena ini jika tidak segera ditangani akan melahirkan ekses negatif bagi kehidupan bangsa ini di masa yang akan datang.
Menyikapi kondisi yang memprihatinkan ini, hendaknya disadari oleh segenap elemen bangsa, bahwa narkoba merupakan ‘musuh bersama’ (the common enemy) yang harus diperangi oleh semua kalangan. Dalam hal ini, peran serta masyarakat untuk bahu membahu bersama pemerintah melawan narkoba adalah harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar.
II. Solusi Atas Penyalahgunaan Narkoba
Solusi Dalam hal ini yaitu mengelompokkan solusi atas persoalan narkoba ini ke dalam dua komponen penting penyelenggara negara ini, yaitu pemerintah dan masyarakat.
1. Peran Pemerintah Hemat penulis, solusi yang bisa ditawarkan pemerintah atas persoalan narkoba ini adalah sebagai berikut:Pertama, tindakan preventif. Yaitu berupa penyuluhan, seminar, workshop, pelatihan dan sejenisnya tentang narkoba dan bahayanya ke sejumlah sekolah, perguruan tinggi serta masyarakat secara luas. Dengan demikian, masyarakat menjadi mafhum akan bahaya serta dampak negatif narkoba. Cara alternatif lain yang juga bisa dilakukan dalam upaya preventif ini, adalah dengan menciptakan Iklan Layanan Masyarakat tentang bahaya narkoba yang ditayangkan oleh sejumlah stasiun televisi di negeri ini.
Kedua, tindakan represif. Yaitu berupa upaya rehabilitasi bagi mereka yang sudah terlanjur menjadi pemakai atau bahkan pecandu narkoba. Dalam hal ini, pemerintah perlu menambah jumlah pusat rehabilitasi bagi para pengguna narkoba, seiring meningkatnya jumlah penyalahguna barang haram tersebut. Dalam proses pelaksanaan reabilitasi tersebut, pemerintah hendaknya menjalin kerjasama yang baik dengan tim medis, psikolog, psikiater dan agamawan. Sehingga proses rehabilitasi akan berjalan lancar. Dengan demikian, bahaya serta dampak buruk penyalahgunaan narkoba dapat dieliminasi sedini mungkin.
2. Peran MasyarakatAdapun solusi alternatif yang dapat dilakukan oleh masyarakat (Non-pemerintah) dalam mengatasi masalah narkoba ini, adalah dengan menggunakan beberapa pendekatan yang diterapkan kepada mereka, baik yang belum ataupun yang sudah terjerat belitan narkoba. Beberapa pendekatan yang penulis maksud adalah sebagai berikut:
Pertama, pendekatan agama (religius). Melalui pendekatan ini, mereka yang masih ‘bersih’ dari dunia narkoba, senantiasa ditanamkan ajaran agama yang mereka anut. Agama apa pun, tidak ada yang menghendaki pemeluknya untuk merusak dirinya, masa depannya, serta kehidupannya. Setiap agama mengajarkan pemeluknya untuk menegakkan kebaikan, menghindari kerusakan, baik pada dirinya, keluarganya, maupun lingkungan sekitarnya. Sedangkan bagi mereka yang sudah terlanjur masuk dalam kubangan narkoba, hendaknya diingatkan kembali nilai-nilai yang terkandung di dalam ajaran agama yang mereka yakini. Dengan jalan demikian, diharapkan ajaran agama yang pernah tertanam dalam benak mereka mampu menggugah jiwa mereka untuk kembali ke jalan yang benar.
Kedua, pendekatan psikologis. Dengan pendekatan ini, mereka yang belum terjamah ‘kenikmatan semu’ narkoba, diberikan nasihat dari ‘hati ke hati’ oleh orang-orang yang dekat dengannya, sesuai dengan karakter kepribadian mereka. Langkah persuasif melalui pendekatan psikologis ini diharapkan mampu menanamkan kesadaran dari dalam hati mereka untuk menjauhi dunia narkoba. Adapun bagi mereka yang telah larut dalam ‘kehidupan gelap’ narkoba, melalui pendekatan ini dapat diketahui, apakah mereka masuk dalam kategori pribadi yang ekstrovert (terbuka), introvert (tertutup), atau sensitif. Dengan mengetahui latar belakang kepribadian mereka, maka pendekatan ini diharapkan mampu mengembalikan mereka pada kehidupan nyata, menyusun kembali kepingan perjalanan hidup yang sebelumnya berserakan, sehingga menjadi utuh kembali.
Ketiga, pendekatan sosial. Baik bagi mereka yang belum, maupun yang sudah masuk dalam ‘sisi kelam’ narkoba, melalui pendekatan ini disadarkan bahwa mereka merupakan bagian penting dalam keluarga dan lingkungannya. Dengan penanaman sikap seperti ini, maka mereka merasa bahwa kehadiran mereka di tengah keluarga dan masyarakat memiliki arti penting. Dengan beberapa pendekatan di atas, diharapkan mampu menggerakkan hati para remaja dan generasi muda yang masih ‘suci’ dari kelamnya dunia narkoba untuk tidak larut dalam trend pergaulan yang menyesatkan. Dan bagi mereka yang sudah tercebur ke dalam ‘kubangan’ dunia narkoba, melalui beberapa pendekatan tersebut, diharapkan dapat kembali sadar akan arti penting kehidupan ini, yang amat sayang jika digadaikan dengan kesenangan yang nisbi.
Dengan demikian, jika pemerintah dan masyarakat menjalankan fungsi dan perannya dengan baik, niscaya upaya memerangi narkoba serta menyelamatkan bangsa Indonesia dari “bahaya mematikan” narkoba akan menemui titik terang.
Salah satu persoalan besar yang tengah dihadapi bangsa Indonesia, dan juga bangsa-bangsa lainnya di dunia saat ini adalah seputar maraknya penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan berbahaya (narkoba), yang semakin hari semakin mengkhawatirkan.
Saat ini, jutaan orang telah terjerumus ke dalam ‘lembah hitam’ narkoba. Dan ribuan nyawa telah melayang karena jeratan ‘lingkaran setan’ bernama narkoba. Telah banyak keluarga yang hancur karenanya. Tidak sedikit pula generasi muda yang kehilangan masa depan karena perangkap ‘makhluk’ yang disebut narkoba ini.
Padahal, kita semua mafhum bahwa pondasi utama penyokong tegaknya bangsa ini dimulai dari keluarga. Ketika keluarga hancur, rapuh pula bangunan bangsa di negeri ini. Selanjutnya, keberlangsungan kehidupan suatu masyarakat, bangsa dan negara, ditopang oleh hadirnya generasi penerus, yakni generasi muda. Jika generasi muda sudah kehilangan masa depan, gamang menatap hidup, lantas apalagi yang bisa diharapkan bagi kehidupan bangsa ini di masa yang akan datang?
Untuk itu , dalam menyikapi persoalan seputar maraknya penyalahgunaan narkoba, dan bagaimana solusi untuk menghadapinya. Narkoba, The Common EnemyBisa dikatakan, selain korupsi, saat ini yang menjadi musuh bersama (the common enemy) bangsa Indonesia adalah narkoba. Dampak negatif yang ditimbulkan akibat penggunaan narkoba, baik secara fisik, psikis, sosial, ekonomi, budaya, dan moral yang tampak jelas hadir di hadapan kita adalah alasan kuat mengapa ‘barang haram’ tersebut menjadi musuh bersama masyarakat negeri ini.
Munculnya generasi ‘junkies’ yang gamang menatap hidup, tingginya angka penderita virus HIV/ AIDS yang mematikan, dan sederet persoalan sosial lainnya siap menghadang bangsa ini, sebagai akibat dari semakin meningkatnya jumlah pemakai narkoba.
Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (BNN) tahun 2006, penyalahgunaan dan peredaran narkotika menyentuh 1,5 persen dari jumlah penduduk Indonesia atau sekitar 3,2 juta orang. Sebanyak 69 persen dari jumlah itu atau 2.208.000 orang adalah pengguna teratur. Sisanya, sekitar 31 persen atau 992.000 orang, tergolong pecandu. (Kompas, 23/4/2007)
Sedangkan angka kematian akibat penggunaan narkoba mencapai 1,5 persen dari pecandu per tahun atau sekitar 15 ribu orang. (www.liputan6sctv.com)
Jumlah angka kematian yang rlatif tinggi ini, sebagian besar akibat narkoba suntik. Data The Centre for Harm Reduction (CHR) dan Asian Harm Reduction Network (AHRN) menyatakan, pemakaian dan penyuntikan narkoba meningkat di seluruh dunia, melibatkan 20 juta orang di 128 negara. Negara-negara berkembang terutama di Asia selatan, Asia Tenggara, dan Amerika latin adalah tempat terjadinya perubahan tercepat.
Kenyataan lain menyebutkan bahwa tingginya pemakaian narkoba suntik memicu peningkatan jumlah pengidap HIV/AIDS. Dalam konteks Indonesia, pada tahun 2002, dari 110.000 orang pengidap HIV/AIDS, 42.000 di antaranya adalah pengguna narkoba suntik. (Adi Prinantyo, Kompas Cyber Media (KCM), 2002)
Sejumlah data di atas tentu membuat miris serta mengkhawatirkan kita semua, akan seperti apa kondisi bangsa ini ke depan jika anak bangsanya telah terjerumus ke dalam jeratan narkoba?
kondisi masyarakat seperti ini, jika dibiarkan berlarut-larut akan menjadi preseden buruk bagi kehidupan bangsa ini ke depan. Karena dampak negatif narkoba, selain berakibat buruk bagi kondisik fisik dan psikis seseorang, juga akan menghadirkan distorsi terhadap nilai-nilai kemanusiaan, terjadi dehumanisasi yang disebabkan oleh kapasitas intelektual, mental dan jiwa yang tidak siap untuk mengarungi samudera kehidupan global yang sarat tantangan ini.
Singkatnya, fenomena ini jika tidak segera ditangani akan melahirkan ekses negatif bagi kehidupan bangsa ini di masa yang akan datang.
Menyikapi kondisi yang memprihatinkan ini, hendaknya disadari oleh segenap elemen bangsa, bahwa narkoba merupakan ‘musuh bersama’ (the common enemy) yang harus diperangi oleh semua kalangan. Dalam hal ini, peran serta masyarakat untuk bahu membahu bersama pemerintah melawan narkoba adalah harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar.
II. Solusi Atas Penyalahgunaan Narkoba
Solusi Dalam hal ini yaitu mengelompokkan solusi atas persoalan narkoba ini ke dalam dua komponen penting penyelenggara negara ini, yaitu pemerintah dan masyarakat.
1. Peran Pemerintah Hemat penulis, solusi yang bisa ditawarkan pemerintah atas persoalan narkoba ini adalah sebagai berikut:Pertama, tindakan preventif. Yaitu berupa penyuluhan, seminar, workshop, pelatihan dan sejenisnya tentang narkoba dan bahayanya ke sejumlah sekolah, perguruan tinggi serta masyarakat secara luas. Dengan demikian, masyarakat menjadi mafhum akan bahaya serta dampak negatif narkoba. Cara alternatif lain yang juga bisa dilakukan dalam upaya preventif ini, adalah dengan menciptakan Iklan Layanan Masyarakat tentang bahaya narkoba yang ditayangkan oleh sejumlah stasiun televisi di negeri ini.
Kedua, tindakan represif. Yaitu berupa upaya rehabilitasi bagi mereka yang sudah terlanjur menjadi pemakai atau bahkan pecandu narkoba. Dalam hal ini, pemerintah perlu menambah jumlah pusat rehabilitasi bagi para pengguna narkoba, seiring meningkatnya jumlah penyalahguna barang haram tersebut. Dalam proses pelaksanaan reabilitasi tersebut, pemerintah hendaknya menjalin kerjasama yang baik dengan tim medis, psikolog, psikiater dan agamawan. Sehingga proses rehabilitasi akan berjalan lancar. Dengan demikian, bahaya serta dampak buruk penyalahgunaan narkoba dapat dieliminasi sedini mungkin.
2. Peran MasyarakatAdapun solusi alternatif yang dapat dilakukan oleh masyarakat (Non-pemerintah) dalam mengatasi masalah narkoba ini, adalah dengan menggunakan beberapa pendekatan yang diterapkan kepada mereka, baik yang belum ataupun yang sudah terjerat belitan narkoba. Beberapa pendekatan yang penulis maksud adalah sebagai berikut:
Pertama, pendekatan agama (religius). Melalui pendekatan ini, mereka yang masih ‘bersih’ dari dunia narkoba, senantiasa ditanamkan ajaran agama yang mereka anut. Agama apa pun, tidak ada yang menghendaki pemeluknya untuk merusak dirinya, masa depannya, serta kehidupannya. Setiap agama mengajarkan pemeluknya untuk menegakkan kebaikan, menghindari kerusakan, baik pada dirinya, keluarganya, maupun lingkungan sekitarnya. Sedangkan bagi mereka yang sudah terlanjur masuk dalam kubangan narkoba, hendaknya diingatkan kembali nilai-nilai yang terkandung di dalam ajaran agama yang mereka yakini. Dengan jalan demikian, diharapkan ajaran agama yang pernah tertanam dalam benak mereka mampu menggugah jiwa mereka untuk kembali ke jalan yang benar.
Kedua, pendekatan psikologis. Dengan pendekatan ini, mereka yang belum terjamah ‘kenikmatan semu’ narkoba, diberikan nasihat dari ‘hati ke hati’ oleh orang-orang yang dekat dengannya, sesuai dengan karakter kepribadian mereka. Langkah persuasif melalui pendekatan psikologis ini diharapkan mampu menanamkan kesadaran dari dalam hati mereka untuk menjauhi dunia narkoba. Adapun bagi mereka yang telah larut dalam ‘kehidupan gelap’ narkoba, melalui pendekatan ini dapat diketahui, apakah mereka masuk dalam kategori pribadi yang ekstrovert (terbuka), introvert (tertutup), atau sensitif. Dengan mengetahui latar belakang kepribadian mereka, maka pendekatan ini diharapkan mampu mengembalikan mereka pada kehidupan nyata, menyusun kembali kepingan perjalanan hidup yang sebelumnya berserakan, sehingga menjadi utuh kembali.
Ketiga, pendekatan sosial. Baik bagi mereka yang belum, maupun yang sudah masuk dalam ‘sisi kelam’ narkoba, melalui pendekatan ini disadarkan bahwa mereka merupakan bagian penting dalam keluarga dan lingkungannya. Dengan penanaman sikap seperti ini, maka mereka merasa bahwa kehadiran mereka di tengah keluarga dan masyarakat memiliki arti penting. Dengan beberapa pendekatan di atas, diharapkan mampu menggerakkan hati para remaja dan generasi muda yang masih ‘suci’ dari kelamnya dunia narkoba untuk tidak larut dalam trend pergaulan yang menyesatkan. Dan bagi mereka yang sudah tercebur ke dalam ‘kubangan’ dunia narkoba, melalui beberapa pendekatan tersebut, diharapkan dapat kembali sadar akan arti penting kehidupan ini, yang amat sayang jika digadaikan dengan kesenangan yang nisbi.
Dengan demikian, jika pemerintah dan masyarakat menjalankan fungsi dan perannya dengan baik, niscaya upaya memerangi narkoba serta menyelamatkan bangsa Indonesia dari “bahaya mematikan” narkoba akan menemui titik terang.
ASAS WAWASAN NUSANTARA, KEDUDUKAN, FUNGSI DAN TUJUAN WAWASAN NUSANTARA, SERTA KEBERHASILAN IMPLEMENTASI WAWASAN NUSANTARA
I. Asas Wawasan Nusantara
Merupakan ketentuan-ketentuan dasar yang harus dipatuhi, ditaati, dipelihara dan diciptakan agar terwujud demi tetap taat dan setianya komponen/unsur pembentuk bangsa Indonesia (suku/golongan) terhadap kesepakatan (commitment) bersama. Asas wasantara terdiri dari :
1. Kepentingan/Tujuan yang sama
2. Keadilan
3. Kejuju ran
4. Solidaritas
5. Kerjasama
6. Kesetiaan terhadap kesepakatan
Tujuannya adalah menjamin kepentingan nasional dalam dunia yang serba berubah dan ikutserta melaksanakan ketertiban dunia.
II. Arah Pandang Wawasan Nusantara
1. Arah Pandang ke Dalam
Arah pandang ke dalam bertujuan menjamin perwujudan persatuan kesatuan segenap aspek kehidupan nasional , baik aspek alamiah maupun aspek social . Arah pandang ke dalam mengandung arti bahwa bangsa Indonesia harus peka dan berusaha untuk mencegah dan mengatasi sedini mungkin factor – factor penebab timbulnya disintegrasi bangsa dan harus mengupayakan tetap terbina dan terpeliharanya persatuan dan kesatuan dalam kebinekaan .
2. Arah Pandang ke Luar
Arah pandang keluar ditujukan demi terjaminnya kepentingan nasional dalam dunia yang serba berubah maupun kehidupan dalam negri serta dalam melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan , perdamaian abadi , dan keadilan sosial , serta kerjasama dan sikap saling hormat menghormati . Arah pandang ke luar mengandung arti bahwa dalam kehidupan internasionalnya , bangsa Indonesia harus berusaha mengamankan kepentingan nasionalnya dalam semua aspek kehidupan , baik politik , ekonomi , social budaya maupun pertahanan dan keamanan demi tercapainya tujuan nasional sesuai dengan yang tertera pada Pembukaan UUD 1945 .
III. Kedudukan, Fungsi serta Tujuan Wawasan Nusantara
1. Kedudukan
a. Wawasan nusantara sebagai wawasan nasional bangsa Indonesia merupakan ajaran yang diyakini kebenarannya oleh seluruh rakyat agar tidak terjadi penyesatan dan penyimpangan dalam upaya mencapai serta mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional.
b. Wawasan nusantara dalam paradigma nasional dapat dilihat dari stratifikasinya sebagai berikut:
1. Pancasila sebagai falsafah, ideologi bangsa dan dasar negara berkedudukan sebagai landasan idiil.
2. Undang0undang dasar 1945 sebagai landasan konstitusi negara, berkedudukan sebagai landasan konstitusional.
3. Wawasan nusantara sebagai visi nasional, berkedudukan sebagai landasan visional.
4. Ketahanan nasional sebagai konsepsi nasional atau sebagai kebijaksanaan nasional, berkedudukan sebagai landasan operasional.
2. Fungsi
Wawsan nusantara berfungsi sebagai pedoman, motivasi, dorongan, serta rambu-rambu dalam menentukan segala jenis kebijaksanaan, keputusan, tindakan dan perbuatan bagi penyelenggara negara di tingkat pusat dan daerah maupun bagi seluruh rakyat Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3. Tujuan
Wawasan nusantara bertujuan mewujudkan nasionalisme yang tinggi di segala aspek kehidupan rakyat Indonesia yang lebih mementingkan kepentingan nasional dari pada kepentingan individu, kelompok, golongan, suku bangsa, atau daerah. Hal tersebut bukan berarti menghilangkan kepentingan-kepentingan individu, kelompok, suku bangsa,atau daerah.
IV. Tantangan Implementasi Wawasan Nusantara
Dewasa ini kita menyaksikan bahwa kehidupan individu dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sedang mengalami perubahan. Dan kita juga menyadari bahwa faktor utama yang mendorong terjadinya proses perubahan tersebut adalah nilai-nilai kehidupan baru yang di bawa oleh negara maju dengan kekuatan penetrasi globalnya. Apabila kita menengok sejarah kehidupan manusia dan alam semesta, perubahan dalam kehidupan itu adalah suatu hal yang wajar, alamiah.
Dalam dunia ini, yang abadi dan kekal itu adalah perubahan. Berkaitan dengan wawasan nusantara yang syarat dengan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia dan di bentuk dalam proses panjang sejarah perjuangan bangsa, apakah wawasan bangsa Indonesia tentang persatuan dan kesatuan itu akan terhanyut tanpa bekas atau akan tetap kokoh dan mampu bertahan dalam terpaan nilai global yang menantang Wawasan Persatuan bangsa. Tantangan itu antara lain adalah pemberdayaan rakyat yang optimal, dunia yang tanpa batas, era baru kapitalisme, dan kesadaran warga negara.
V. Keberhasilan Implementasi Wawasan Nusantara
Diperlukan kesadaran WNI untuk :
1. warganegara serta hubungan warganegara dengan negara, sehingga sadar sebagai bangsa Indonesia.
2. Mengerti, memahami, menghayati tentang bangsa yang telah menegara, bahwa dalam menyelenggarakan kehidupan memerlukan Mengerti, memahami, menghayati tentang hak dan kewajiban
3. konsepsi wawasan nusantara sehingga sadar sebagai warga negara yang memiliki cara pandang.
Merupakan ketentuan-ketentuan dasar yang harus dipatuhi, ditaati, dipelihara dan diciptakan agar terwujud demi tetap taat dan setianya komponen/unsur pembentuk bangsa Indonesia (suku/golongan) terhadap kesepakatan (commitment) bersama. Asas wasantara terdiri dari :
1. Kepentingan/Tujuan yang sama
2. Keadilan
3. Kejuju ran
4. Solidaritas
5. Kerjasama
6. Kesetiaan terhadap kesepakatan
Tujuannya adalah menjamin kepentingan nasional dalam dunia yang serba berubah dan ikutserta melaksanakan ketertiban dunia.
II. Arah Pandang Wawasan Nusantara
1. Arah Pandang ke Dalam
Arah pandang ke dalam bertujuan menjamin perwujudan persatuan kesatuan segenap aspek kehidupan nasional , baik aspek alamiah maupun aspek social . Arah pandang ke dalam mengandung arti bahwa bangsa Indonesia harus peka dan berusaha untuk mencegah dan mengatasi sedini mungkin factor – factor penebab timbulnya disintegrasi bangsa dan harus mengupayakan tetap terbina dan terpeliharanya persatuan dan kesatuan dalam kebinekaan .
2. Arah Pandang ke Luar
Arah pandang keluar ditujukan demi terjaminnya kepentingan nasional dalam dunia yang serba berubah maupun kehidupan dalam negri serta dalam melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan , perdamaian abadi , dan keadilan sosial , serta kerjasama dan sikap saling hormat menghormati . Arah pandang ke luar mengandung arti bahwa dalam kehidupan internasionalnya , bangsa Indonesia harus berusaha mengamankan kepentingan nasionalnya dalam semua aspek kehidupan , baik politik , ekonomi , social budaya maupun pertahanan dan keamanan demi tercapainya tujuan nasional sesuai dengan yang tertera pada Pembukaan UUD 1945 .
III. Kedudukan, Fungsi serta Tujuan Wawasan Nusantara
1. Kedudukan
a. Wawasan nusantara sebagai wawasan nasional bangsa Indonesia merupakan ajaran yang diyakini kebenarannya oleh seluruh rakyat agar tidak terjadi penyesatan dan penyimpangan dalam upaya mencapai serta mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional.
b. Wawasan nusantara dalam paradigma nasional dapat dilihat dari stratifikasinya sebagai berikut:
1. Pancasila sebagai falsafah, ideologi bangsa dan dasar negara berkedudukan sebagai landasan idiil.
2. Undang0undang dasar 1945 sebagai landasan konstitusi negara, berkedudukan sebagai landasan konstitusional.
3. Wawasan nusantara sebagai visi nasional, berkedudukan sebagai landasan visional.
4. Ketahanan nasional sebagai konsepsi nasional atau sebagai kebijaksanaan nasional, berkedudukan sebagai landasan operasional.
2. Fungsi
Wawsan nusantara berfungsi sebagai pedoman, motivasi, dorongan, serta rambu-rambu dalam menentukan segala jenis kebijaksanaan, keputusan, tindakan dan perbuatan bagi penyelenggara negara di tingkat pusat dan daerah maupun bagi seluruh rakyat Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3. Tujuan
Wawasan nusantara bertujuan mewujudkan nasionalisme yang tinggi di segala aspek kehidupan rakyat Indonesia yang lebih mementingkan kepentingan nasional dari pada kepentingan individu, kelompok, golongan, suku bangsa, atau daerah. Hal tersebut bukan berarti menghilangkan kepentingan-kepentingan individu, kelompok, suku bangsa,atau daerah.
IV. Tantangan Implementasi Wawasan Nusantara
Dewasa ini kita menyaksikan bahwa kehidupan individu dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sedang mengalami perubahan. Dan kita juga menyadari bahwa faktor utama yang mendorong terjadinya proses perubahan tersebut adalah nilai-nilai kehidupan baru yang di bawa oleh negara maju dengan kekuatan penetrasi globalnya. Apabila kita menengok sejarah kehidupan manusia dan alam semesta, perubahan dalam kehidupan itu adalah suatu hal yang wajar, alamiah.
Dalam dunia ini, yang abadi dan kekal itu adalah perubahan. Berkaitan dengan wawasan nusantara yang syarat dengan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia dan di bentuk dalam proses panjang sejarah perjuangan bangsa, apakah wawasan bangsa Indonesia tentang persatuan dan kesatuan itu akan terhanyut tanpa bekas atau akan tetap kokoh dan mampu bertahan dalam terpaan nilai global yang menantang Wawasan Persatuan bangsa. Tantangan itu antara lain adalah pemberdayaan rakyat yang optimal, dunia yang tanpa batas, era baru kapitalisme, dan kesadaran warga negara.
V. Keberhasilan Implementasi Wawasan Nusantara
Diperlukan kesadaran WNI untuk :
1. warganegara serta hubungan warganegara dengan negara, sehingga sadar sebagai bangsa Indonesia.
2. Mengerti, memahami, menghayati tentang bangsa yang telah menegara, bahwa dalam menyelenggarakan kehidupan memerlukan Mengerti, memahami, menghayati tentang hak dan kewajiban
3. konsepsi wawasan nusantara sehingga sadar sebagai warga negara yang memiliki cara pandang.
LANDASAN, UNSUR DASAR DAN HAKEKAT WAWASAN NUSANTARA
I. Landasan Wawasan Nusantara
Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang serba beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional.
Landasan Wawasan Nusantara yaitu mencakup 2, yaitu :
Id iil —> Pancasila
Konstitusional —> UUD 1945
II. Unsur Dasar Wawasan Nusantara
1. Wadah
a. Wujud Wilayah
Batas ruang lingkup wilayah nusantara ditentukan oleh lautan yang di dalamnya terdapat gugusan ribuan pulau yang saling dihubungkan oleh perairan. Oleh karena itu Nusantara dibatasi oleh lautan dan daratan serta dihubungkan oleh perairan didalamnya.
Setelah bernegara dalam negara kesatuan Republik Indonesia, bangsa indonesia memiliki organisasi kenegaraan yang merupakan wadah berbagi kegiatn kenegaraan dalam wujud suprastruktur politik. Sementara itu, wadah dalam kehidupan bermasyarakat adalah lembaga dalam wujud infrastruktur politik.
Letak geografis negara berada di posisi dunia antara dua samudra, yaitu Samudra Pasifik dan Samudra Hindia, dan antara dua benua, yaitu banua Asia dan benua Australia. Perwujudan wilayah Nusantara ini menyatu dalam kesatuan poliyik, ekonomi, sosial-budaya, dan pertahanan keamanan.
b. Tata Inti Organisasi
Bagi Indonesia, tata inti organisasi negara didasarkan pada UUD 1945 yang menyangkut bentuk dan kedaulatan negara kekuasaaan pemerintah, sistem pemerintahan, dan sistem perwakilan. Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Kedaulatan di tangan rakyat yang dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Sistem pemerintahan, menganut sistem presidensial. Presiden memegang kekuasaan bersadarkan UUD 1945. Indonesia adalah Negara hukum ( Rechtsstaat ) bukan Negara kekuasaan ( Machtsstaat ).
c. Tata Kelengkapan Organisasi
Wujud tata kelengkapan organisasi adalah kesadaran politik dan kesadaran bernegara yang harus dimiliki oleh seluruh rakyat yang mencakup partai politik, golongan dan organisasi masyarakat, kalangan pers seluruh aparatur negara. Yang dapat diwujudkan demokrasi yang secara konstitusional berdasarkan UUD 1945 dan secara ideal berdasarkan dasar filsafat pancasila.
2. Isi Wawasan Nusantara
Isi adalah aspirasi bangsa yang berkembang di masyarakat dan cita-cita serta tujuan nasional yang terdapat pada pembukaan UUD 1945. Untuk mencapai aspirasi yang berkembang di masyarakat maupun cita-cita dan tujuan nasional seperti tersebut di atas, bangsa Indonesia harus mampu menciptakan persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan dalam kehidupan nasional. Isi menyangkut dua hal yang essensial, yaitu:
a. Realisasi aspirasi bangsa sebagai kesepakatan bersama serta pencapaian cita-cita dan tujuan nasional.
b. Persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan yang meliputi semua aspek kehidupan nasional.
Isi wawasan nusantara tercemin dalam perspektif kehidupan manusia Indonesia meliputi :
a. Cita-cita bangsa Indonesia tertuang di dalam Pembukaan UUD 1945 yang menyebutkan :
1) Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
2) Rakyat Indonesia yang berkehidupan kebangsaan yang bebas.
3) Pemerintahan Negara Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
b. Asas keterpaduan semua aspek kehidupan nasional berciri manunggal, utuh menyeluruh meliputi :
1. Satu kesatuan wilayah nusantara yang mencakup daratan perairan dan dirgantara secara terpadu.
2. Satu kesatuan politik, dalam arti satu UUD dan politik pelaksanaannya serta satu ideologi dan identitas nasional.
3. Satu kesatuan sosial-budaya, dalam arti satu perwujudan masyarakat Indonesia atas dasar “Bhinneka Tunggal Ika”, satu tertib sosial dan satu tertib hukum.
4. Satu kesatuan ekonomi dengan berdasarkan atas asas usaha bersama dan asas kekeluargaan dalam satu sistem ekonomi kerakyatan.
5. Satu kesatuan pertahanan dan keamanan dalam satu system terpadu, yaitu sistem pertahanan keamanan rakyat semesta (Sishankamrata).
6. Satu kesatuan kebijakan nasional dalam arti pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang mencakup aspek kehidupan nasional.
3. Tata Laku Wawasan Nusantara Mencakup Dua Segi, Batiniah dan Lahiriah
Tata laku merupakan dasar interaksi antara wadah dengan isi, yang terdiri dari tata laku tata laku batiniah dan lahiriah. Tata laku batiniah mencerminkan jiwa, semangat, dan mentalitas yang baik dari bangsa indonesia, sedang tata laku lahiriah tercermin dalam tindakan , perbuatan, dan perilaku dari bangsa Indonesia. Tata laku lahiriah merupakan kekuatan yang utuh, dalam arti kemanunggalan. Meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian.
Kedua hal tersebut akan mencerminkan identitas jati diri atau kepribadian bangsa indonesia berdasarkan kekeluargaan dan kebersamaan yang memiliki rasa bangga dan cinta kepada bangga dan tanah air sehingga menimbulkan nasionalisme yang tinggi dalm segala aspek kehidupan nasional.
III. Hakekat Wawasan Nusantara
Hakekat Wawasan Nusantara adalah keutuhan nusantara, dalam pengertiannya yaitu merupakan cara pandang yang selalu utuh menyeluruh dalam lingkup nusantara demi kepentingan nasional.
Hal tersebut berarti bahwa setiap warga Negara dan aparatur Negara harus berpikir, bersikap, dan bertindak secara utuh menyeluruh demi kepentingan bangsa dan Negara Indonesia.
Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang serba beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional.
Landasan Wawasan Nusantara yaitu mencakup 2, yaitu :
Id iil —> Pancasila
Konstitusional —> UUD 1945
II. Unsur Dasar Wawasan Nusantara
1. Wadah
a. Wujud Wilayah
Batas ruang lingkup wilayah nusantara ditentukan oleh lautan yang di dalamnya terdapat gugusan ribuan pulau yang saling dihubungkan oleh perairan. Oleh karena itu Nusantara dibatasi oleh lautan dan daratan serta dihubungkan oleh perairan didalamnya.
Setelah bernegara dalam negara kesatuan Republik Indonesia, bangsa indonesia memiliki organisasi kenegaraan yang merupakan wadah berbagi kegiatn kenegaraan dalam wujud suprastruktur politik. Sementara itu, wadah dalam kehidupan bermasyarakat adalah lembaga dalam wujud infrastruktur politik.
Letak geografis negara berada di posisi dunia antara dua samudra, yaitu Samudra Pasifik dan Samudra Hindia, dan antara dua benua, yaitu banua Asia dan benua Australia. Perwujudan wilayah Nusantara ini menyatu dalam kesatuan poliyik, ekonomi, sosial-budaya, dan pertahanan keamanan.
b. Tata Inti Organisasi
Bagi Indonesia, tata inti organisasi negara didasarkan pada UUD 1945 yang menyangkut bentuk dan kedaulatan negara kekuasaaan pemerintah, sistem pemerintahan, dan sistem perwakilan. Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Kedaulatan di tangan rakyat yang dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Sistem pemerintahan, menganut sistem presidensial. Presiden memegang kekuasaan bersadarkan UUD 1945. Indonesia adalah Negara hukum ( Rechtsstaat ) bukan Negara kekuasaan ( Machtsstaat ).
c. Tata Kelengkapan Organisasi
Wujud tata kelengkapan organisasi adalah kesadaran politik dan kesadaran bernegara yang harus dimiliki oleh seluruh rakyat yang mencakup partai politik, golongan dan organisasi masyarakat, kalangan pers seluruh aparatur negara. Yang dapat diwujudkan demokrasi yang secara konstitusional berdasarkan UUD 1945 dan secara ideal berdasarkan dasar filsafat pancasila.
2. Isi Wawasan Nusantara
Isi adalah aspirasi bangsa yang berkembang di masyarakat dan cita-cita serta tujuan nasional yang terdapat pada pembukaan UUD 1945. Untuk mencapai aspirasi yang berkembang di masyarakat maupun cita-cita dan tujuan nasional seperti tersebut di atas, bangsa Indonesia harus mampu menciptakan persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan dalam kehidupan nasional. Isi menyangkut dua hal yang essensial, yaitu:
a. Realisasi aspirasi bangsa sebagai kesepakatan bersama serta pencapaian cita-cita dan tujuan nasional.
b. Persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan yang meliputi semua aspek kehidupan nasional.
Isi wawasan nusantara tercemin dalam perspektif kehidupan manusia Indonesia meliputi :
a. Cita-cita bangsa Indonesia tertuang di dalam Pembukaan UUD 1945 yang menyebutkan :
1) Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
2) Rakyat Indonesia yang berkehidupan kebangsaan yang bebas.
3) Pemerintahan Negara Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
b. Asas keterpaduan semua aspek kehidupan nasional berciri manunggal, utuh menyeluruh meliputi :
1. Satu kesatuan wilayah nusantara yang mencakup daratan perairan dan dirgantara secara terpadu.
2. Satu kesatuan politik, dalam arti satu UUD dan politik pelaksanaannya serta satu ideologi dan identitas nasional.
3. Satu kesatuan sosial-budaya, dalam arti satu perwujudan masyarakat Indonesia atas dasar “Bhinneka Tunggal Ika”, satu tertib sosial dan satu tertib hukum.
4. Satu kesatuan ekonomi dengan berdasarkan atas asas usaha bersama dan asas kekeluargaan dalam satu sistem ekonomi kerakyatan.
5. Satu kesatuan pertahanan dan keamanan dalam satu system terpadu, yaitu sistem pertahanan keamanan rakyat semesta (Sishankamrata).
6. Satu kesatuan kebijakan nasional dalam arti pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang mencakup aspek kehidupan nasional.
3. Tata Laku Wawasan Nusantara Mencakup Dua Segi, Batiniah dan Lahiriah
Tata laku merupakan dasar interaksi antara wadah dengan isi, yang terdiri dari tata laku tata laku batiniah dan lahiriah. Tata laku batiniah mencerminkan jiwa, semangat, dan mentalitas yang baik dari bangsa indonesia, sedang tata laku lahiriah tercermin dalam tindakan , perbuatan, dan perilaku dari bangsa Indonesia. Tata laku lahiriah merupakan kekuatan yang utuh, dalam arti kemanunggalan. Meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian.
Kedua hal tersebut akan mencerminkan identitas jati diri atau kepribadian bangsa indonesia berdasarkan kekeluargaan dan kebersamaan yang memiliki rasa bangga dan cinta kepada bangga dan tanah air sehingga menimbulkan nasionalisme yang tinggi dalm segala aspek kehidupan nasional.
III. Hakekat Wawasan Nusantara
Hakekat Wawasan Nusantara adalah keutuhan nusantara, dalam pengertiannya yaitu merupakan cara pandang yang selalu utuh menyeluruh dalam lingkup nusantara demi kepentingan nasional.
Hal tersebut berarti bahwa setiap warga Negara dan aparatur Negara harus berpikir, bersikap, dan bertindak secara utuh menyeluruh demi kepentingan bangsa dan Negara Indonesia.
WAWASAN NASIONAL INDONESIA, LATAR BELAKNG FILOSOFIS, IMPLEMENTASI WAWASAN NUSANTARA DALAM KEHIDUPAN NASIONAL SERTA PENGERTIAN WAWASAN NUSANTARA
I. Wawasan Nusantara
Wawasan Nusantara adalah cara pandang Bangsa Indonesia terhadap rakyat, bangsa dan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi darat, laut dan udara di atasnya sebagai satu kesatuan Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya dan Pertahanan Keamanan. Sebagaimana yang dikutip dalam UU. No 20 tahun 1982 Tentang: KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAHANAN KEAMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Indeks: HANKAM. POLITIK. ABRI. Warga negara. Wawasan Nusantara.
.”Wawasan Nusantara adalah pandangan geopolitik bangsa Indonesia dalam mengartikan tanah air Indonesia sebagai satu kesatuan yang meliputi seluruh wilayah dan segenap kekuatan negara yang mencakup politik,ekonomi, sosial-budaya dan pertahanan keamanan. Mengingat bentuk dan letak geografis Indonesia yang merupakan suatu wilayah lautan dengan pulau-pulau di dalamnya, dan mempunyai letak equatorial beserta segala sifat dan corak khasnya, maka implementasi nyata dari Wawasan Nusantara yang menjadi kepentingan pertahanan keamanan negara harus ditegakkan. Realisasi penghayatan dan pengisian Wawasan Nusantara di satu pihak menjamin keutuhan wilayah nasional dan melindungi sumber-sumber kekayaan alam beserta pengelolanya, sedangkan di lain pihak dapat menunjukkan kedaulatan negara Republik Indonesia .
II. Latar Belakang Filosofis Wawasan Nusantara Berdasarkan Falsafah Pancasila
Dasar pemikiran wawasan nasional lndonesia, Bangsa lndonesia dalam menentukan wawasan nasional mengembangkan dari kondisi nyata. lndonesia dibentuk dan dijiwai oleh pemahaman kekuasan dari bangsa lndonesia yang terdiri dari latar belakang sosial budaya dan kesejarahan Indonesia.
Berdasarkan falsafah pancasila, manusia indonesia adalah mahkluk ciptaan tuhan yang mempunyai naluri, akhlak, daya pikir, dan sadar akan keberadaannya yang serba terhubung dengan sesamannya, lingkungannya, alam semesta, dan penciptannya. Kesadaran ini menumbuhkan cipta, karsa, dan karya untuki mempertahankan eksistensi dan kelangsungan hidupnya dari generasi ke generasi. Berdasarkan kesadaran yang dipengaruhi oleh lingkungannya, manusia indonesia memiliki motivasi antara lain untuk menciptakan suasana damai dan tenteram menuju kebahagiaan serta menyelenggarakan keteraturan dalam membina hubungan antar sesama.
Dengan demikian, nilai-nilai pancasila sesungguhnya telah bersemayam dan berkembangdalam hati sanubari dan kesadaran bangsa indonesia. Nilai-nilai pancasila juga tercakup dalam penggalian dan pengembangan wawasan nasional sebagai berikut:
1. a. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Dalam sila ketuhanan yang maha esa bangsa indonesia menyatakan kepercayaan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Dalam kehidupan sehari-hari mereka mengembangkan sikap saling menghormati, memberi kesempatan dan kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing, serta tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan dengan cara apapun kepada orang lain. Sikap tersebut mewarnai wawasan nasional yang dianut oleh bangsa indonesia yang menghendaki keutuhan dan kebersamaan dengan tetap menghormati dan memberikan kebebasandalam menganut dan mengamalkan agama masing-masing.
1. b. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Dalam sila kemanusiaan yang adil dan beradab, bangsa Indonesia mengakui, menghargai, dan memberikan hak kebebasan yang sama kepada setiap wargannya untuk menerapkan hak asasi manusia (HAM). Namun kebebasan HAM tersebut tidak mengganggu dan harus menghornati HAM orang lain. Sikap tersebut mewarnai wawasan nasional yang dianut dan dikembangkan oleh bangsa Indonesia yang memberikan kebebasan dala mengekspresikan HAM dengan tetap mengingat dan menghormati hak orang lain sehingga menumbuhkan toleransi dan kerja sama.
1. c. Sila Persatuan Indonesia
Dalam sila persatuan Indonesia, bangsa Indonesia lebih mengutamakan kepentingan bangsa dan negara. Kepentingan masyarakat yang lebih luas harus diutamakan dibandibgkan dengan kepentingan golongan, suku maupun perorangan. Tetapi kepentingan yang lebih besar tersebut tidak mematikan atau meniadakan kepentingan golongan, suku bangsa, maupun perorangan. Sikap tersebut mewarnai wawasan kebangsaan atau wawasan nasional yang dianut dan dikembangkan oleh bangsa Indonesia yang mengutamakan kepentingan bangsa dan negara dengan tetap memperhatikan, menghormati, dan menampung kepentingan golongan, suku bangsa, maupun perorangan.
1. d. Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Dalam Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan, bangsa Indonesia mengakui bahwa pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan bersama diusahakan melalui musyawarah untyui mencapai mufakat. Ini berarti tidak tertutupnya kemungkinan dilakukannya pemungutan suara(voting) dan berarti tidak dilakukannya pemaksaan pendapat dengan cara apapun. Sikap tersebut mewarnai wawasan kebangsaan atau wawasan nasional yang dianut dan dikembangkan oleh bangsa Indonesia yang melakukan musyawarah untuk mencapai mufakat dengan tetap menghargai dan menghormati perbedaan pendapat.
1. e. Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Dalam sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, bangsa indonesia mengakui dan menghargai warganya untuk mencapai kesejahteraan yang setinggi-tingginya sesuai hasilm karya dan usahanya masing-masing. Tetapi usaha untuk meningkatkan kemakmuran tersebut tanpa merugikan apalagi menghancurkan orang lain.
Kemakmuran yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia bukankemakmuran yang tingkatannya sama bagi semua wargannya. Sikap tersebut mewarnai wawasan kebangsaan atau wawasan nasional yang dianut dan dikembangkan oleh bangsa Indonesiaq yang memberikan kebebasan untuki mencapai kesejahteraan setinggi-tingginya bagi setiap orang dengan memperhatikan keadilan bagi daerah penghasil, daerah lain, dan orang lain sehingga tercapai kemakmuran yang memenuhi persyaratan kebutuhan minimal.
III. Implementasi Wawasan Nusantara Dalam Kehidupan Nasional
Dalam rangka menerapkan Wawasan Nusantara , kita sebaiknya terlebih dahulu mengerti dan memahami pengertian , ajaran dasar , hakikat , asas , kedudukan , fungsi serta tujuan dari Wawasan Nusantara . Wawasan Nusantara dalam kehidupan nasional yang mencakup kehidupan politik , ekonomi , sosial budaya , dan pertahanan keamanan harus tercermin dalam pola pikir , pola sikap , dan pola tindak yang senantiasa mengutamakan kepentingan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia di atas kepentingan pribadi dan golongan . Dengan demikian , Wawasan Nusantara menjadi nilai yang menjiwai segenap peraturan perundang-undangan yang berlaku pada setiap strata di seluruh wilayah negara , sehingga menggambarkan sikap dan perilaku , paham serta semangat kebangsaan atau nasionalisme yang tinggi yang merupakan identitas atau jati diri bangsa Indonesia .
Sebagai cara pandang dan visi nasional Indonesia , Wawasan Nusantara harus dijadikan arahan , pedoman , acuan , dan tuntutan bagi setiap individu bangsa Indonesia dalam membangun dan memelihara tuntutan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia . Karena itu , implementasi atau penerapan Wawasan Nusantara harus tercermin pada pola pikir , pola sikap , dan pola tindak yang senantiasa mendahulukan kepentingan bangsa dan negara Kesatuan Republik Indonesia dari pada kepentingan pribadi atau kelompok sendiri . Dengan kata lain , Wawasan Nusantara menjadi pola yang mendasari cara berpikir , bersikap , dan bertindak dalam rangka menghadapi , menyikapi , atau menangani berbagai permasalahan menyangkut kehidupan bermasyarakat , berbangsa , dan bernegara . Implementasi Wawasan Nusantara senantiasa berorientasi pada kepentingan rakyat dan wilayah tanah air secara utuh dan menyeluruh sebagai berikut :
1. Implementasi Wawasan Nusantara dalam kehidupan politik akan menciptakan iklim penyelenggaraan Negara yang sehat dan dinamis . Hal tersebut nampak dalam wujud pemerintahan yang kuat , aspiratif dan terpercaya yang dibangun sebagai penjelmaan rakyat.
2. Implementasi Wawasan Nusantara dalam kehidupan ekonomi akan menciptakantatanan ekonomi yang benar - benar menjamin pemenuhan dan peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata .
3. Implementasi Wawasan Nusantara dalam kehidupan social budaya akan menciptakansikap batiniah dan lahiriah yang mengakui , menerima , dan dan menghormati segala bentuk perbedaan atau kebhinnekaan sebagai kenyataan hidup sekaligus karunia pencipta .
4. Implementasi Wawasan Nusantara dalam kehidupan Hankam akan menumbuhkankesadaran cinta tanah air dan bangsa yang lebih lanjutkan membentuk sikap bela negara pada setiap warga Negara Indonesia .
IV. Pengertian Wawasan Nusantara
Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa lndonesia mengenai diri dan lingkungannya yang serba beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan wilayah dengan tetap menghargai dan menghormati kebhinekaan dalam setiap aspek kehidupan nasional untuk mencapai tujuan nasional.
Wawasan Nusantara adalah cara pandang Bangsa Indonesia terhadap rakyat, bangsa dan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi darat, laut dan udara di atasnya sebagai satu kesatuan Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya dan Pertahanan Keamanan. Sebagaimana yang dikutip dalam UU. No 20 tahun 1982 Tentang: KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAHANAN KEAMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Indeks: HANKAM. POLITIK. ABRI. Warga negara. Wawasan Nusantara.
.”Wawasan Nusantara adalah pandangan geopolitik bangsa Indonesia dalam mengartikan tanah air Indonesia sebagai satu kesatuan yang meliputi seluruh wilayah dan segenap kekuatan negara yang mencakup politik,ekonomi, sosial-budaya dan pertahanan keamanan. Mengingat bentuk dan letak geografis Indonesia yang merupakan suatu wilayah lautan dengan pulau-pulau di dalamnya, dan mempunyai letak equatorial beserta segala sifat dan corak khasnya, maka implementasi nyata dari Wawasan Nusantara yang menjadi kepentingan pertahanan keamanan negara harus ditegakkan. Realisasi penghayatan dan pengisian Wawasan Nusantara di satu pihak menjamin keutuhan wilayah nasional dan melindungi sumber-sumber kekayaan alam beserta pengelolanya, sedangkan di lain pihak dapat menunjukkan kedaulatan negara Republik Indonesia .
II. Latar Belakang Filosofis Wawasan Nusantara Berdasarkan Falsafah Pancasila
Dasar pemikiran wawasan nasional lndonesia, Bangsa lndonesia dalam menentukan wawasan nasional mengembangkan dari kondisi nyata. lndonesia dibentuk dan dijiwai oleh pemahaman kekuasan dari bangsa lndonesia yang terdiri dari latar belakang sosial budaya dan kesejarahan Indonesia.
Berdasarkan falsafah pancasila, manusia indonesia adalah mahkluk ciptaan tuhan yang mempunyai naluri, akhlak, daya pikir, dan sadar akan keberadaannya yang serba terhubung dengan sesamannya, lingkungannya, alam semesta, dan penciptannya. Kesadaran ini menumbuhkan cipta, karsa, dan karya untuki mempertahankan eksistensi dan kelangsungan hidupnya dari generasi ke generasi. Berdasarkan kesadaran yang dipengaruhi oleh lingkungannya, manusia indonesia memiliki motivasi antara lain untuk menciptakan suasana damai dan tenteram menuju kebahagiaan serta menyelenggarakan keteraturan dalam membina hubungan antar sesama.
Dengan demikian, nilai-nilai pancasila sesungguhnya telah bersemayam dan berkembangdalam hati sanubari dan kesadaran bangsa indonesia. Nilai-nilai pancasila juga tercakup dalam penggalian dan pengembangan wawasan nasional sebagai berikut:
1. a. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Dalam sila ketuhanan yang maha esa bangsa indonesia menyatakan kepercayaan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Dalam kehidupan sehari-hari mereka mengembangkan sikap saling menghormati, memberi kesempatan dan kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing, serta tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan dengan cara apapun kepada orang lain. Sikap tersebut mewarnai wawasan nasional yang dianut oleh bangsa indonesia yang menghendaki keutuhan dan kebersamaan dengan tetap menghormati dan memberikan kebebasandalam menganut dan mengamalkan agama masing-masing.
1. b. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Dalam sila kemanusiaan yang adil dan beradab, bangsa Indonesia mengakui, menghargai, dan memberikan hak kebebasan yang sama kepada setiap wargannya untuk menerapkan hak asasi manusia (HAM). Namun kebebasan HAM tersebut tidak mengganggu dan harus menghornati HAM orang lain. Sikap tersebut mewarnai wawasan nasional yang dianut dan dikembangkan oleh bangsa Indonesia yang memberikan kebebasan dala mengekspresikan HAM dengan tetap mengingat dan menghormati hak orang lain sehingga menumbuhkan toleransi dan kerja sama.
1. c. Sila Persatuan Indonesia
Dalam sila persatuan Indonesia, bangsa Indonesia lebih mengutamakan kepentingan bangsa dan negara. Kepentingan masyarakat yang lebih luas harus diutamakan dibandibgkan dengan kepentingan golongan, suku maupun perorangan. Tetapi kepentingan yang lebih besar tersebut tidak mematikan atau meniadakan kepentingan golongan, suku bangsa, maupun perorangan. Sikap tersebut mewarnai wawasan kebangsaan atau wawasan nasional yang dianut dan dikembangkan oleh bangsa Indonesia yang mengutamakan kepentingan bangsa dan negara dengan tetap memperhatikan, menghormati, dan menampung kepentingan golongan, suku bangsa, maupun perorangan.
1. d. Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Dalam Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan, bangsa Indonesia mengakui bahwa pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan bersama diusahakan melalui musyawarah untyui mencapai mufakat. Ini berarti tidak tertutupnya kemungkinan dilakukannya pemungutan suara(voting) dan berarti tidak dilakukannya pemaksaan pendapat dengan cara apapun. Sikap tersebut mewarnai wawasan kebangsaan atau wawasan nasional yang dianut dan dikembangkan oleh bangsa Indonesia yang melakukan musyawarah untuk mencapai mufakat dengan tetap menghargai dan menghormati perbedaan pendapat.
1. e. Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Dalam sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, bangsa indonesia mengakui dan menghargai warganya untuk mencapai kesejahteraan yang setinggi-tingginya sesuai hasilm karya dan usahanya masing-masing. Tetapi usaha untuk meningkatkan kemakmuran tersebut tanpa merugikan apalagi menghancurkan orang lain.
Kemakmuran yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia bukankemakmuran yang tingkatannya sama bagi semua wargannya. Sikap tersebut mewarnai wawasan kebangsaan atau wawasan nasional yang dianut dan dikembangkan oleh bangsa Indonesiaq yang memberikan kebebasan untuki mencapai kesejahteraan setinggi-tingginya bagi setiap orang dengan memperhatikan keadilan bagi daerah penghasil, daerah lain, dan orang lain sehingga tercapai kemakmuran yang memenuhi persyaratan kebutuhan minimal.
III. Implementasi Wawasan Nusantara Dalam Kehidupan Nasional
Dalam rangka menerapkan Wawasan Nusantara , kita sebaiknya terlebih dahulu mengerti dan memahami pengertian , ajaran dasar , hakikat , asas , kedudukan , fungsi serta tujuan dari Wawasan Nusantara . Wawasan Nusantara dalam kehidupan nasional yang mencakup kehidupan politik , ekonomi , sosial budaya , dan pertahanan keamanan harus tercermin dalam pola pikir , pola sikap , dan pola tindak yang senantiasa mengutamakan kepentingan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia di atas kepentingan pribadi dan golongan . Dengan demikian , Wawasan Nusantara menjadi nilai yang menjiwai segenap peraturan perundang-undangan yang berlaku pada setiap strata di seluruh wilayah negara , sehingga menggambarkan sikap dan perilaku , paham serta semangat kebangsaan atau nasionalisme yang tinggi yang merupakan identitas atau jati diri bangsa Indonesia .
Sebagai cara pandang dan visi nasional Indonesia , Wawasan Nusantara harus dijadikan arahan , pedoman , acuan , dan tuntutan bagi setiap individu bangsa Indonesia dalam membangun dan memelihara tuntutan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia . Karena itu , implementasi atau penerapan Wawasan Nusantara harus tercermin pada pola pikir , pola sikap , dan pola tindak yang senantiasa mendahulukan kepentingan bangsa dan negara Kesatuan Republik Indonesia dari pada kepentingan pribadi atau kelompok sendiri . Dengan kata lain , Wawasan Nusantara menjadi pola yang mendasari cara berpikir , bersikap , dan bertindak dalam rangka menghadapi , menyikapi , atau menangani berbagai permasalahan menyangkut kehidupan bermasyarakat , berbangsa , dan bernegara . Implementasi Wawasan Nusantara senantiasa berorientasi pada kepentingan rakyat dan wilayah tanah air secara utuh dan menyeluruh sebagai berikut :
1. Implementasi Wawasan Nusantara dalam kehidupan politik akan menciptakan iklim penyelenggaraan Negara yang sehat dan dinamis . Hal tersebut nampak dalam wujud pemerintahan yang kuat , aspiratif dan terpercaya yang dibangun sebagai penjelmaan rakyat.
2. Implementasi Wawasan Nusantara dalam kehidupan ekonomi akan menciptakantatanan ekonomi yang benar - benar menjamin pemenuhan dan peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata .
3. Implementasi Wawasan Nusantara dalam kehidupan social budaya akan menciptakansikap batiniah dan lahiriah yang mengakui , menerima , dan dan menghormati segala bentuk perbedaan atau kebhinnekaan sebagai kenyataan hidup sekaligus karunia pencipta .
4. Implementasi Wawasan Nusantara dalam kehidupan Hankam akan menumbuhkankesadaran cinta tanah air dan bangsa yang lebih lanjutkan membentuk sikap bela negara pada setiap warga Negara Indonesia .
IV. Pengertian Wawasan Nusantara
Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa lndonesia mengenai diri dan lingkungannya yang serba beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan wilayah dengan tetap menghargai dan menghormati kebhinekaan dalam setiap aspek kehidupan nasional untuk mencapai tujuan nasional.
this me.. :D
Labels
Mengenai Saya
- all about susan
- hmmmpppp .. menilai diri sendiri itu ga' mudah,, so far gw cuma wanita biasa yg punya sejuta mimpi & harapan yg segera ingin diwujudkan!Entah penilaian orang apa, tapi.. gw ingin dikagumi bkn krn fisik semata tp inner beauty dlm diri gw.gw hanya hamba ALLAH yang berusaha menjadi KEBANGGAAN utk keluarga, sahabat, maupun di hadapan-NYA.
Pengikut
Diberdayakan oleh Blogger.