Minggu, 23 Mei 2010

MENJAGA FLUKTUASI HARGA SEMBAKO

Setiap kali menjelang perayaan hari-hari besar keagamaan, fluktuasi harga-harga kebutuhan pokok selalu saja terjadi. Dan bahkan bagi banyak orang, fenomena ini menjadi sesuatu yang lumrah. Pemerintah pun sering tak kuasa menghadapi persoalan dimaksud. Harga melonjak, stok di pasaran pun terkadang amat terbatas.
Di berbagai daerah kebutuhan minyak tanah sulit terpenuhi. Konversi minyak tanah ke gas belum sepenuhnya menjadi jawaban. Dan bahkan harga gas elpiji pun sudah ikut naik. Harga-harga sembako lainnya pun sudah melampaui batas-batas kewajaran.
Jika harga-harga kebutuhan pokok melambung tinggi, tentu masyarakatlah yang dirugikan. Perayaan hari-hari besar keagamaan yang seyogianya dirayakan dengan suka cita, berobah menjadi ratapan kepedihan. Dan sialnya, persoalan seperti ini selalu saja muncul setiap tahunnya, tanpa pernah ada solusi yang bijaksana.
Pemerintah yang memegang peran sebagai regulator, hendaknya mampu mengendalikan sesuatu yang mendatangkan keresahan bagi masyarakat ini. Ulah para spekulan, harus diantisipasi. Kini, ketika bulan Ramadhan yang sudah didepan mata, akan menjadi momentum untuk melihat sejauh mana kesigapan pemerintah tersebut.
Oleh karena itu, pemerintah melalui instansi terkait harus pro aktif. Berbagai terobosan harus dilakukan. Jangan menunda waktu lagi. Masyarakat sangat mengharapkan solusi dari pemerintah dalam menjalankan fungsinya sebagai regulator. Sebab, tak dapat dipungkiri bahwa dengan melonjaknya harga-harga sembako tersebut telah membuat warga masyarakat menjerit. Kejadian seperti ini bahkan sudah terjadi di hampir semua daerah.
Kita menyadari bahwa kenaikan harga-harga kebutuhan pokok adalah kejadian yang saling berkaitan antara yang satu dengan yang lain. Efek variabel yang ditimbulkannya pun sangat banyak. Dan jika tidak ada upaya nyata untuk setidaknya meminimalisir pertautan antara kebutuhan pokok yang satu dengan yang lain, maka akan menimbulkan implikasi yang beragam. Inilah problema serius yang harus disikapi dengan bijak.
Harga minyak goreng curah belum bisa dituntaskan, kini kelangkaan minyak tanah pun sering terjadi. Kebijakan pemerintah untuk melakukan konversi dari minyak tanah ke gas elpiji ternyata telah menimbulkan efek domino. Masyarakat yang belum siap, ternyata dipaksa untuk melakukan sesuatu yang jauh dari jangkauannya.
Kebijakan pemerintah tersebut akhirnya berpengaruh pada subsidi dan jatah distribusi minyak tanah di daerah tertentu. Pengurangan jatah tersebut telah dengan signifikan mempengaruhi volume minyak tanah yang beredar di pasaran.
Dengan demikian tuntutan akan minyak tanah tetap masih tinggi. Padahal ketersediaan masih amat terbatas. Akibatnya kelangkaan minyak tanah menjadi rongrongan penderitaan bagi masyarakat. Lagi-lagi, kelangkaan minyak tanah telah menjadi momok yang menakutkan bagi masyarakat. Dan jika dikaitkan dengan berbagai dimensi kehidupan, krisis minyak tanah ini telah menimbulkan implikasi yang sangat besar bagi kehidupan di masyarakat.
Kemudian, akibat kenaikan harga-harga kebutuhan pokok, masyarakat pun menjadi resah. Kecemasan dan kepanikan datang menghantui. Sekalipun pemerintah menghimbau agar masyarakat tidak panik, akan tetapi jika kenyataannya kelangkaan lonjakan harga-harga terus terjadi, maka kepanikan dimaksud sulit untuk dihindari.
Pemerintah harus mampu mengendalikan harga-harga sembako. Lonjakan harga hanya akan semakin meresahkan masyarakat. Pada gilirannya juga akan menyebabkan daya beli masyarakat menjadi rendah. Daya beli juga akan berpengaruh pada pola konsumsi dan transaksi ekonomi yang pada gilirannya akan menyebabkan semakin bertambahnya jumlah rakyat miskin.
Perayaan hari-hari besar keagamaan seharusnya membawa kebahagiaan bagi masyarakat, bukan justru diperhadapkan kepada persoalan-persoalan hidup sehari-hari.

0 komentar:

Posting Komentar

this me.. :D

this me.. :D
saya saya saya