BAB III METODOLOGI
3.1 Jenis Penelitian dan Gambaran Populasi
Jenis penelitian ini termasuk jenis penelitian yang bersifat kausal, yaitu penelitian yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara satu variabel dengan variabel lain, dimana mereka saling mempengaruhi ( Hurlock, 2004).
Untuk memudahkan penelitian, maka digunakan metode sampling. Yaitu dengan mengambil sejumlah sampel dari suatu populasi.
Populasi adalah sekelompok orang, kejadian, atau benda, yang dijadikan obyek penelitian. Jika yang ingin diteliti adalah sikap konsumen terhadap satu produk tertentu, maka populasinya adalah seluruh konsumen produk tersebut. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh pembaca surat kabar.
Sedangkan sampel adalah sebagian dari populasi yang memiliki karakteristik populasi (Azwar, 1998, h.77).. Sampel yang diambil adalah pembaca surat kabar “Kompas”.
Penelitian terhadap sampel bisa lebih reliabel daripada terhadap populasi, misalnya, karena elemen sedemikian banyaknya maka akan memunculkan kelelahan fisik dan mental para pencacahnya sehingga banyak terjadikekeliruan. (UmaSekaran, 1992);
Populasi homogen, penelitian terhadap seluruh elemen dalam populasi menjadi tidak masuk akal.
Dalam penelitian ini, teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling, yang berarti sampel yang diambil memiliki ciri khas dan batasan tertentu yang telah ditetapkan agar sampel tersebut valid dan reliabel dengan tujuan. ( Bungin, 2001).
3.2 Jenis data dan Sumber data
Data yang digunakan dalam penulisan ini terdiri dari :
1. Data Primer
Data Primer diperoleh dengan survey lapangan yang menggunakan semua metode pengumpulan data original (Kuncoro, 2001:25) .Data ini berupa informasi yang diperoleh melalui jawaban-jawaban atas pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner, wawancara maupun pengamatan langsung yang berkaitan dengan veriabel-variabel dalam penelitian.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang telah dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data. Tersedianya data sekunder akan lebih mempermudah dan mempercepat jalannya penelitian (Kuncoro, 2001:25) Data dalam penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan data dari buku-buku referensi, artikel, jurnal, maupun website yang berkaitan dengan variabel yang telah dipilih.
3.3 Instrumen Penelitian
Instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya. “Instrumen penelitian” yang diartikan sebagai “alat bantu” merupakan saran yang dapat diwujudkan dalam benda salah satunya yaitu angket (kuesioner). Sebelum dilakukan pengujian, harus dilakukan uji kereiabelan (reliability) dan uji kevalidan (validity) daftar pertanyaan.
Instrumen merupakan alat bantu bagi peneliti di dalam menggunakan metode pengumpulan data. Dengan demikian terdapat kaitan antara metode dengan instrumen pengumpulan data. Pemilihan satu jenis metode pengumpulan data kadang-kadang dapat memerlukan lebih dari satu jenis instrumen. Sebaliknya satu jenis instrumen dapat digunakan untuk berbagai macan metode.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data pada penulisan ini adalah dengan menggunakan :
a. Angket (kuesioner) : Merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan memberikan atau menyebarkan daftar pertanyaan kepada responden dengan harapan memberikan respon atas daftar pertanyaan tersebut.
b. Wawancara : Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan berhadapan secara langsung dengan yang diwawancarai tetapi dapat juga diberikan daftar pertanyaan dahulu untuk dijawab pada kesempatan lain.
JENIS PERTANYAAN DALAM KUISONER
Perbedaaan pertanyaan dalam wawancara dengan pertanyaan dalam kuesioner adalah dalam wawancara memungkinkan adanya interaksi antara pertanyaan dan artinya. Dalam wawancara analis memiliki peluang untuk menyaring suatu pertanyaan, menetapkan istilah-istilah yang belum jelas, mengubah arus pertanyaan, memberi respons terhadap pandangan yang rumit dan umumnya bisa mengontrol agar sesuai dengan konteksnya. Beberapa diantara peluang-peluang diatas juga dimungkinkan dalam kuesioner. Jadi bagi penganalisis pertanyaan-pertanyaan harus benar-benar jelas, arus pertanyaan masuk akal, pertanyaan-pertanyaan dari responden diantisipasi dan susunan pertanyaan direncanakan secara mendetail.
Jenis-jenis pertanyaan dalam kuesioner adalah :
1. Pertanyaan Terbuka : pertanyaan-pertanyaan yang memberi pilihan-pilihan respons terbuka kepada responden. Pada pertanyaan terbuka antisipasilah jenis respons yang muncul. Respons yang diterima harus tetap bisa diterjemahkan dengan benar.
2. Pertanyaan Tertutup : pertanyaan-pertanyaan yang membatasi atau menutup pilihan-pilihan respons yang tersedia bagi responden. Jenis pertanyaan tetutup khusus lainnya ialah pertanyaan dua pilihan. Jenis pertanyaan ini membatasi orang yang ditanya karena hanya memungkinkan untuk memilih salah satu dari dua pilihan, seperti ya atau tidak, benar atau salah, setuju atau tidak setuju.
3.5 DEFINISI OPERASIONAL
Definisi operasional adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat hal yang didefinisikan dapat diamati. (Suryabrata, 1998, h.76). Definisi operasional dapat membantu untuk menunjukkan alat pengambilan data yang tepat dalam suatu penelitian. Definisi operasional variabel-variabel dalam penelitian ini adalah :
1. Loyalitas Merek merupakan kecenderungan konsumen dalam melakukan pembelian terhadap merek tertentu secara berulang-ulang, konsisten selama ini dan pada pembelian di masa yang akan datang, tanpa terpengaruh dari adanya situasi dan usaha pemasaran dari merek lain, menyukai dan memiliki keterlibatan emosional terhadap merek tersebut, memiliki kepuasan terhadap merek itu, dan adanya keengganan untuk berpindah ke merek lain.
2. Citra Merek merupakan keseluruhan persepsi mengenai suatu merek yang melekat dalam benak konsumen, karena merek tersebut memiliki kepribadian, keuntungan fungsional, eksperiental, dan nilai sebagai akibat dari informasi dan pengalaman secara langsung/tidak langsung terhadap merek tersebut.
3.6 Analisis Menggunakan Tingkat Persentasi Dengan Diagram
Permasalahan yang akan dibahas adalah sampai sejauh mana pengaruh faktor loyalitas merk, dan Citra Merk terhadap keputusan konsumen memilih surat kabar “Kompas”, yaitu menggunakan tingkat persentasi dengan diagram. Berikut ini adalah rumus untuk mendapatkan tingkat persentasi responden:
Rumus % Responden : A/N x 100%
Keterangan :
A = Banyaknya responden dari masing - masing pilihan responden (dari daftar pertanyaan)
N = Jumlah seluruh responden
Dengan demikian maka akan di dapat analisis akhir responden dengan tingkat persentasi menggunakan diagram.
Pages
Kamis, 25 November 2010
PENGARUH CITRA MEREK ( BRAND IMAGE ) SURAT KABAR HARIAN KOMPAS TERHADAP LOYALITAS MEREK PADA MASYARAKAT PELANGGAN HARIAN KOMPAS
Selasa, 23 November 2010
PENGARUH CITRA MEREK ( BRAND IMAGE ) SURAT KABAR HARIAN KOMPAS TERHADAP LOYALITAS MEREK PADA MASYARAKAT PELANGGAN HARIAN KOMPAS
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 LOYALITAS BRAND
2.1.1 Pengertian Merek
Merek adalah cara membedakan sebuah nama dan/atau simbol – seperti logo, trademark, atau desain kemasan – yang dimaksudkan untuk mengidentifikasikan produk atau jasa dari satu produsen atau satu kelompok produsen dan untuk membedakan produk atau jasa itu dari produsen pesaing. (Aaker, 1991, h.2)
Merek merupakan serangkaian asosiasi yang dihubungkan pada sebuah nama atau sebuah tanda yang berasosiasi dengan produk atau jasa tertentu. Asosiasi ini bisa positif ataupun negatif, dan semua hal bisa diberi merek. Merek memiliki kemampuan untuk membentuk bagaimana konsumen melihat produk bahkan merek dapat menyukseskan atau justru menggagalkan sebuah produk di dunia bisnis. (Tybout & Calkins, 2005, p.8)
Merek sendiri mempunyai peran utama sebagai pembeda produk yang satu dengan produk sejenis di pasaran. Merek merupakan jalan pintas proses komunikasi, hanya dengan sebuah nama sebagai merek nama tersebut akan diikuti dengan serangkaian kesan dan perasaan. Sebuah nama dapat dikatakan sebagai merek jika nama tersebut :
1) Membawa nilai-nilai yang jelas. Dalam pikiran konsumen, merek harus mempunyai profil yang jelas akan nilai-nilai yang diwakilinya,
2) Dapat dibedakan. Merek tersebut harus dapat membuat produknya terlihat berbeda dibandingkan dengan produk sejenisnya,
3) Menarik. Merek harus menarik, memberikan pengalaman positif serta dapat menimbulkan alasan emosional bagi konsumen untuk mempercayai dan mengandalkan merek tersebut,
4) Memiliki identitas yang jelas. Merek harus bisa dikenali konsumen dengan mudah, dan mudah untuk diingat. Jika merek suatu produk tidak dapat diidentifikasi oleh konsumen, maka tidak mungkin akan terjadi loyalitas merek. (Nilson, 1998. h.52-55).
Merek bagi konsumen sekarang ini tidak lagi hanya dilihat dari kemampuan fungsional produknya saja tapi bagaimana merek tersebut dapat menimbulkan emosi-emosi tertentu pada pelanggannya, apakah merek tersebut dapat berperan sebagai trendsetter, apakah merek itu dapat memenuhi janji-janji yang dipromosikannya, serta nilai apa saja yang dipegang oleh merek tersebut. Merek sering dideskripsikan dalam istilah-istilah karakteristik manusia, hal ini terjadi karena konsumen sering melihat merek sebagai ‘manusia” atau memiliki karakter dan kepribadian sehingga dapat terjadi interaksi antara konsumen dengan merek, dengan kata lain merek dapat dianalisis seperti makhluk hidup, merek memiliki nama, punya anak produk (kerabat), berpenampilan (tampilan produk), dapat berbicara (dari label dan iklannya), yang dapat dilakukan (performa fungsional produk), dan mempunyai reputasi (dari rekomendasi dan pengalaman orang lain atau media). (Pringle & Thompson, 2001, h.49-59)
Merek sebenarnya telah digunakan selama berabad-abad oleh manusia. Bentuk awal dari merek antara lain yaitu, penggunaan cap pada hewan ternak, atau pengaplikasian tanda tangan dari seorang artis pada karyanya – misalnya Rembrandt menandatangani lukisan-lukisannya. Hal ini dilakukan agar konsumen mengetahui siapa pembuatnya, yang merupakan tanda atas jaminan kualitas dan jalan untuk membangun reputasi. Seiring kemajuan jaman, merek berkembang pesat ketika jarak antara produsen dan konsumen semakin jauh, sehingga penggunaan merek ditujukan sebagai cara komunikasi antara produsen dan konsumen. Persaingan yang tinggi membuat merek dengan reputasi dan kepercayaan yang kuat dari konsumen, menyingkirkan para pesaingnya untuk
masuk ke dalam pangsa pasar yang sama. (Nilson,1998, h. 57-59).
Perkembangan merek dalam dunia periklanan terbagi menjadi tiga tahap yaitu :
1. Rasional : merupakan tahap dimana pesan yang dikirim sama dengan pesan yang diterima. Awalnya, suatu produk dipublikasikan secara konkrit dan fungsional. Kualifikasi produk secara nyata sesuai dengan apa yang diiklankan. Kualifikas yang ditawarkan pun lebih terletak pada inovasi-inovasi baru yang diterapkan produsen pada produk tersebut.
2. Emosional : disadari bahwa konsumen menyaring pesan tidak hanya melalui persepsi mereka terhadap produsen, atau medium yang digunakan untuk menyampaikan pesan tersebut tapi juga dari persepsi masing-masing individu itu sendiri. Pada tahap ini, merek tidak lagi dianggap hanya sebagai sebuah objek saja tapi mempunyai karakteristik tertentu. Sehingga banyak dari produsen memposisikan merek mereka dengan karakteristik tertentu misalnya, Mercedes Benz dengan prestise, ataupun menggunakan selebriti tertentu yang dipandang memiliki karakteristik yang dapat mewakili merek tersebut.
3. Spiritual : merek harus mempunyai nilai-nilai tertentu atau menjunjung suatu nilai tinggi. Sebagai contoh adalah The Body Shop yang mengklaim bahwa produknya tidak melalui percobaan pada hewan ternyata mampu menarik konsumen meskipun tanpa adanya iklan. Pada tahap ini, perkembangan berubah arah dengan menekankan kepada nilai-nilai yang lebih tinggi. Produsen yang mengambil langkah-langkah untuk mencegah pencemaran lingkungan, penghentian akan eksperimen pada hewan, mempunyai misi kemanusiaan, ataupun mengedepankan nilai-nilai kekeluargaan, mendapatkan keuntungan lebih dan promosi gratis untuk produk dan merek mereka. (Pringle & Thompson, 2001, h.64-87).
Periklanan di media massa inilah yang sekarang paling gencar dalam membentuk citra merek di mata konsumen. Semua bentuk periklanan, baik di media cetak ataupun media elektronik, bertujuan untuk membuat konsumen tertarik dengan produk atau merek yang ditawarkan. Perubahan fokus perhatian merek dari satu tahap ke tahap selanjutnya juga menunjukkan bahwa mindset (pola pikir) konsumen berubah dari masa-masa, sehingga merek menyesuaikan citra merek di mata publik untuk dapat menyentuh citra dan pribadi setiap konsumen.
2. 1.2 Loyalitas Merek
Loyalitas merupakan sebuah konsep yang menekankan pada runtutan pembelian, proporsi pembelian, atau dapat juga probabilitas pembelian (Basu Swastha, 1999). Loyalitas
berkembang melalui empat tahap :
1. Loyalitas Kognitif, yang didasarkan pada kepercayaan konsumen mengenai kualitas dari brand. Loyalitas tahap pertama ini bukan merupakan bentuk loyalitas yang kuat.
2. Loyalitas Afektif, tahap ini berkaitan sikap konsumen yang didorong oleh kepuasan dan kesukaan konsumen. Loyalitas tahap ini jauh lebih sulit berubah karena loyalitasnya sudah masuk ke dalam benak konsumen sebagai sikap. Namun demikian loyalitas afektif ini masih tetap belum menjamin adanya loyalitas. Loyalitas tahap ini dicerminkan oleh
tingkat kesukaan, tingkat kepuasan konsumen.
3. Loyalitas Konatif, merupakan kondisi konsumen yang loyal yang dipengaruhi oleh niatan untuk melakukan sesuatu (dimensi konatif) yang mencakup niat atau komitmen yang tinggi untuk melakukan pembelian. Jenis komitmen pada tahap ini sudah melampaui loyalitas afektif. Niat untuk melakukan pembelian ulang dapat dianggap sebagai tanda awal munculnya loyalitas.
4. Loyalitas Tindakan yaitu tahap dimana aspek konatif atau niat melakukan telah mengalami perkembangan, yaitu dikonversi menjadi perilaku atau tindakan.
a. Pengertian loyalitas merek menurut para ahli, yaitu :
1.(Setiadi, 2003, h. 124-125) : Loyalitas merek dapat didefinisikan sebagai sikap menyenangi suatu merek yang direpresentasikan dalam pembelian yang konsisten terhadap merek itu sepanjang waktu. Pada loyalitas merek, tidak ada lagi merek yang dipertimbangkan untuk dibeli selain merek produk yang sering dibelinya.
2. (Peter & Olson, 2002, h.406) : Loyalitas merek adalah komitmen instrinsik untuk melakukan pembelian berulang terhadap suatu merek tertentu.
3. (Mowen, 1994, h.531-533) : Brand Loyalty atau loyalitas merek didefinisikan sebagai tingkat dimana konsumen mempunyai sikap positif terhadap merek, mempunyai komitmen terhadap merek itu, dan memiliki niat untuk tetap melakukan pembelian secara kontinyu. Loyalitas merek dipengaruhi secara langsung oleh kepuasan atau ketidakpuasan konsumen terhadap merek yang terakumulasi dalam jangka waktu tertentu. Seorang konsumen akan menunjukkan loyalitas merek ketika ia tidak hanya melakukan pembelian berulang tapi ia juga benar-benar menyukai dan memilih merek tersebut.
4. (Uncles et al, 2003, h.295-298) ada tiga pendekatan populer mengenai loyalitas merek, yaitu:
a. Pendekatan Sikap
Loyalitas hanyalah sikap yang terkadang mengakibatkan adanya hubungan dengan merek. Banyak peneliti berpendapat bahwa konsumen harus memiliki attitudinal commitment terhadap sebuah merek supaya loyalitas sejati dapat timbul (Reichheld,1996). Hal ini sama saja berarti bahwa konsumen memiliki serangkaian nilai-nilai yang positif secara konsisten
terhadap suatu merek yang dibelinya. Sikap-sikap bisa diukur dengan menanyakan pada konsumen seberapa besar mereka menyukai merek tertentu, apakah mereka selalu menggunakan merek itu, apakah mereka akan merekomendasikan merek itu, dan apakah mereka memiliki kepercayaan dan perasaan yang positif terhadap merek itu dibandingkan
dengan merek lain.
b. Pendekatan Perilaku
Menurut pendekatan ini, loyalitas terutama diekspresikan melalui perilaku yang tampak. Loyalitas terutama ditilik dari pola pembelian lampau, dengan faktor motivasi konsumen atau komitmen terhadap merek hanya sebagai pertimbangan tambahan. Berbagai penelitian dari berbagai kategori produk di berbagai negara, ditemukan bahwa pola pembelian terdiri dari tiga, yaitu: “monogamous” (100% loyal) dan “promicuous” (tidak adanya loyalitas terhadap merek apapun), kedua pola ini hanya terjadi pada sejumlah kecil konsumen., sedangkan konsumen kebanyakan merupakan “polygamous” (loyal terhadap beberapa merek dalam satu kategori produk). Loyalitas (Ehrenberg & Scriven,1999) didefinisikan sebagai kecenderungan alami untuk membeli merek tertentu – biasanya
salah satu dari berbagai merek – secara berkelanjutan.
c. Pendekatan Kontingensi
Menurut pendekatan kontingensi, konseptualisasi loyalitas yang lebih tepat adalah hubungan antara sikap dan perilaku dipengaruhi oleh variabel kontingensi seperti keadaan individu saat ini, karakteristik individual dan situasi pembelian yang dihadapi. Dengan kata lain, sikap yang kuat terhadap suatu merek hanya dapat sedkit memprediksikan apakah merek tersebut akan dibeli kembali pada kesmpatan berikutnya, karena banyak faktor lain yang dipertimbangkan ketika menginginkan suatu merek. Keadaan individu termasuk dana yang tersedia dan tekanan waktu, karakteristik individu direfleksikan dalam keinginan akan varietas, kebiasaan, kebutuhan akan konformitas, toleransi terhadap resiko dsb. Situasi pembelian meliputi tersedianya produk, promosi, adanya acara-acara khusus.
5.Jacoby & Kyner (dalam Mowen, 1995 dan Horton, 1984), definisi konseptual dari loyalitas merek adalah :
1) The biased (non random) : Loyalitas bukan merupakan kejadian yang terjadi secara acak, tapi dapat dipengaruhi pada kadar tertentu oleh tindakan pemasar merek
2) Behavioral response : Laporan verbal dari konsumen tidak cukup untuk mengukur loyalitas merek, melainkan harus didukung oleh bukti-bukti yang berupa pembelian dari konsumen tersebut, terutama pembelian berulang.
3) Expressed over time : Perilaku pembelian ulang ini harus dilakukan sepanjang waktu.
4) By decision making unit : Ditunjukkan oleh berbagai unit pembuat keputusan, yaitu oleh individu, pasangan atau keluarga yang berperan sebagai pembeli, pemakai, dan pembuat keputusan.
5) With respect to one or more alternative brands out of a set of such brands : Dengan mempertimbangkan bahwa adanya kemungkinan bahwa seorang konsumen dapat loyal terhadap lebih dari satu merek pada satu periode waktu.
6) A function of psychological process : ketika konsumen memiliki loyalitas terhadap suatu merek tertentu, maka ia akan lebih menyukai, mempercayai (berkomitmen) dan membangun perasaan positif trhadap merek tersebut.
Menurut Horton (1984), agar loyalitas merek sejati dapat muncul, harus ada komitmen psikologis dalam tingkatan tertentu dari konsumen terhadap suatu merek.
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi Loyalitas Merek
Loyalitas merek dihasilkan dari penggunaan produk dari suatu merek untuk pertama kalinya, yang diperkuat melalui adanya kepuasaan akan penggunaan produk tersebut yang kemudian dilanjutkan dengan pembelian ulang (aspek Behavioral) dan dari proses pembandingan atribut antara merek yang satu dengan yang lain, yang mengarah pada referensi merek yang kuat dan perilaku pembelian ulang (aspek Kognitif). (Schiffman & Kanuk, 2000).
Menurut Marconi (1994, h.56-60), keputusan konsumen untuk tetap
loyal pada merek tertentu didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan berikut yaitu :
a. Nilai (harga dan kualitas merek)
Penurunan standar kualitas akan mengecewakan bahkan pada konsumen yang loyal, begitu juga perubahan harga yang tidak layak. Loyalitas muncul ketika konsumen beranggapan bahwa harga yang harus dibayar sesuai dengan kualitas merek tersebut sapanjang pembelian yang dilakukannya.
b. Reputasi dan Karakteristik merek
Merek yang memiliki reputasi yang diakui secara nasional bahkan internasional, akan lebih dipercaya oleh banyak konsumen. Pada banyak kasus, konsumen melakukan pembelian hanya didasarkan pada reputasi ini saja. Karakteristik personal yang diadopsi oleh merek dalam kalimat-kalimat iklannya, membentuk kepribadian merek dan membangun jenis identifikasi konsumen – pengidentifikasian diri konsumen dengan merek yang nantinya mengarah pada loyalitas merek.
c. Kenyamanan dan kemudahan mendapatkan merek
Kenyamanan dan kemudahan mendapatkan merek merupakan faktor penentu penting untuk membangun loyalitas konsumen. Semua kelebihan merek tertentu tidak akan berarti jika produk dari merek tersebut tidak mudah didapatkan dan susah diakses, meragukan bagi konsumen untuk membeli merek tersebut. Terutama pada masyarakat sekarang yang
cenderung menuntut, merek atau perusahaan yang dapat berhasil adalah merek yang menawarkan pembelian produk secara nyaman, dapat dibeli lewat telepon atau internet, dapat dibayar dengan kartu kredit, dikirimkan dalam waktu yang layak, dan dapat dikembalikan dengan mudah.
d. Kepuasan
Kepuasan merupakan faktor penentu kenapa konsumen cenderung menggantikan barang-barang mereka yang rusak atau yang lama dengan barang-barang bermerek sama. Kepuasan konsumen dapat dikatakan sebagai akumulasi dari faktor-faktor loyalitas merek yang lain.
e. Pelayanan
Pelayanan pasca jual yang buruk merupakan faktor utama dari ketidakpuasan konsumen, terutama jika merek atau perusahaan tersebut tidak dapat memenuhi tingkat pelayanan yang dijanjikannya. Merek yang secara kualitas tidak lebih baik dari pesaingnya yang menawarkan harga rendah atupun kualitas dapat menikmati keuntungan penjualan karena kualitas pelayanan mereka yang baik.
f. Garansi atau jaminan
Meskipun tidak semua konsumen memanfaatkan garansi atau jaminan dari merek produk yang mereka beli, tapi dengan adanya penawaran garansi atau jaminan, maka hal ini akan menambah nilai terhadap produk tersebut.
c. Tingkat Loyalitas Merek
Menurut Aaker (1991, h.40-41), mengemukakan bahwa loyalitas memiliki tingkatan yang ia sebut Piramida Loyalitas, dimana idealnya bersifat hierarkis, Piramida Loyalitas ini terdiri dari :
1. Switchers
Konsumen yang tidak memiliki loyalitas. Merupakan tingkat loyalitas paling dasar dimana konsumen merasa tidak ada perbedaan berarti antara satu merek dengan merek lainnya dalam kategori produk tersebut. Setiap merek dipersepsikan sama dan nama merek kurang berperan dalam keputusan pembelian. Apapun merek yang murah dan dapat digunakan akan dipilih.
2. Habitual Buyer
Tingkat kedua ini meliputi konsumen yang puas dengan produk atau setidaknya tidak kecewa dengan penggunaan merek tersebut. Konsumen pada tingkat ini disebut juga pembeli berdasarkan kebiasaan (habitual buyers), sehingga jika tidak ada stimulus yang cukup kuat dari merek pesaing, konsumen jarang merubah pola kebiasaannya dalam membeli terutama jika perubahan tersebut disertai usaha dari pihak konsumen. Konsumen pada tingkat ini rentan terhadap promosi dari pesaing yang memberikan kelebihan lain, meskipun relatif sulit dipengaruhi oleh pesaing karena konsumen tidak memiliki alasan untuk mencari merek alternatif.
3. Satisfied Buyer with Switching Costs
Disebut juga Switching Cost Loyal. Meliputi konsumen yang puas dengan merek produk dan memiliki switching costs – kerugian uang, waktu, atau resiko performansi yang diasosiasikan dengan penggantian merek. Merupakan pembeli yang cenderung mempelajari setiap aspek dan kelebihan dari merek tertentu atau adanya ketakutan akan resiko merek yang lain tidak mampu berfungsi sebaik merek yang saat ini digunakan. Untuk menarik perhatian konsumen di tingkat ini, pesaing harus dapat memberikan kompensasi yang cukup dengan penawaran dan kelebihan yang lebih besar.
4. Likes the Brand
Tingkat dimana pembeli benar-benar menyukai merek tersebut. Pembeli tidak selalu dapat mendeskripsikan apa yang ada pada merek tersebut yang membuat mereka menyukainya, meskipun pembeli telah berkali-kali menggunakannya. Rasa suka mereka mungkin didasarkan dari asosiasi seperti simbol, pengalaman penggunaan, dan kualitas. Konsumen pada tingkat ini disebut juga teman dari merek (friends of the brand) karena adanya keterikatan perasaan dan emosional dengan merek yang mereka gunakan.
5. Commited Buyer
Tingkat loyalitas tertinggi. Konsumen memiliki perasaan bangga sebagai pengguna merek tertentu. Merek tersebut penting bagi mereka, baik dipandang dari segi fungsi ataupun sebagai alat pengekspresian tentang diri mereka. Loyalitas mereka ditunjukkan dengan merekomendasikan merek tersebut pada orang lain, dan bangga untuk mengenakan barang-barang yang memiliki simbol-simbol merek tersebut.
2.2 CITRA MEREK
2.2.1 Pengertian Citra Merek
1. Citra merek (Brand Image) merupakan representasi dari keseluruhan persepsi terhadap merek dan dibentuk dari informasi dan pengalaman masa lalu terhadap merek itu. Citra terhadap merek berhubungan dengan sikap yang berupa keyakinan dan preferensi terhadap suatu merek. Konsumen yang memiliki citra yang positif terhadap suatu merek, akan lebih memungkinkan untuk melakukan pembelian.(Setiadi, 2003, h.180).
2. Citra merek merupakan serangkaian asosiasi yang ada dalam benak konsumen terhadap suatu merek, biasanya terorganisasi menjadi suatu makna. Hubungan terhadap suatu merek akan semakin kuat jika didasarkan pada pengalaman dan mendapat banyak informasi. Citra atau asosiasi merepresentasikan persepsi yang bisa merefleksikan kenyataan yang objektif ataupun tidak. Citra yang terbentuk dari asosiasi inilah yang mendasari dari keputusan membeli bahkan loyalitas merek (brand loyalty) dari konsumen. Konsumen lebih sering membeli produk dengan merek yang terkenal karena merasa lebih nyaman dengan hal-hal yang sudah dikenal, adanya asumsi bahwa merek terkenal lebih dapat diandalkan, selalu tersedia dan mudah dicari, dan memiliki kualitas yang tidak diragukan, sehingga merek yang lebih dikenal lebih sering dipilih konsumen daripada merek yang tidak.(Aaker, 1991, p.99-100).
3. Citra merek meliputi pengetahuan dan kepercayaan akan atribut merek (aspek Kognitif), konsekuensi dari penggunaan merek tersebut, dan situasi penggunaan yang sesuai, begitu juga dengan evaluasi, perasaan dan emosi yang diasosiasikan dengan merek tersebut (aspek Afektif). Citra merek didefinisikan sebagai persepsi konsumen dan preferensi terhadap merek, sebagaimana yang direfleksikan oleh berbagai macam asosiasi merek yang ada dalam ingatan konsumen. Meskipun asosiasi merek dapat terjadi dalam berbagai macam bentuk tapi dapat dibedakan menjadi asosiasi performansi dan asosiasi imajeri
yang berhubungan dengan atribut dan kelebihan merek.(Peter & Olson, 2002, h.47, 730).
2.2.2 Faktor – faktor yang membentuk Citra merek
1. Glenn Walters (1974) mengemukakan pentingnya faktor lingkungan dan personal sebagai awal terbentuknya suatu citra merek, karena faktor lingkungan dan personal mempengaruhi persepsi seseorang. Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi adalah; atribut-atribut teknis yang ada pada suatu produk dimana faktor ini dapat dikontrol oleh produsen, selain itu juga, sosial budaya termasuk dalam faktor ini. Faktor personal adalah; kesiapan mental konsumen untuk melakukan proses persepsi, pengalaman konsumen sendiri, mood, kebutuhan serta motivasi konsumen.
2. Runyon (1980, h.17), citra merek terbentuk dari stimulus tertentu yang ditampilkan oleh produk tersebut, yang menimbulkan respon tertentu pada diri konsumen.
a. stimulus yang muncul dalam citra merek tidak hanya terbatas pada stimulus yang bersifat fisik, tetapi juga mencakup stimulus yang bersifat psikologis.
Ada tiga sifat stimulus yang dapat membentuk citra merek yaitu stimulus yang bersifat fisik, sperti atribut-atribut teknis dari produk tersebut; stimulus yang bersifat psikologis, seperti nama merek; dan stimulus yang mencakup sifat keduanya, seperti kemasan produk atau iklan produk.
b. datangnya stimulus menimbulkan respon dari konsumen. Ada dua respon yang mempengaruhi pikiran seseorang, yang membentuk citra merek yaitu respon rasional – penilaian menganai performa aktual dari merek yang dikaitkan dengan harga produk tersebut, dan respon emosional – kecenderungan perasaan yang timbul dari merek tersebut.
3. Timmerman (dalam Noble, 1999), citra merek sering terkonseptualisasi sebagai sebuah koleksi dari semua asosiasi yang berhubungan dengan sebuah merek. citra merek terdiri dari :
a. Faktor fisik : karakteristik fisik dari merek tersebut, seperti desain kemasan, logo, nama merek, fungsi dan kegunaan produk dari merek itu;
b. Faktor psikologis : dibentuk oleh emosi, kepercayaan, nilai, kepribadian yang dianggap oleh konsumen menggambarkan produk dari merek tersebut. Citra merek sangat erat kaitannya dengan apa yang orang pikirkan, rasakan terhadap suatu merek tertentu sehingga dalam citra merek faktor psikologis lebih banyak berperan dibandingkan faktor fisik dari merek tersebut.
2.2.3 Komponen Citra Merek
1. Hogan (2005) citra merek merupakan asosiasi dari semua informasi yang tersedia mengenai produk, jasa dan perusahaan dari merek yang dimaksud. Informasi ini didapat dari dua cara; yang pertama melalui pengalaman konsumen secara langsung, yang terdiri dari kepuasan fungsional dan kepuasan emosional. Merek tersebut tidak cuma dapat bekerja maksimal dan memberikan performansi yang dijanjikan tapi juga harus dapat memahami kebutuhan konsumen, mengusung nilai-nilai yang diinginkan oleh kosumen dan juga memenuhi kebutuhan individual konsumen – yang akan mengkontribusi atas hubungan dengan merek tersebut. Kedua, persepsi yang dibentuk oleh perusahaan dari merek tersebut melalui berbagai macam bentuk komunikasi, seperti iklan, promosi, hubungan masyarakat (public relations), logo, fasilitas retail, sikap karyawan dalam melayani penjualan, dan performa pelayanan. Bagi banyak merek, media dan lingkungan dimana merek tersebut dijual dapat mengkomunikasikan atribut-atributyang berbeda. Setiap alat pencitraan ini dapat berperan dalam membina hubungan dengan konsumen. Penting demi kesuksesan sebuah merek, jika semua faktor ini dapat berjalan sejajar atau seimbang, ketika nantinya akan membentuk gambaran total dari merek tersebut. Gambaran inilah yang disebut citra merek atau reputasi merek, dan citra ini bisa berupa citra yang positif atau negatif atau bahkan diantaranya.
2. (Sengupta, 2005, h.139) citra merek merupakan ‘totalitas’ terhadap suatu merek yang terbentuk dalam persepsi konsumen.
Citra merek merepresentasikan inti dari semua kesan menngenai suatu merek yang terbentuk dalam benak konsumen. Kesan-kesan ini terdiri dari:
a. Kesan mengenai penampilan fisik dan performansi produk;
b. Kesan tentang keuntungan fungsional produk;
c. Kesan tentang orang-orang yang memakai produk tersebut;
d. Semua emosi dan asosiasi yang ditimbulkan produk itu;
e. Semua imajeri dan makna simbolik yang terbentuk dalam benak konsumen termasuk juga imajeri dalam istilah karakteristik manusia.
3. Davis (2000, h.53-72), citra merek memilki dua komponen, yaitu:
a. Brand Associations (Asosiasi Merek)
Asosiasi terhadap karakteristik produk atau jasa yang dilekatkan oleh konsumen pada merek tersebut, termasuk persepsi konsumen mengenai janji-janji yang dibuat oleh merek tersebut, positif maupun negatif, dan harapan mengenai usaha-usaha untuk mempertahankan kepuasan konsumen dari merek tersebut. Suatu merek memiliki akar yang kuat, ketika merek tersebut diasosiasikan dengan nilai-nilai yang mewakili atau yang diinginkan oleh konsumen. Asosiasi merek membantu pemasar mengerti kelebihan dari merek yang tersampaikan pada konsumen.
b. Brand Persona/ Personality (Persona/Kepribadian Merek)
Merupakan serangkaian karakteristik manusia yang oleh konsumen diasosiasikan dengan merek tersebut, seperti, kepribadian, penampilan, nilainilai, kesukaan, gender, ukuran, bentuk, etnis, inteligensi, kelas sosioekonomi, dan pendidikan. Hal ini membuat merek seakan-akan hidup dan mempermudah konsumen mendeskripsikannya, serta faktor penentu apakah konsumen ingin diasosiasikan dengan merek tersebut atau tidak. Persona
merek membantu pemasar lebih mengerti kelebihan dan kekurangan merek tersebut dan cara memposisikan merek secara tepat. Menurut Christine Restall, brand personality menjelaskan mengapa orang menyukai merek-merek tertentu dibandingkan merek lain ketika tidak ada perbedaan atribut fisik yang cukup besar antara merek yang satu dengan yang lain. David Ogilvy menyebutkan bahwa kepribadian merek merupakan kombinasi dari berbagai hal – nama merek, kemasan merek, harga produk, gaya iklan, dan kualitas
produk itu sendiri. (dalam Sengupta, 2005, h.138)
4. Joseph Plummer (dalam Aaker, 1991, h.139), citra merek terdiri dari tiga komponen yaitu:
a. Product Attributes (Atribut Produk) : yang merupakan hal-hal yang berkaitan dengan merek tersebut sendiri seperti, kemasan, isi produk, harga, rasa,dll;
b. Consumer Benefits (Keuntungan Konsumen) : yang merupakan kegunaan produk dari merek tersebut;
c. Brand Personality (Kepribadian Merek) : merupakan asosiasi yang membayangkan mengenai kepribadian sebuah merek apabila merek tersebut seorang manusia.
5. Keller (1993, h.4-7) mendefinisikan citra merek sebagai persepsi mengenai sebuah merek sebagaimana direfleksikan oleh asosiasi merek yang terdapat dalam benak konsumen. Citra merek terdiri dari komponen-komponen:
a. Attributes (Atribut)
Merupakan pendefinisian deskriptif tentang fitur-fitur yang ada dalam senuah
produk atau jasa.
1) Product related attributes (atribut produk):
Didefinisikan sebagai bahan-bahan yang diperlukan agar fungsi produk yang dicari konsumen dapat bekerja. Berhubungan dengan komposisi fisik atau persyaratan dari suatu jasa yang ditawarkan, dapat berfungsi.
2) Non-product related attributes (atribut non-produk):
Merupakan aspek eksternal dari suatu produk yang berhubungan dengan pembelian dan konsumsi suatu produk atau jasa. Terdiri dari: informasi tentang harga, kemasan dan desain produk, orang, peer group atau selebriti yang menggunakan produk atau jasa tersebut, bagaimana dan dimana produk atau jasa itu digunakan.
b. Benefits (Keuntungan)
Nilai personal yang dikaitkan oleh konsumen pada atribut-atribut produk atau
jasa tersebut.
1) Functional benefits : berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan dasar seperti kebutuhan fisik dan keamanan atau pemecahan masalah.
2) Experiental benefits : berhubungan dengan perasaan yang muncul dengan menggunakan suatu produk atau jasa. Benefit ini memuaskan kebutuhan bereksperimen seperti kepuasan sensori, pencarian variasi, dan stimulasi kognitif.
3) Symbolic benefits : berhubungan dengan kebutuhan akan persetujuan sosial atau ekspresi personal dan self-esteem seseorang. Konsumen akan menghargai nilai-nilai prestise, eksklusivitas dan gaya fashion dari sebuah merek karena hal-hal ini berhubungan dengan konsep diri mereka.
c. Brand Attitude (Sikap merek)
Didefinisikan sebagai evaluasi keseluruhan atas suatu merek, apa yang dipercayai oleh konsumen mengenai merek-merek tertentu sejauh apa konsumen percaya bahwa produk atau jasa tersebut memiliki atribut atau keuntungan tertentu, dan penilaian evaluatif terhadap kepercayaan tersebut bagaimana baik atau buruknya suatu produk jika memiliki atribut atau keuntungan tersebut.
Citra suatu merek dapat menentukan titik perbedaan yang mengindikasikan bagaimana suatu merek superior dibandingkan dengan alternatif merek lain dalam satu kategori produk. Titik perbedaan suatu merek dapat diekspresikan melalui berbagai kelebihan merek seperti:
a. Kelebihan fungsional yang mengklaim performansi superior atau keuntungan ekonomi, kenyamanan, penghematan uang dan efisiensi waktu, kesehatan, serta harga murah.
b. Kelebihan emosional untuk membuat konsumen percaya bahwa dengan menggunakan suatu merek, ia akan menjadi penting, spesial, ataupun merasa senang. Merek menawarkan kesenangan, membantu atau meningkatkan citra diri dan status, dan hubungannya dengan orang lain. Kelebihan emosional menggeser fokus dari merek dan fungsi produknya ke pengguna dan perasaan yang didapat ketika menggunakan merek tersebut. Kelebihan ini berhubungan dengan mempertahankan keinginan dan kebutuhan dasar manusia, termasuk juga keinginan konsumen untuk mengekspresikan diri, pengembangan diri dan prestasi, serta determinasi diri.
2.3 HUBUNGAN ANTARA CITRA MEREK DENGAN LOYALITAS MEREK
1. (Schiffman & Kanuk, 2000) : Konsumen cenderung memilih berdasarkan citra merek, terutama ketika konsumen itu tidak memiliki pengalaman dengan produk dalam kategori tertentu yang tidak pernah mereka beli, mereka akan cenderung untuk “percaya” pada
produk dengan nama merek yang terkenal atau favorit. Konsumen sering berpikir bahwa merek yang terkenal merupakan produk yang lebih baik dan lebih bernilai untuk dibeli karena tersirat jaminan akan kualitas, dapat diandalkan, dan pelayanan yang lebih baik. Usaha promosi sebuah merek mendukung pemahaman mengenai kualitas produk mereka dengan membangun dan mempertahankan citra merek yang positif dalam benak konsumen.
2. (Tybout & Calkins, 2005, h.2) : Konsumen sangat jarang hanya melihat dari produk atau jasa itu sendiri, tetapi melihatnya bersama-sama nama merek. Hasilnya, dalam memahami suatu produk atau jasa, persepsi konsumen dibentuk oleh merek. Persepsi konsumen berperan penting dalam pengambilan keputusan pembelian – terutama karena apa yang dipahami oleh konsumen lebih penting daripada realitas sebenarnya. Hal inilah yang membuat merek-merek yang dipandang konsumen sebagai terbaik dalam kategorinya adalah merek-merek yang mendulang keuntungan paling banyak, paling dicari konsumen dan memiliki pelanggan dengan loyalitas tinggi.
3. Wood (2004) : Konsumen dalam rentang usia ini memiliki loyalitas merek yang cukup rendah, dikarenakan masih adanya kecenderungan untuk mencoba hal-hal baru dan rentan terhadap penawaran dan promosi produk baru. Tingkat loyalitas merek yang cukup rendah pada masa dewasa dini ini juga disebabkan karena konsumen masih dalam masa transisi dari remaja menuju dewasa yang sepenuhnya. Periode penyesuaian diri ini ditandai dengan pencarian jati diri, adanya perubahan nilai, adanya mobilitas sosial, perubahan minat, keinginan untuk diterima dan menjadi populer serta keinginan mengekpresikan diri yang ditunjukkan dari kompetensi, prestasi dan barang-barang yang dimiliki.
4. (Martin, 1998, Syrgy, 1990, Syrgy, 1992) juga menyebutkan bahwa konsumen lebih memilih dan membeli merek jika merek tersebut mempunyai hubungan simbolis yang sama
antara citra merek dengan citra diri konsumen baik citra diri ideal ataupun citra diri aktual, karena merek sebagai simbol mempengaruhi status dan harga diri serta berfungsi sebagai alat pengekspresian konsep diri konsumen.
Dengan kata lain, pemilihan suatu merek tertentu merupakan cara individu mengkomunikasikan kepada orang lain mengenai identitas dirinya (status sosial, prestasi, kompetensi, dan karakteristik kepribadian. Identitas tersebut dapat diwakili lewat citra merek dari suatu produk yang terbentuk di benak konsumen. Terbentuknya citra yang positif terhadap suatu merek dipengaruhi oleh banyak hal seperti persepsi terhadap stimulus pemasaran (contoh: iklan) dan situasi saat stimulus itu dipersepsi, selain itu informasi dan pengalaman individu terhadap produk juga akan mempengaruhi terbentuknya citra merek di benak konsumen. Citra merek yang positif dan pengalaman terhadap merek produk yang memuaskan akan menimbulkan rasa suka dan perasaan positif lainnya dalam diri konsumen, hal ini yang kemudian mempengaruhi keputusan konsumen untuk mempertahankan penggunaan produk dengan merek tersebut dan menunjukkan komitmen pada merek tersebut (loyalitas merek).
HIPOTESIS
Dari uraian di atas penulis mengajukan sebuah hipotesis, yaitu ada korelasi positif antara citra merek surat harian kabar kompas dengan loyalitas merek pada masyarakat pelanggan koran kompas tersebut. Bila citra merek pada surat harian kabar kompas positif maka loyalitas konsumen terhadap brand itu tinggi. Sebaliknya, jika citra merek negatif maka loyalitas merek rendah.
LANDASAN TEORI
2.1 LOYALITAS BRAND
2.1.1 Pengertian Merek
Merek adalah cara membedakan sebuah nama dan/atau simbol – seperti logo, trademark, atau desain kemasan – yang dimaksudkan untuk mengidentifikasikan produk atau jasa dari satu produsen atau satu kelompok produsen dan untuk membedakan produk atau jasa itu dari produsen pesaing. (Aaker, 1991, h.2)
Merek merupakan serangkaian asosiasi yang dihubungkan pada sebuah nama atau sebuah tanda yang berasosiasi dengan produk atau jasa tertentu. Asosiasi ini bisa positif ataupun negatif, dan semua hal bisa diberi merek. Merek memiliki kemampuan untuk membentuk bagaimana konsumen melihat produk bahkan merek dapat menyukseskan atau justru menggagalkan sebuah produk di dunia bisnis. (Tybout & Calkins, 2005, p.8)
Merek sendiri mempunyai peran utama sebagai pembeda produk yang satu dengan produk sejenis di pasaran. Merek merupakan jalan pintas proses komunikasi, hanya dengan sebuah nama sebagai merek nama tersebut akan diikuti dengan serangkaian kesan dan perasaan. Sebuah nama dapat dikatakan sebagai merek jika nama tersebut :
1) Membawa nilai-nilai yang jelas. Dalam pikiran konsumen, merek harus mempunyai profil yang jelas akan nilai-nilai yang diwakilinya,
2) Dapat dibedakan. Merek tersebut harus dapat membuat produknya terlihat berbeda dibandingkan dengan produk sejenisnya,
3) Menarik. Merek harus menarik, memberikan pengalaman positif serta dapat menimbulkan alasan emosional bagi konsumen untuk mempercayai dan mengandalkan merek tersebut,
4) Memiliki identitas yang jelas. Merek harus bisa dikenali konsumen dengan mudah, dan mudah untuk diingat. Jika merek suatu produk tidak dapat diidentifikasi oleh konsumen, maka tidak mungkin akan terjadi loyalitas merek. (Nilson, 1998. h.52-55).
Merek bagi konsumen sekarang ini tidak lagi hanya dilihat dari kemampuan fungsional produknya saja tapi bagaimana merek tersebut dapat menimbulkan emosi-emosi tertentu pada pelanggannya, apakah merek tersebut dapat berperan sebagai trendsetter, apakah merek itu dapat memenuhi janji-janji yang dipromosikannya, serta nilai apa saja yang dipegang oleh merek tersebut. Merek sering dideskripsikan dalam istilah-istilah karakteristik manusia, hal ini terjadi karena konsumen sering melihat merek sebagai ‘manusia” atau memiliki karakter dan kepribadian sehingga dapat terjadi interaksi antara konsumen dengan merek, dengan kata lain merek dapat dianalisis seperti makhluk hidup, merek memiliki nama, punya anak produk (kerabat), berpenampilan (tampilan produk), dapat berbicara (dari label dan iklannya), yang dapat dilakukan (performa fungsional produk), dan mempunyai reputasi (dari rekomendasi dan pengalaman orang lain atau media). (Pringle & Thompson, 2001, h.49-59)
Merek sebenarnya telah digunakan selama berabad-abad oleh manusia. Bentuk awal dari merek antara lain yaitu, penggunaan cap pada hewan ternak, atau pengaplikasian tanda tangan dari seorang artis pada karyanya – misalnya Rembrandt menandatangani lukisan-lukisannya. Hal ini dilakukan agar konsumen mengetahui siapa pembuatnya, yang merupakan tanda atas jaminan kualitas dan jalan untuk membangun reputasi. Seiring kemajuan jaman, merek berkembang pesat ketika jarak antara produsen dan konsumen semakin jauh, sehingga penggunaan merek ditujukan sebagai cara komunikasi antara produsen dan konsumen. Persaingan yang tinggi membuat merek dengan reputasi dan kepercayaan yang kuat dari konsumen, menyingkirkan para pesaingnya untuk
masuk ke dalam pangsa pasar yang sama. (Nilson,1998, h. 57-59).
Perkembangan merek dalam dunia periklanan terbagi menjadi tiga tahap yaitu :
1. Rasional : merupakan tahap dimana pesan yang dikirim sama dengan pesan yang diterima. Awalnya, suatu produk dipublikasikan secara konkrit dan fungsional. Kualifikasi produk secara nyata sesuai dengan apa yang diiklankan. Kualifikas yang ditawarkan pun lebih terletak pada inovasi-inovasi baru yang diterapkan produsen pada produk tersebut.
2. Emosional : disadari bahwa konsumen menyaring pesan tidak hanya melalui persepsi mereka terhadap produsen, atau medium yang digunakan untuk menyampaikan pesan tersebut tapi juga dari persepsi masing-masing individu itu sendiri. Pada tahap ini, merek tidak lagi dianggap hanya sebagai sebuah objek saja tapi mempunyai karakteristik tertentu. Sehingga banyak dari produsen memposisikan merek mereka dengan karakteristik tertentu misalnya, Mercedes Benz dengan prestise, ataupun menggunakan selebriti tertentu yang dipandang memiliki karakteristik yang dapat mewakili merek tersebut.
3. Spiritual : merek harus mempunyai nilai-nilai tertentu atau menjunjung suatu nilai tinggi. Sebagai contoh adalah The Body Shop yang mengklaim bahwa produknya tidak melalui percobaan pada hewan ternyata mampu menarik konsumen meskipun tanpa adanya iklan. Pada tahap ini, perkembangan berubah arah dengan menekankan kepada nilai-nilai yang lebih tinggi. Produsen yang mengambil langkah-langkah untuk mencegah pencemaran lingkungan, penghentian akan eksperimen pada hewan, mempunyai misi kemanusiaan, ataupun mengedepankan nilai-nilai kekeluargaan, mendapatkan keuntungan lebih dan promosi gratis untuk produk dan merek mereka. (Pringle & Thompson, 2001, h.64-87).
Periklanan di media massa inilah yang sekarang paling gencar dalam membentuk citra merek di mata konsumen. Semua bentuk periklanan, baik di media cetak ataupun media elektronik, bertujuan untuk membuat konsumen tertarik dengan produk atau merek yang ditawarkan. Perubahan fokus perhatian merek dari satu tahap ke tahap selanjutnya juga menunjukkan bahwa mindset (pola pikir) konsumen berubah dari masa-masa, sehingga merek menyesuaikan citra merek di mata publik untuk dapat menyentuh citra dan pribadi setiap konsumen.
2. 1.2 Loyalitas Merek
Loyalitas merupakan sebuah konsep yang menekankan pada runtutan pembelian, proporsi pembelian, atau dapat juga probabilitas pembelian (Basu Swastha, 1999). Loyalitas
berkembang melalui empat tahap :
1. Loyalitas Kognitif, yang didasarkan pada kepercayaan konsumen mengenai kualitas dari brand. Loyalitas tahap pertama ini bukan merupakan bentuk loyalitas yang kuat.
2. Loyalitas Afektif, tahap ini berkaitan sikap konsumen yang didorong oleh kepuasan dan kesukaan konsumen. Loyalitas tahap ini jauh lebih sulit berubah karena loyalitasnya sudah masuk ke dalam benak konsumen sebagai sikap. Namun demikian loyalitas afektif ini masih tetap belum menjamin adanya loyalitas. Loyalitas tahap ini dicerminkan oleh
tingkat kesukaan, tingkat kepuasan konsumen.
3. Loyalitas Konatif, merupakan kondisi konsumen yang loyal yang dipengaruhi oleh niatan untuk melakukan sesuatu (dimensi konatif) yang mencakup niat atau komitmen yang tinggi untuk melakukan pembelian. Jenis komitmen pada tahap ini sudah melampaui loyalitas afektif. Niat untuk melakukan pembelian ulang dapat dianggap sebagai tanda awal munculnya loyalitas.
4. Loyalitas Tindakan yaitu tahap dimana aspek konatif atau niat melakukan telah mengalami perkembangan, yaitu dikonversi menjadi perilaku atau tindakan.
a. Pengertian loyalitas merek menurut para ahli, yaitu :
1.(Setiadi, 2003, h. 124-125) : Loyalitas merek dapat didefinisikan sebagai sikap menyenangi suatu merek yang direpresentasikan dalam pembelian yang konsisten terhadap merek itu sepanjang waktu. Pada loyalitas merek, tidak ada lagi merek yang dipertimbangkan untuk dibeli selain merek produk yang sering dibelinya.
2. (Peter & Olson, 2002, h.406) : Loyalitas merek adalah komitmen instrinsik untuk melakukan pembelian berulang terhadap suatu merek tertentu.
3. (Mowen, 1994, h.531-533) : Brand Loyalty atau loyalitas merek didefinisikan sebagai tingkat dimana konsumen mempunyai sikap positif terhadap merek, mempunyai komitmen terhadap merek itu, dan memiliki niat untuk tetap melakukan pembelian secara kontinyu. Loyalitas merek dipengaruhi secara langsung oleh kepuasan atau ketidakpuasan konsumen terhadap merek yang terakumulasi dalam jangka waktu tertentu. Seorang konsumen akan menunjukkan loyalitas merek ketika ia tidak hanya melakukan pembelian berulang tapi ia juga benar-benar menyukai dan memilih merek tersebut.
4. (Uncles et al, 2003, h.295-298) ada tiga pendekatan populer mengenai loyalitas merek, yaitu:
a. Pendekatan Sikap
Loyalitas hanyalah sikap yang terkadang mengakibatkan adanya hubungan dengan merek. Banyak peneliti berpendapat bahwa konsumen harus memiliki attitudinal commitment terhadap sebuah merek supaya loyalitas sejati dapat timbul (Reichheld,1996). Hal ini sama saja berarti bahwa konsumen memiliki serangkaian nilai-nilai yang positif secara konsisten
terhadap suatu merek yang dibelinya. Sikap-sikap bisa diukur dengan menanyakan pada konsumen seberapa besar mereka menyukai merek tertentu, apakah mereka selalu menggunakan merek itu, apakah mereka akan merekomendasikan merek itu, dan apakah mereka memiliki kepercayaan dan perasaan yang positif terhadap merek itu dibandingkan
dengan merek lain.
b. Pendekatan Perilaku
Menurut pendekatan ini, loyalitas terutama diekspresikan melalui perilaku yang tampak. Loyalitas terutama ditilik dari pola pembelian lampau, dengan faktor motivasi konsumen atau komitmen terhadap merek hanya sebagai pertimbangan tambahan. Berbagai penelitian dari berbagai kategori produk di berbagai negara, ditemukan bahwa pola pembelian terdiri dari tiga, yaitu: “monogamous” (100% loyal) dan “promicuous” (tidak adanya loyalitas terhadap merek apapun), kedua pola ini hanya terjadi pada sejumlah kecil konsumen., sedangkan konsumen kebanyakan merupakan “polygamous” (loyal terhadap beberapa merek dalam satu kategori produk). Loyalitas (Ehrenberg & Scriven,1999) didefinisikan sebagai kecenderungan alami untuk membeli merek tertentu – biasanya
salah satu dari berbagai merek – secara berkelanjutan.
c. Pendekatan Kontingensi
Menurut pendekatan kontingensi, konseptualisasi loyalitas yang lebih tepat adalah hubungan antara sikap dan perilaku dipengaruhi oleh variabel kontingensi seperti keadaan individu saat ini, karakteristik individual dan situasi pembelian yang dihadapi. Dengan kata lain, sikap yang kuat terhadap suatu merek hanya dapat sedkit memprediksikan apakah merek tersebut akan dibeli kembali pada kesmpatan berikutnya, karena banyak faktor lain yang dipertimbangkan ketika menginginkan suatu merek. Keadaan individu termasuk dana yang tersedia dan tekanan waktu, karakteristik individu direfleksikan dalam keinginan akan varietas, kebiasaan, kebutuhan akan konformitas, toleransi terhadap resiko dsb. Situasi pembelian meliputi tersedianya produk, promosi, adanya acara-acara khusus.
5.Jacoby & Kyner (dalam Mowen, 1995 dan Horton, 1984), definisi konseptual dari loyalitas merek adalah :
1) The biased (non random) : Loyalitas bukan merupakan kejadian yang terjadi secara acak, tapi dapat dipengaruhi pada kadar tertentu oleh tindakan pemasar merek
2) Behavioral response : Laporan verbal dari konsumen tidak cukup untuk mengukur loyalitas merek, melainkan harus didukung oleh bukti-bukti yang berupa pembelian dari konsumen tersebut, terutama pembelian berulang.
3) Expressed over time : Perilaku pembelian ulang ini harus dilakukan sepanjang waktu.
4) By decision making unit : Ditunjukkan oleh berbagai unit pembuat keputusan, yaitu oleh individu, pasangan atau keluarga yang berperan sebagai pembeli, pemakai, dan pembuat keputusan.
5) With respect to one or more alternative brands out of a set of such brands : Dengan mempertimbangkan bahwa adanya kemungkinan bahwa seorang konsumen dapat loyal terhadap lebih dari satu merek pada satu periode waktu.
6) A function of psychological process : ketika konsumen memiliki loyalitas terhadap suatu merek tertentu, maka ia akan lebih menyukai, mempercayai (berkomitmen) dan membangun perasaan positif trhadap merek tersebut.
Menurut Horton (1984), agar loyalitas merek sejati dapat muncul, harus ada komitmen psikologis dalam tingkatan tertentu dari konsumen terhadap suatu merek.
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi Loyalitas Merek
Loyalitas merek dihasilkan dari penggunaan produk dari suatu merek untuk pertama kalinya, yang diperkuat melalui adanya kepuasaan akan penggunaan produk tersebut yang kemudian dilanjutkan dengan pembelian ulang (aspek Behavioral) dan dari proses pembandingan atribut antara merek yang satu dengan yang lain, yang mengarah pada referensi merek yang kuat dan perilaku pembelian ulang (aspek Kognitif). (Schiffman & Kanuk, 2000).
Menurut Marconi (1994, h.56-60), keputusan konsumen untuk tetap
loyal pada merek tertentu didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan berikut yaitu :
a. Nilai (harga dan kualitas merek)
Penurunan standar kualitas akan mengecewakan bahkan pada konsumen yang loyal, begitu juga perubahan harga yang tidak layak. Loyalitas muncul ketika konsumen beranggapan bahwa harga yang harus dibayar sesuai dengan kualitas merek tersebut sapanjang pembelian yang dilakukannya.
b. Reputasi dan Karakteristik merek
Merek yang memiliki reputasi yang diakui secara nasional bahkan internasional, akan lebih dipercaya oleh banyak konsumen. Pada banyak kasus, konsumen melakukan pembelian hanya didasarkan pada reputasi ini saja. Karakteristik personal yang diadopsi oleh merek dalam kalimat-kalimat iklannya, membentuk kepribadian merek dan membangun jenis identifikasi konsumen – pengidentifikasian diri konsumen dengan merek yang nantinya mengarah pada loyalitas merek.
c. Kenyamanan dan kemudahan mendapatkan merek
Kenyamanan dan kemudahan mendapatkan merek merupakan faktor penentu penting untuk membangun loyalitas konsumen. Semua kelebihan merek tertentu tidak akan berarti jika produk dari merek tersebut tidak mudah didapatkan dan susah diakses, meragukan bagi konsumen untuk membeli merek tersebut. Terutama pada masyarakat sekarang yang
cenderung menuntut, merek atau perusahaan yang dapat berhasil adalah merek yang menawarkan pembelian produk secara nyaman, dapat dibeli lewat telepon atau internet, dapat dibayar dengan kartu kredit, dikirimkan dalam waktu yang layak, dan dapat dikembalikan dengan mudah.
d. Kepuasan
Kepuasan merupakan faktor penentu kenapa konsumen cenderung menggantikan barang-barang mereka yang rusak atau yang lama dengan barang-barang bermerek sama. Kepuasan konsumen dapat dikatakan sebagai akumulasi dari faktor-faktor loyalitas merek yang lain.
e. Pelayanan
Pelayanan pasca jual yang buruk merupakan faktor utama dari ketidakpuasan konsumen, terutama jika merek atau perusahaan tersebut tidak dapat memenuhi tingkat pelayanan yang dijanjikannya. Merek yang secara kualitas tidak lebih baik dari pesaingnya yang menawarkan harga rendah atupun kualitas dapat menikmati keuntungan penjualan karena kualitas pelayanan mereka yang baik.
f. Garansi atau jaminan
Meskipun tidak semua konsumen memanfaatkan garansi atau jaminan dari merek produk yang mereka beli, tapi dengan adanya penawaran garansi atau jaminan, maka hal ini akan menambah nilai terhadap produk tersebut.
c. Tingkat Loyalitas Merek
Menurut Aaker (1991, h.40-41), mengemukakan bahwa loyalitas memiliki tingkatan yang ia sebut Piramida Loyalitas, dimana idealnya bersifat hierarkis, Piramida Loyalitas ini terdiri dari :
1. Switchers
Konsumen yang tidak memiliki loyalitas. Merupakan tingkat loyalitas paling dasar dimana konsumen merasa tidak ada perbedaan berarti antara satu merek dengan merek lainnya dalam kategori produk tersebut. Setiap merek dipersepsikan sama dan nama merek kurang berperan dalam keputusan pembelian. Apapun merek yang murah dan dapat digunakan akan dipilih.
2. Habitual Buyer
Tingkat kedua ini meliputi konsumen yang puas dengan produk atau setidaknya tidak kecewa dengan penggunaan merek tersebut. Konsumen pada tingkat ini disebut juga pembeli berdasarkan kebiasaan (habitual buyers), sehingga jika tidak ada stimulus yang cukup kuat dari merek pesaing, konsumen jarang merubah pola kebiasaannya dalam membeli terutama jika perubahan tersebut disertai usaha dari pihak konsumen. Konsumen pada tingkat ini rentan terhadap promosi dari pesaing yang memberikan kelebihan lain, meskipun relatif sulit dipengaruhi oleh pesaing karena konsumen tidak memiliki alasan untuk mencari merek alternatif.
3. Satisfied Buyer with Switching Costs
Disebut juga Switching Cost Loyal. Meliputi konsumen yang puas dengan merek produk dan memiliki switching costs – kerugian uang, waktu, atau resiko performansi yang diasosiasikan dengan penggantian merek. Merupakan pembeli yang cenderung mempelajari setiap aspek dan kelebihan dari merek tertentu atau adanya ketakutan akan resiko merek yang lain tidak mampu berfungsi sebaik merek yang saat ini digunakan. Untuk menarik perhatian konsumen di tingkat ini, pesaing harus dapat memberikan kompensasi yang cukup dengan penawaran dan kelebihan yang lebih besar.
4. Likes the Brand
Tingkat dimana pembeli benar-benar menyukai merek tersebut. Pembeli tidak selalu dapat mendeskripsikan apa yang ada pada merek tersebut yang membuat mereka menyukainya, meskipun pembeli telah berkali-kali menggunakannya. Rasa suka mereka mungkin didasarkan dari asosiasi seperti simbol, pengalaman penggunaan, dan kualitas. Konsumen pada tingkat ini disebut juga teman dari merek (friends of the brand) karena adanya keterikatan perasaan dan emosional dengan merek yang mereka gunakan.
5. Commited Buyer
Tingkat loyalitas tertinggi. Konsumen memiliki perasaan bangga sebagai pengguna merek tertentu. Merek tersebut penting bagi mereka, baik dipandang dari segi fungsi ataupun sebagai alat pengekspresian tentang diri mereka. Loyalitas mereka ditunjukkan dengan merekomendasikan merek tersebut pada orang lain, dan bangga untuk mengenakan barang-barang yang memiliki simbol-simbol merek tersebut.
2.2 CITRA MEREK
2.2.1 Pengertian Citra Merek
1. Citra merek (Brand Image) merupakan representasi dari keseluruhan persepsi terhadap merek dan dibentuk dari informasi dan pengalaman masa lalu terhadap merek itu. Citra terhadap merek berhubungan dengan sikap yang berupa keyakinan dan preferensi terhadap suatu merek. Konsumen yang memiliki citra yang positif terhadap suatu merek, akan lebih memungkinkan untuk melakukan pembelian.(Setiadi, 2003, h.180).
2. Citra merek merupakan serangkaian asosiasi yang ada dalam benak konsumen terhadap suatu merek, biasanya terorganisasi menjadi suatu makna. Hubungan terhadap suatu merek akan semakin kuat jika didasarkan pada pengalaman dan mendapat banyak informasi. Citra atau asosiasi merepresentasikan persepsi yang bisa merefleksikan kenyataan yang objektif ataupun tidak. Citra yang terbentuk dari asosiasi inilah yang mendasari dari keputusan membeli bahkan loyalitas merek (brand loyalty) dari konsumen. Konsumen lebih sering membeli produk dengan merek yang terkenal karena merasa lebih nyaman dengan hal-hal yang sudah dikenal, adanya asumsi bahwa merek terkenal lebih dapat diandalkan, selalu tersedia dan mudah dicari, dan memiliki kualitas yang tidak diragukan, sehingga merek yang lebih dikenal lebih sering dipilih konsumen daripada merek yang tidak.(Aaker, 1991, p.99-100).
3. Citra merek meliputi pengetahuan dan kepercayaan akan atribut merek (aspek Kognitif), konsekuensi dari penggunaan merek tersebut, dan situasi penggunaan yang sesuai, begitu juga dengan evaluasi, perasaan dan emosi yang diasosiasikan dengan merek tersebut (aspek Afektif). Citra merek didefinisikan sebagai persepsi konsumen dan preferensi terhadap merek, sebagaimana yang direfleksikan oleh berbagai macam asosiasi merek yang ada dalam ingatan konsumen. Meskipun asosiasi merek dapat terjadi dalam berbagai macam bentuk tapi dapat dibedakan menjadi asosiasi performansi dan asosiasi imajeri
yang berhubungan dengan atribut dan kelebihan merek.(Peter & Olson, 2002, h.47, 730).
2.2.2 Faktor – faktor yang membentuk Citra merek
1. Glenn Walters (1974) mengemukakan pentingnya faktor lingkungan dan personal sebagai awal terbentuknya suatu citra merek, karena faktor lingkungan dan personal mempengaruhi persepsi seseorang. Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi adalah; atribut-atribut teknis yang ada pada suatu produk dimana faktor ini dapat dikontrol oleh produsen, selain itu juga, sosial budaya termasuk dalam faktor ini. Faktor personal adalah; kesiapan mental konsumen untuk melakukan proses persepsi, pengalaman konsumen sendiri, mood, kebutuhan serta motivasi konsumen.
2. Runyon (1980, h.17), citra merek terbentuk dari stimulus tertentu yang ditampilkan oleh produk tersebut, yang menimbulkan respon tertentu pada diri konsumen.
a. stimulus yang muncul dalam citra merek tidak hanya terbatas pada stimulus yang bersifat fisik, tetapi juga mencakup stimulus yang bersifat psikologis.
Ada tiga sifat stimulus yang dapat membentuk citra merek yaitu stimulus yang bersifat fisik, sperti atribut-atribut teknis dari produk tersebut; stimulus yang bersifat psikologis, seperti nama merek; dan stimulus yang mencakup sifat keduanya, seperti kemasan produk atau iklan produk.
b. datangnya stimulus menimbulkan respon dari konsumen. Ada dua respon yang mempengaruhi pikiran seseorang, yang membentuk citra merek yaitu respon rasional – penilaian menganai performa aktual dari merek yang dikaitkan dengan harga produk tersebut, dan respon emosional – kecenderungan perasaan yang timbul dari merek tersebut.
3. Timmerman (dalam Noble, 1999), citra merek sering terkonseptualisasi sebagai sebuah koleksi dari semua asosiasi yang berhubungan dengan sebuah merek. citra merek terdiri dari :
a. Faktor fisik : karakteristik fisik dari merek tersebut, seperti desain kemasan, logo, nama merek, fungsi dan kegunaan produk dari merek itu;
b. Faktor psikologis : dibentuk oleh emosi, kepercayaan, nilai, kepribadian yang dianggap oleh konsumen menggambarkan produk dari merek tersebut. Citra merek sangat erat kaitannya dengan apa yang orang pikirkan, rasakan terhadap suatu merek tertentu sehingga dalam citra merek faktor psikologis lebih banyak berperan dibandingkan faktor fisik dari merek tersebut.
2.2.3 Komponen Citra Merek
1. Hogan (2005) citra merek merupakan asosiasi dari semua informasi yang tersedia mengenai produk, jasa dan perusahaan dari merek yang dimaksud. Informasi ini didapat dari dua cara; yang pertama melalui pengalaman konsumen secara langsung, yang terdiri dari kepuasan fungsional dan kepuasan emosional. Merek tersebut tidak cuma dapat bekerja maksimal dan memberikan performansi yang dijanjikan tapi juga harus dapat memahami kebutuhan konsumen, mengusung nilai-nilai yang diinginkan oleh kosumen dan juga memenuhi kebutuhan individual konsumen – yang akan mengkontribusi atas hubungan dengan merek tersebut. Kedua, persepsi yang dibentuk oleh perusahaan dari merek tersebut melalui berbagai macam bentuk komunikasi, seperti iklan, promosi, hubungan masyarakat (public relations), logo, fasilitas retail, sikap karyawan dalam melayani penjualan, dan performa pelayanan. Bagi banyak merek, media dan lingkungan dimana merek tersebut dijual dapat mengkomunikasikan atribut-atributyang berbeda. Setiap alat pencitraan ini dapat berperan dalam membina hubungan dengan konsumen. Penting demi kesuksesan sebuah merek, jika semua faktor ini dapat berjalan sejajar atau seimbang, ketika nantinya akan membentuk gambaran total dari merek tersebut. Gambaran inilah yang disebut citra merek atau reputasi merek, dan citra ini bisa berupa citra yang positif atau negatif atau bahkan diantaranya.
2. (Sengupta, 2005, h.139) citra merek merupakan ‘totalitas’ terhadap suatu merek yang terbentuk dalam persepsi konsumen.
Citra merek merepresentasikan inti dari semua kesan menngenai suatu merek yang terbentuk dalam benak konsumen. Kesan-kesan ini terdiri dari:
a. Kesan mengenai penampilan fisik dan performansi produk;
b. Kesan tentang keuntungan fungsional produk;
c. Kesan tentang orang-orang yang memakai produk tersebut;
d. Semua emosi dan asosiasi yang ditimbulkan produk itu;
e. Semua imajeri dan makna simbolik yang terbentuk dalam benak konsumen termasuk juga imajeri dalam istilah karakteristik manusia.
3. Davis (2000, h.53-72), citra merek memilki dua komponen, yaitu:
a. Brand Associations (Asosiasi Merek)
Asosiasi terhadap karakteristik produk atau jasa yang dilekatkan oleh konsumen pada merek tersebut, termasuk persepsi konsumen mengenai janji-janji yang dibuat oleh merek tersebut, positif maupun negatif, dan harapan mengenai usaha-usaha untuk mempertahankan kepuasan konsumen dari merek tersebut. Suatu merek memiliki akar yang kuat, ketika merek tersebut diasosiasikan dengan nilai-nilai yang mewakili atau yang diinginkan oleh konsumen. Asosiasi merek membantu pemasar mengerti kelebihan dari merek yang tersampaikan pada konsumen.
b. Brand Persona/ Personality (Persona/Kepribadian Merek)
Merupakan serangkaian karakteristik manusia yang oleh konsumen diasosiasikan dengan merek tersebut, seperti, kepribadian, penampilan, nilainilai, kesukaan, gender, ukuran, bentuk, etnis, inteligensi, kelas sosioekonomi, dan pendidikan. Hal ini membuat merek seakan-akan hidup dan mempermudah konsumen mendeskripsikannya, serta faktor penentu apakah konsumen ingin diasosiasikan dengan merek tersebut atau tidak. Persona
merek membantu pemasar lebih mengerti kelebihan dan kekurangan merek tersebut dan cara memposisikan merek secara tepat. Menurut Christine Restall, brand personality menjelaskan mengapa orang menyukai merek-merek tertentu dibandingkan merek lain ketika tidak ada perbedaan atribut fisik yang cukup besar antara merek yang satu dengan yang lain. David Ogilvy menyebutkan bahwa kepribadian merek merupakan kombinasi dari berbagai hal – nama merek, kemasan merek, harga produk, gaya iklan, dan kualitas
produk itu sendiri. (dalam Sengupta, 2005, h.138)
4. Joseph Plummer (dalam Aaker, 1991, h.139), citra merek terdiri dari tiga komponen yaitu:
a. Product Attributes (Atribut Produk) : yang merupakan hal-hal yang berkaitan dengan merek tersebut sendiri seperti, kemasan, isi produk, harga, rasa,dll;
b. Consumer Benefits (Keuntungan Konsumen) : yang merupakan kegunaan produk dari merek tersebut;
c. Brand Personality (Kepribadian Merek) : merupakan asosiasi yang membayangkan mengenai kepribadian sebuah merek apabila merek tersebut seorang manusia.
5. Keller (1993, h.4-7) mendefinisikan citra merek sebagai persepsi mengenai sebuah merek sebagaimana direfleksikan oleh asosiasi merek yang terdapat dalam benak konsumen. Citra merek terdiri dari komponen-komponen:
a. Attributes (Atribut)
Merupakan pendefinisian deskriptif tentang fitur-fitur yang ada dalam senuah
produk atau jasa.
1) Product related attributes (atribut produk):
Didefinisikan sebagai bahan-bahan yang diperlukan agar fungsi produk yang dicari konsumen dapat bekerja. Berhubungan dengan komposisi fisik atau persyaratan dari suatu jasa yang ditawarkan, dapat berfungsi.
2) Non-product related attributes (atribut non-produk):
Merupakan aspek eksternal dari suatu produk yang berhubungan dengan pembelian dan konsumsi suatu produk atau jasa. Terdiri dari: informasi tentang harga, kemasan dan desain produk, orang, peer group atau selebriti yang menggunakan produk atau jasa tersebut, bagaimana dan dimana produk atau jasa itu digunakan.
b. Benefits (Keuntungan)
Nilai personal yang dikaitkan oleh konsumen pada atribut-atribut produk atau
jasa tersebut.
1) Functional benefits : berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan dasar seperti kebutuhan fisik dan keamanan atau pemecahan masalah.
2) Experiental benefits : berhubungan dengan perasaan yang muncul dengan menggunakan suatu produk atau jasa. Benefit ini memuaskan kebutuhan bereksperimen seperti kepuasan sensori, pencarian variasi, dan stimulasi kognitif.
3) Symbolic benefits : berhubungan dengan kebutuhan akan persetujuan sosial atau ekspresi personal dan self-esteem seseorang. Konsumen akan menghargai nilai-nilai prestise, eksklusivitas dan gaya fashion dari sebuah merek karena hal-hal ini berhubungan dengan konsep diri mereka.
c. Brand Attitude (Sikap merek)
Didefinisikan sebagai evaluasi keseluruhan atas suatu merek, apa yang dipercayai oleh konsumen mengenai merek-merek tertentu sejauh apa konsumen percaya bahwa produk atau jasa tersebut memiliki atribut atau keuntungan tertentu, dan penilaian evaluatif terhadap kepercayaan tersebut bagaimana baik atau buruknya suatu produk jika memiliki atribut atau keuntungan tersebut.
Citra suatu merek dapat menentukan titik perbedaan yang mengindikasikan bagaimana suatu merek superior dibandingkan dengan alternatif merek lain dalam satu kategori produk. Titik perbedaan suatu merek dapat diekspresikan melalui berbagai kelebihan merek seperti:
a. Kelebihan fungsional yang mengklaim performansi superior atau keuntungan ekonomi, kenyamanan, penghematan uang dan efisiensi waktu, kesehatan, serta harga murah.
b. Kelebihan emosional untuk membuat konsumen percaya bahwa dengan menggunakan suatu merek, ia akan menjadi penting, spesial, ataupun merasa senang. Merek menawarkan kesenangan, membantu atau meningkatkan citra diri dan status, dan hubungannya dengan orang lain. Kelebihan emosional menggeser fokus dari merek dan fungsi produknya ke pengguna dan perasaan yang didapat ketika menggunakan merek tersebut. Kelebihan ini berhubungan dengan mempertahankan keinginan dan kebutuhan dasar manusia, termasuk juga keinginan konsumen untuk mengekspresikan diri, pengembangan diri dan prestasi, serta determinasi diri.
2.3 HUBUNGAN ANTARA CITRA MEREK DENGAN LOYALITAS MEREK
1. (Schiffman & Kanuk, 2000) : Konsumen cenderung memilih berdasarkan citra merek, terutama ketika konsumen itu tidak memiliki pengalaman dengan produk dalam kategori tertentu yang tidak pernah mereka beli, mereka akan cenderung untuk “percaya” pada
produk dengan nama merek yang terkenal atau favorit. Konsumen sering berpikir bahwa merek yang terkenal merupakan produk yang lebih baik dan lebih bernilai untuk dibeli karena tersirat jaminan akan kualitas, dapat diandalkan, dan pelayanan yang lebih baik. Usaha promosi sebuah merek mendukung pemahaman mengenai kualitas produk mereka dengan membangun dan mempertahankan citra merek yang positif dalam benak konsumen.
2. (Tybout & Calkins, 2005, h.2) : Konsumen sangat jarang hanya melihat dari produk atau jasa itu sendiri, tetapi melihatnya bersama-sama nama merek. Hasilnya, dalam memahami suatu produk atau jasa, persepsi konsumen dibentuk oleh merek. Persepsi konsumen berperan penting dalam pengambilan keputusan pembelian – terutama karena apa yang dipahami oleh konsumen lebih penting daripada realitas sebenarnya. Hal inilah yang membuat merek-merek yang dipandang konsumen sebagai terbaik dalam kategorinya adalah merek-merek yang mendulang keuntungan paling banyak, paling dicari konsumen dan memiliki pelanggan dengan loyalitas tinggi.
3. Wood (2004) : Konsumen dalam rentang usia ini memiliki loyalitas merek yang cukup rendah, dikarenakan masih adanya kecenderungan untuk mencoba hal-hal baru dan rentan terhadap penawaran dan promosi produk baru. Tingkat loyalitas merek yang cukup rendah pada masa dewasa dini ini juga disebabkan karena konsumen masih dalam masa transisi dari remaja menuju dewasa yang sepenuhnya. Periode penyesuaian diri ini ditandai dengan pencarian jati diri, adanya perubahan nilai, adanya mobilitas sosial, perubahan minat, keinginan untuk diterima dan menjadi populer serta keinginan mengekpresikan diri yang ditunjukkan dari kompetensi, prestasi dan barang-barang yang dimiliki.
4. (Martin, 1998, Syrgy, 1990, Syrgy, 1992) juga menyebutkan bahwa konsumen lebih memilih dan membeli merek jika merek tersebut mempunyai hubungan simbolis yang sama
antara citra merek dengan citra diri konsumen baik citra diri ideal ataupun citra diri aktual, karena merek sebagai simbol mempengaruhi status dan harga diri serta berfungsi sebagai alat pengekspresian konsep diri konsumen.
Dengan kata lain, pemilihan suatu merek tertentu merupakan cara individu mengkomunikasikan kepada orang lain mengenai identitas dirinya (status sosial, prestasi, kompetensi, dan karakteristik kepribadian. Identitas tersebut dapat diwakili lewat citra merek dari suatu produk yang terbentuk di benak konsumen. Terbentuknya citra yang positif terhadap suatu merek dipengaruhi oleh banyak hal seperti persepsi terhadap stimulus pemasaran (contoh: iklan) dan situasi saat stimulus itu dipersepsi, selain itu informasi dan pengalaman individu terhadap produk juga akan mempengaruhi terbentuknya citra merek di benak konsumen. Citra merek yang positif dan pengalaman terhadap merek produk yang memuaskan akan menimbulkan rasa suka dan perasaan positif lainnya dalam diri konsumen, hal ini yang kemudian mempengaruhi keputusan konsumen untuk mempertahankan penggunaan produk dengan merek tersebut dan menunjukkan komitmen pada merek tersebut (loyalitas merek).
HIPOTESIS
Dari uraian di atas penulis mengajukan sebuah hipotesis, yaitu ada korelasi positif antara citra merek surat harian kabar kompas dengan loyalitas merek pada masyarakat pelanggan koran kompas tersebut. Bila citra merek pada surat harian kabar kompas positif maka loyalitas konsumen terhadap brand itu tinggi. Sebaliknya, jika citra merek negatif maka loyalitas merek rendah.
PENGARUH CITRA MEREK ( BRAND IMAGE ) SURAT KABAR HARIAN KOMPAS TERHADAP LOYALITAS MEREK PADA MASYARAKAT PELANGGAN HARIAN KOMPAS
Tema :Preferensi khalayak/masyarakat umum lebih memilih Harian Kompas dibandingkan surat kabar yang lain
Tempat Observasi :Agen Koran Depan Toko Mitra Wisma Asri
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di dalam kehidupan masyarakat yang modern saat ini, komunikasi merupakan suatu kebutuhan yang memegang peranan yang penting terutama di dalam proses penyampaian informasi dari satu pihak kepada pihak lain. Dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang ada, telah memudahkan masyarakat dalam menerima informasi – informasi tentang peristiwa – peristiwa, pesan, pendapat, berita, ilmu pengetahuan dan yang lainnya. Untuk menyebarkan informasi – informasi kepada khalayak yang bersifat massal diperlukan sebuah media. Tujuannya antara lain untuk memudahkan proses pengiriman pesan agar khalayak dapat dengan mudah menerimanya. Media komunikasi saat ini berperan sangat penting dalam kehidupan sosial, budaya, politik, dan juga ekonomi. Tujuan utama diterbitkan media cetak oleh suatu kelompok/perorangan adalah untuk menjangkau khalayaknya yang berupa komunitas dari kelompok tersebut yang tersebar di suatu lokasi bisa pedesaan/kecamatan/kabupaten/provinsi/kepulauan tertentu.
Berbagai macam surat kabar pun hadir di tengah-tengah masyarakat. Mulai dari Kompas, WartaKota, Sindo, Republika, Lampu merah, dll, mencoba menyajikan kebutuhan masyarakat akan informasi/berita atau fenomena yang terjadi di berbagai penjuru dunia. Informasi/berita yang disajikan pun beraneka ragam mulai dari politik, kriminalitas, ekonomi, seni, sosial, olahraga, bisnis, hingga seputar hiburan. Sekilas surat kabar itu hampir sama, tetapi ada faktor lain yang menyebabkan masyarakat cenderung memilih surat kabar harian "Kompas" sebagai sumber informasi serta bahan referensi mereka. Di samping Kompas memberikan informasi lengkap, terutama informasi mengenai lowongan pekerjaan, dan juga khususnya isi beritanya disajikan lebih lengkap, ada faktor lain yaitu berupa kepercayaan masyarakat terhadap surat kabar harian Kompas tersebut (Loyalitas Merek).
Untuk itulah dalam penulisan ini penulis memilih judul "Pengaruh Citra Merek (Brand image) Surat Kabar Harian Kompas Terhadap Loyalitas Merek Pada Masyarakat Pelanggan Harian Kompas".
1.2 Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dalam penulisan "PENGARUH CITRA MEREK ( BRAND IMAGE ) SURAT KABAR HARIAN KOMPAS TERHADAP LOYALITAS MEREK PADA MASYARAKAT PELANGGAN HARIAN KKOMPAS", ada beberapa hal yang menjadi pertanyaan antara lain :
1. Mengapa sekelompok orang/masyarakat lebih memilih koran "Kompas" sebagai informasi/berita sebagai referensi atau kebutuhan mereka ?
2. Faktor apa saja yang menjadi kelebihan/daya tarik koran "Kompas" tersebut dibandingkan dengan jenis/macam koran lainnya ?
3. Apakah koran "Kompas" yang beredar di pasaran mampu menyaingi tingkat penjualan dibandingkan dengan koran yang lainnya ?
1.3 Batasan Masalah
Dengan melihat ruang lingkup tema atau judul penulisan yang cukup luas, maka penulis memberikan batasan-batasan masalah guna mencapai analisis akhir yang lebih baik dan relevan. Adapun batasan masalah pada penulisan ini adalah :
1. Harian Surat Kabar (KOMPAS)
2. Masyarakat umum khususnya kalangan pekerja
Masalah yang akan penulis bahas berdasarkan pengamatan serta survey yang dilakukan melalui wawancara langsung kepada penjual koran serta berdasarkan survey kepada beberapa konsumen harian "Kompas".
1.4 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui alasan utama masyarakat/sekelompok orang lebih memilih surat kabar harian kompas sebagai sumber berita referensi.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi kelebihan/daya tarik surat kabar harian kompas dibandingkan dengan surat kabar lainnya.
3. Untuk mengetahui tingkat penjualan surat kabar harian kompas dibandingkan dengan surat kabar lainnya.
1.5 Sistematika Penulisan
Penulisan ini terdiri dari 5 BAB, dimana :
a. BAB I
BAB I berisikan Latar Belakang Masalah, Tujuan Penulisan, Batasan Masalah, Indetifikasi Masalah, Sistematika Penulisan dan Kerangka Pemikiran.
b. BAB II
BAB II merupakan Landasan Teori. Berisikan teori-teori yang mendukung penulisan ini.
c. BAB III
BAB III merupakan Metodologi.
d. BAB IV
BAB IV merupakan Pembahasan.
e. BAB V
BAB V merupakan Simpulan dan Saran. Berisi tentang simpula yang diambil dari pembahasan dan juga teori-teori yang mendukung serta saran.
f. DAFTAR PUSTAKA
1.6 Kerangka Pemikiran
Didasarkan pada pemikiran berupa :
a. Arti Media Cetak
Menurut Hamundu (1999), Media cetak merupakan bagian dari media massa yang di gunakan dalam penyuluhan. Media cetak mempunyai Karateristik yang penting. Media cetak membantumembantu penerimaan informasi untuk mengatur masukan informasi tersebut. Lebih jauh lagi media cetak dapat diseleksi oleh pembaca secara mudah dibandingan dengan media berupa radio ataupun televisi. Menurut Rhenald Khasali (1995:99) Media cetak adalah susatu media yang statis dan mengutamakan pesan-pesan visual. Media ini terdiri dari lembaran dengan sejumlah kata, gambar, atau foto dalam tata warna dan halaman putih. Fungsi utama media cetak adalah memberi informasi dan mengibur.
b.Keunggulan Media Cetak (Surat Kabar)
> Market Coverage
Surat kabar dapat menjangkau daerah-daerah perkotaan sesuai cakupan pasar.
> Comparison Shooping
Kebiasaan konsumen membawa surat kabar sebagai referensi.
> Positive Consumer Attitudes
Memuat hal2 actual yang perlu segera diketahui khalayaknya pembaca.
> Flexibility
Pengiklanan dapat bebas emilih pasar mana yang akan diperioritaskan, sehingga dapat memilih media mana yang cocok.
C. Fungsi Media Cetak (Surat Kabar)
Menurut Agee, surat kabar memiliki tiga fungi utama dan fungsi sekunder, yaitu sebagai berikut :
* Fungsi Utama Media adalah :
1. To inform (Menginformasikan pada pembaca secara objektif tentang apa yang terjadi dalam suatu komunitas, negara dan dunia)
2. To Comment (mengomentari berita yang disampaikan dan mengembangkannya dalam fokus berita)
3. To Provide (menyediakan keperluan informasi bagi pembaca yang membutuhakan barang dan jasa melalui pemasangan iklan di surat kabar)
* Fungsi Sekunder Media adalah :
1. Untuk mengkampanyekan proyek-proyek yang bersifat kemasyarakatan untuk membantu kondisi-kondisi tertentu.
2. Memberikan hiburan bagi pembaca dengan sajian cerita komik, kartun dan cerita-cerita khusus.
3. Melayani pembaca sebagai konselor yang ramah, menjadi agen informasi dan memperjuangkan hak.
Tempat Observasi :Agen Koran Depan Toko Mitra Wisma Asri
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di dalam kehidupan masyarakat yang modern saat ini, komunikasi merupakan suatu kebutuhan yang memegang peranan yang penting terutama di dalam proses penyampaian informasi dari satu pihak kepada pihak lain. Dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang ada, telah memudahkan masyarakat dalam menerima informasi – informasi tentang peristiwa – peristiwa, pesan, pendapat, berita, ilmu pengetahuan dan yang lainnya. Untuk menyebarkan informasi – informasi kepada khalayak yang bersifat massal diperlukan sebuah media. Tujuannya antara lain untuk memudahkan proses pengiriman pesan agar khalayak dapat dengan mudah menerimanya. Media komunikasi saat ini berperan sangat penting dalam kehidupan sosial, budaya, politik, dan juga ekonomi. Tujuan utama diterbitkan media cetak oleh suatu kelompok/perorangan adalah untuk menjangkau khalayaknya yang berupa komunitas dari kelompok tersebut yang tersebar di suatu lokasi bisa pedesaan/kecamatan/kabupaten/provinsi/kepulauan tertentu.
Berbagai macam surat kabar pun hadir di tengah-tengah masyarakat. Mulai dari Kompas, WartaKota, Sindo, Republika, Lampu merah, dll, mencoba menyajikan kebutuhan masyarakat akan informasi/berita atau fenomena yang terjadi di berbagai penjuru dunia. Informasi/berita yang disajikan pun beraneka ragam mulai dari politik, kriminalitas, ekonomi, seni, sosial, olahraga, bisnis, hingga seputar hiburan. Sekilas surat kabar itu hampir sama, tetapi ada faktor lain yang menyebabkan masyarakat cenderung memilih surat kabar harian "Kompas" sebagai sumber informasi serta bahan referensi mereka. Di samping Kompas memberikan informasi lengkap, terutama informasi mengenai lowongan pekerjaan, dan juga khususnya isi beritanya disajikan lebih lengkap, ada faktor lain yaitu berupa kepercayaan masyarakat terhadap surat kabar harian Kompas tersebut (Loyalitas Merek).
Untuk itulah dalam penulisan ini penulis memilih judul "Pengaruh Citra Merek (Brand image) Surat Kabar Harian Kompas Terhadap Loyalitas Merek Pada Masyarakat Pelanggan Harian Kompas".
1.2 Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dalam penulisan "PENGARUH CITRA MEREK ( BRAND IMAGE ) SURAT KABAR HARIAN KOMPAS TERHADAP LOYALITAS MEREK PADA MASYARAKAT PELANGGAN HARIAN KKOMPAS", ada beberapa hal yang menjadi pertanyaan antara lain :
1. Mengapa sekelompok orang/masyarakat lebih memilih koran "Kompas" sebagai informasi/berita sebagai referensi atau kebutuhan mereka ?
2. Faktor apa saja yang menjadi kelebihan/daya tarik koran "Kompas" tersebut dibandingkan dengan jenis/macam koran lainnya ?
3. Apakah koran "Kompas" yang beredar di pasaran mampu menyaingi tingkat penjualan dibandingkan dengan koran yang lainnya ?
1.3 Batasan Masalah
Dengan melihat ruang lingkup tema atau judul penulisan yang cukup luas, maka penulis memberikan batasan-batasan masalah guna mencapai analisis akhir yang lebih baik dan relevan. Adapun batasan masalah pada penulisan ini adalah :
1. Harian Surat Kabar (KOMPAS)
2. Masyarakat umum khususnya kalangan pekerja
Masalah yang akan penulis bahas berdasarkan pengamatan serta survey yang dilakukan melalui wawancara langsung kepada penjual koran serta berdasarkan survey kepada beberapa konsumen harian "Kompas".
1.4 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui alasan utama masyarakat/sekelompok orang lebih memilih surat kabar harian kompas sebagai sumber berita referensi.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi kelebihan/daya tarik surat kabar harian kompas dibandingkan dengan surat kabar lainnya.
3. Untuk mengetahui tingkat penjualan surat kabar harian kompas dibandingkan dengan surat kabar lainnya.
1.5 Sistematika Penulisan
Penulisan ini terdiri dari 5 BAB, dimana :
a. BAB I
BAB I berisikan Latar Belakang Masalah, Tujuan Penulisan, Batasan Masalah, Indetifikasi Masalah, Sistematika Penulisan dan Kerangka Pemikiran.
b. BAB II
BAB II merupakan Landasan Teori. Berisikan teori-teori yang mendukung penulisan ini.
c. BAB III
BAB III merupakan Metodologi.
d. BAB IV
BAB IV merupakan Pembahasan.
e. BAB V
BAB V merupakan Simpulan dan Saran. Berisi tentang simpula yang diambil dari pembahasan dan juga teori-teori yang mendukung serta saran.
f. DAFTAR PUSTAKA
1.6 Kerangka Pemikiran
Didasarkan pada pemikiran berupa :
a. Arti Media Cetak
Menurut Hamundu (1999), Media cetak merupakan bagian dari media massa yang di gunakan dalam penyuluhan. Media cetak mempunyai Karateristik yang penting. Media cetak membantumembantu penerimaan informasi untuk mengatur masukan informasi tersebut. Lebih jauh lagi media cetak dapat diseleksi oleh pembaca secara mudah dibandingan dengan media berupa radio ataupun televisi. Menurut Rhenald Khasali (1995:99) Media cetak adalah susatu media yang statis dan mengutamakan pesan-pesan visual. Media ini terdiri dari lembaran dengan sejumlah kata, gambar, atau foto dalam tata warna dan halaman putih. Fungsi utama media cetak adalah memberi informasi dan mengibur.
b.Keunggulan Media Cetak (Surat Kabar)
> Market Coverage
Surat kabar dapat menjangkau daerah-daerah perkotaan sesuai cakupan pasar.
> Comparison Shooping
Kebiasaan konsumen membawa surat kabar sebagai referensi.
> Positive Consumer Attitudes
Memuat hal2 actual yang perlu segera diketahui khalayaknya pembaca.
> Flexibility
Pengiklanan dapat bebas emilih pasar mana yang akan diperioritaskan, sehingga dapat memilih media mana yang cocok.
C. Fungsi Media Cetak (Surat Kabar)
Menurut Agee, surat kabar memiliki tiga fungi utama dan fungsi sekunder, yaitu sebagai berikut :
* Fungsi Utama Media adalah :
1. To inform (Menginformasikan pada pembaca secara objektif tentang apa yang terjadi dalam suatu komunitas, negara dan dunia)
2. To Comment (mengomentari berita yang disampaikan dan mengembangkannya dalam fokus berita)
3. To Provide (menyediakan keperluan informasi bagi pembaca yang membutuhakan barang dan jasa melalui pemasangan iklan di surat kabar)
* Fungsi Sekunder Media adalah :
1. Untuk mengkampanyekan proyek-proyek yang bersifat kemasyarakatan untuk membantu kondisi-kondisi tertentu.
2. Memberikan hiburan bagi pembaca dengan sajian cerita komik, kartun dan cerita-cerita khusus.
3. Melayani pembaca sebagai konselor yang ramah, menjadi agen informasi dan memperjuangkan hak.
Jumat, 05 November 2010
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMEN DALAM MEMILIH
BAB I PENDAHULUAN
Penting untuk memahami keterkaitan kebutuhan manusia dengan perilaku pembelian. Tujuan dari pemasaran adalah untuk memenuhi dan memuaskan kebutuhan dan keinginan pelanggan secara lebih baik dari pada pesaing. Perilaku konsumen merupakan studi tentang cara individu, kelompok, organisasi dalam menyeleksi, membeli, menggunakan, dan mendisposisikan barang, jasa, gagasan, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka. Pemasar harus sepenuhnya memahami teori maupun realitas perilaku konsumen, mencakup beberapa fakta penting tentang konsumen dan tren konsumen masa depan. Untuk melihat prilaku konsumennya, pemasar harus dapat melihat dari penjualan sehari-hari di lapangan.
Perilaku pembeli difokuskan atas kebutuhan individu, grup atau organisasi. Perilaku pembelian konsumen sebenarnya di pengaruhi oleh faktor-faktor budaya, sosial, pribadi, dan psikologis. Sedangkan faktor yang paling berpengaruh dan paling luas dan paling dalam adalah faktor budaya.
BAB II PEMBAHASAN
1.1 Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen
Menurut James F. Engel – Roger D. Blackwell – Paul W. Miniard dalam Saladin (2003 : 19) terdapat tiga faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen yaitu :
1.Pengaruh lingkungan, terdiri dari budaya, kelas sosial, keluarga dan situasi. Sebagai dasar utama perilaku konsumen adalah memahami pengaruh lingkungan yang membentuk atau menghambat individu dalam mengambil keputusan berkonsumsi mereka. Konsumen hidup dalam lingkungan yang kompleks, dimana perilaku keputusan mereka dipengaruhi oleh keempat faktor tersebut diatas.
2.Perbedaan dan pengaruh individu, terdiri dari motivasi dan keterlibatan, pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya hidup, dan demografi. Perbedaan individu merupkan faktor internal (interpersonal) yang menggerakkan serta mempengaruhi perilaku. Kelima faktor tersebut akan memperluas pengaruh perilaku konsumen dalam proses keputusannya.
3.Proses psikologis, terdiri dari pengolahan informasi, pembelajaran, perubahan sikap dan perilaku. Ketiga faktor tersebut menambah minat utama dari penelitian konsumen sebagai faktor yang turut mempengaruhi perilaku konsumen dalam penambilan keputusan pembelian.
1.2Arti Penting Cara Memahami Konsumen
Beberapa pertanyaan dasar yang penting untuk diketahui sebagai landasan dalam memahami konsumen yaitu:
1. mengetahui apa yang dibutuhkan konsumen
2. mengetahui apa selera konsumen
3. bagaimana konsumen mengambil keputusan
Ada 3 buah tips cara memahami konsumen yang bisa anda terapkan dalam bisnis anda:
1. Selalu tempatkan Diri pada Posisi Konsumen
Mulailah mencermati segala hal yang dilakukan dengan bisnis seolah-olah anda adalah seorang konsumen. Anda akan terkagum-kagum bahwa cara itu membuka kesadaran anda. Contoh jika anda memiliki usaha restaurant, coba sesekali anda “menyamar” sebagai pembeli di restauran anda sendiri dan anda akan memperoleh banyak sekali informasi. Atau juga jika Setiap kali membuat suatu keputusan penting dalam bisnis yang mempengaruhi konsumen, berhentilah sejenak dan pikirkan tentang semua kemungkinan yang terjadi. Tulis kemungkinan baik yang negatif dan juga yang positif, koreksi kemudian buatlah keputusan.
2. Berbicaralah Kepada Konsumen
Sesibuk apapun yang anda lakukan, luangkanlah sedikit waktu untuk berbicara dengan ‘duit’ anda (maksudnya pelanggan). Kenali mereka lebih dekat dan mengapa mereka memilih bisnis kita. Meluangkan beberapa menit untuk berbicara dengan konsumen dapat memberi kita banyak informasi. Kita membutuhkan umpan balik dari para konsumen. Kita perlu mengetahui apakah ada masalah yang mereka alami atau apa yang mereka inginkan.
3. Apa yang diharapkan Konsumen dari Anda
Cara terbaik untuk mengetahui harapan dari para konsumen anda adalah bertanya kepada mereka. Bentuk formulir/angket sederhana (multiple choice or simple essay) dapat memberikan kita banyak informasi. Mintalah konsumen memberi penilaian dari yang sangat penting sampai yang tidak begitu penting. Semakin banyak survei yang dilakukan semakin akurat informasi yang anda dapatkan.
1.3 Sifat Dari Perilaku Konsumen
1. Consumer Behavior Is Dynamic
Perilaku konsumen dikatakan dinamis karena proses berpikir, merasakan, dan aksi dari setiap individu konsumen, kelompok konsumen, dan perhimpunan besar konsumen selalu berubah secara konstan. Sifat yang dinamis demikian menyebabkan pengembangan strategi pemasaran menjadi sangat menantang sekaligus sulit. Suatu strategi dapat berhasil pada suatu saat dan tempat tertentu tapi gagal pada saat dan tempat lain. Karena itu suatu perusahaan harus senantiasa melakukan inovasi-inovasi secara berkala untuk meraih
konsumennya.
2. Consumer Behavior Involves Interactions
Dalam perilaku konsumen terdapat interaksi antara pemikiran, perasaan, dan tindakan manusia, serta lingkungan. Semakin dalam suatu perusahaan memahami bagaimana interaksi tersebut mempengaruhi konsumen semakin baik perusahaan tersebut dalam memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen serta memberikan value atau nilai bagi konsumen.
3. Consumer Behavior Involves Exchange
Perilaku konsumen melibatkan pertukaran antara manusia. Dalam kata lain seseorang memberikan sesuatu untuk orang lain dan menerima sesuatu sebagai gantinya.
1.4 Environmental Influences on Consumer Behavior
1. Budaya, etnisitas, dan kelas sosial
A.Nilai, dan Budaya
Nilai adalah norma-norma atau pedoman yang berkembang di suatu masyarakat tertentu yang terus di pegang teguh oleh masayakat daerah tersebut.
Budaya adalah kumpulan nilai, ide, artefak, dan simbol-simbol lain yang membantu seseorang untuk berkomunikasi, mengartikan, dan mengevaluasi sebagai bagian dari suatu lingkungan. Budaya terbagi menjadi dua yaitu abstrak dan elemen material yang memberikan kemampuan bagi seseorang untuk mendefinisikan, mengevaluasi, dan membedakan antarbudaya. Elemen abstrak terdiri atas nilai-nilai, sikap, ide, tipe kepribadian, dan kesimpulan gagasan seperti agama atau politik. Material komponen terdiri atas benda-benda seperti buku, komputer, gedung, peralatan, dan lain-lain.
B.Budaya dan Konsumsi
Persepsi konsumen terhadap sesuatu termasuk bagaimana cara berfikir, percaya dan bertindak ditentukan oleh lingkungan budaya sekitar konsumen itu berada serta kelompok yang berhubungan konsumen. Seluruh pengaruh kelompok social pada perilaku beli konsumen diawali dari kebudayaan dimana konsumen tinggal.
Kebudayaan mengimpikasikan bagaimana cara hidup yang dipelajari secara total dan diwariskan. Hal ini mengandung arti bahwa kebudayaan tidak hanya mencakup tindakan yang didasarkan naluri, tapi juga dipelajari. Kebudayaan juga mempengaruhi perilaku membeli karena budaya menyerak ke dalam kehidupan sehari-hari, menetapkan apa yang kita dengar dan makan, dimana kita tinggal, dan keman kita berpergian.
Contoh : spaghetti LaFontte mempromosikan produknya sebagai cara mudah dalam menyajikan sebuah spaghetti yang tadinya sulit untuk dibuat kini, hanya dengan membeli sekotak LaFontte akan mendapatkan spaghetti-nya, sausnya serta daging yang secukupnya. Kini bila ingin makan hanya dengan memasak spaghetti dan pelengkap lalu di tuang saja sausnya, kemudian dapat disantap dengan mudah. Dari pada harus menelpon ke rumah makan cepat saji yang belum tentu dalam waktu 5 menit mereka sudah datang.
C.Nilai- Nilai yang Berubah
Nilai-nilai yang melingkupi suatu kelompok masyarakat memepengaruhi sikap dan tindakan individu dalam masyarakat tertentu. Sikap dan tindakan individu dalam suatu masyarakat berkaitan dengan keyakinan, nilai atau norma akan menimbulkan sikap dan tindakan yang cenderung homogen. Artinya, jika setiap individu mengacu pada nilai, keyakinan, aturan, norma kelompok maka setiap perilaku mereka aka cenderung seragam. Setiap kelompok masyarakat tertentu akan mempunyai cara yang berbeda dalam menjalani kehidupannya dengan sekelompok masyarakat lainnya.
Budaya meupaka cara menjalani hidup suatu masyarakat yang ditransmisikan para anggota masyarakatnya dari generasi ke generasi berikutnya. Proses transmisi dari generasi ke generasi dalam perjalanannya mengalami berbagai macam proses distorsi dan penetrasi budaya lain. Hal ini memungkinkan karena informasi dan mobilitas anggota suatu masyarakat dengan anggota masyarakat lainnya mengalir tanpa hambatan. Interaksi antar anggota masyarakat yang berbeda latar belakang budayanya semakain intens.
Oleh karena itu, dalam proses transmisi budaya dari generasi ke generasi, proses adaptasi budaya lain sangat memungkinkan.
Misalnya : proses difusi budaya popular dari Negara-negara barat, sehingga budaya Indonesia sudah tidak lagi dijadikan dasar dalam bersikap dan berperilaku.
D.Pengaruh Etnis Pada Perilaku Konsumen
Etnisitas adalah suatu elemen penting dalam menentukan suatu budaya dan memprediksi keinginan dan perilaku konsumen. Perilaku konsumen adalah suatu fungsi dari perasaan etnisitas sebagaimana dengan identitas budaya, keadaan sosial, dan tipe produk.
E. Kelas Sosial
Kelas sosial didefinisikan sebagai pembagian anggota masyarakat ke dalam suatu hierarki status kelas yang berbeda sehingga para anggota setiap kelas secara relatif mempunyai status yang sama`dan para anggota kelas lainnya mempunyai status yang lebih tinggi atau lebih rendah.
Kategori kelas sosial biasanya disusun dalam hierarki, yang berkisar dari status yang rendah sampai yang tinggi. Dengan demikian, para anggota kelas sosial tertentu merasa para anggota kelas sosial lainnya mempunyai status yang lebih tinggi maupun lebih rendah dari pada mereka.
Aspek hierarkis kelas sosial penting bagi para pemasar. Para konsumen membeli berbagai produk tertentu karena produk-produk ini disukai oleh anggota kelas sosial mereka sendiri maupun kelas yang lebih tinggi, dan para konsumen mungkin menghindari berbagai produk lain karena mereka merasa produk-produk tersebut adalah produk-produk “kelas yang lebih rendah”.
Pendekatan yang sistematis untuk mengukur kelas sosial tercakup dalam berbagai kategori yang luas berikut ini: ukuran subjektif, ukuran reputasi, dan ukuran objektif dari kelas sosial.
Peneliti konsumen telah menemukan bukti bahwa di setiap kelas sosial, ada faktor-faktor gaya hidup tertentu (kepercayaan, sikap, kegiatan, dan perilaku bersama) yang cenderung membedakan anggota setiap kelas dari anggota kelas sosial lainnya.
Para individu dapat berpindah ke atas maupun ke bawah dalam kedudukan kelas sosial dari kedudukan kelas yang disandang oleh orang tua mereka. Yang paling umum dipikirkan oleh orang-orang adalah gerakan naik karena tersedianya pendidikan bebas dan berbagai peluang untuk mengembangkan dan memajukan diri.
Dengan mengenal bahwa para individu sering menginginkan gaya hidup dan barang-barang yang dinikmati para anggota kelas sosial yang lebih tinggi maka para pemasar sering memasukkan simbol-simbol keanggotaan kelas yang lebih tinggi, baik sebagai produk maupun sebagai hiasan dalam iklan yang ditargetkan pada audiens kelas sosial yang lebih rendah.
Pembagian Kelas Sosial terdiri atas 3 bagian yaitu:
a. Berdasarkan Status Ekonomi.
1) Aristoteles membagi masyarakat secara ekonomi menjadi kelas atau golongan:
- Golongan sangat kaya;
- Golongan kaya dan;
- Golongan miskin.
Aristoteles menggambarkan ketiga kelas tersebut seperti piramida:
1 = golongan sangat kaya
2 = golongan kaya
3 = golongan miskin
Golongan pertama : merupakan kelompok terkecil dalam masyarakat. Mereka terdiri dari pengusaha, tuan tanah dan bangsawan.
Golongan kedua : merupakan golongan yang cukup banyak terdapat di dalam masyarakat. Mereka terdiri dari para pedagang, dsbnya.
Golongan ketiga : merupakan golongan terbanyak dalam masyarakat. Mereka kebanyakan rakyat biasa.
2) Karl Marx juga membagi masyarakat menjadi tiga golongan, yakni:
a. Golongan kapitalis atau borjuis : adalah mereka yang menguasai tanah dan alat produksi.
b. Golongan menengah : terdiri dari para pegawai pemerintah.
c. Golongan proletar : adalah mereka yang tidak memiliki tanah dan alat produksi. Termasuk didalamnya adalah kaum buruh atau pekerja pabrik.
Menurut Karl Marx golongan menengah cenderung dimasukkan ke golongan kapatalis karena dalam kenyataannya golongan ini adalah pembela setia kaum kapitalis. Dengan demikian, dalam kenyataannya hanya terdapat dua golongan masyarakat, yakni golongan kapitalis atau borjuis dan golongan proletar.
3) Pada masyarakat Amerika Serikat, pelapisan masyarakat dibagi menjadi enam kelas yakni:
a. Kelas sosial atas lapisan atas ( Upper-upper class)
b. Kelas sosial atas lapisan bawah ( Lower-upper class)
c. Kelas sosial menengah lapisan atas ( Upper-middle class)
d. Kelas sosial menengah lapisan bawah ( Lower-middle class)
e. Kelas sosial bawah lapisan atas ( Upper lower class)
f. Kelas sosial lapisan sosial bawah-lapisan bawah ( Lower-lower class)
2. Keluarga dan pengaruh rumah tangga
Secara ilmiah keluarga dapat diartikan sebagai sekelompok yang terdiri dari dua atau lebih individu yang berhubungan darah, pernikahan, atau adopsi yang tinggal berdampingan.
Suatu keluarga mungkin merupakan suatu keluarga patriat (patriarchal family), di mana sang ayah dipertimbangkan sebagai anggota yang paling dominan, sedangkan dalam suatu keluarga matriat (matriarchal family), pihak wanita memainkan peran dominan, dan membuat banyak keputusan, sedangkan dalam equalitarian family, sang suami dan istri membagi secara seimbang pengambilan keputusan. Keluarga memiliki struktur sendiri, seperti juga yang terjadi pada masyarakat, di mana setiap anggota memainkan perannya masing-masing. Bagi pemasar adalah penting untuk membedakan peran setiap anggota keluarga dalam tujuan untuk mengoptimalkan strategi pemasaran. Asumsi yang dibuat mengenai peran-peran pembelian harus dicek melalui riset konsumen sehingga pemasar dapat membuat bauran pemasaran yang tepat ditujukan terhadap individu yang tepat. Konsep siklus hidup keluarga atau rumah tangga telah terbukti sangat bermanfaat bagi pemasar, khususnya untuk aktivitas dari keluarga-keluarga seiring dengan berjalannya waktu. Dengan adanya konsep siklus hidup, pemasar mampu mengapresiasi kebutuhan keluarga, pembelian produk, dan sumber daya keuangan bervariasi sepanjang waktu. Siklus hidup keluarga modern didasarkan pada usia (dari individu wanita dalam rumah tangga, jika tepat), yang ditelusuri dalam kelompok-kelompok usia muda (young), usia menengah (middle aged). Dan kelompok usia lebih tua (elderly). Usia yang beragam ini dipengaruhi oleh dua bentuk peristiwa penting, yaitu (1) pernikahan dan pemisahan (baik karena perceraian atau kematian), dan (2) hadirnya anak pertama dan anak paling akhir.
Sedangkan rumah tangga adalah semua orang, baik yang berelasi maupun tidak berelasi yang menempati sebuah unit rumah. Keluarga maupun pengaruh rumah tangga mempengaruhi sikap pembelian konsumen. Misalnya kelahiran anak mempengaruhi suatu keluarga untuk menambah perabotan, bahan makanan bayi, dan lain-lain.
3. Kelompok dan pengaruh personal
Suatu perilaku konsumen tak lepas dari pengaruh kelompok dan personal yang dianutnya. Reference group adalah seseorang atau sekelompok orang yang mempengaruhi perilaku individu secara signifikan. Reference group dapat berupa artis, atlit, tokoh politik, kelompok musik, partai politik, dan lain-lain. Reference group mempengaruhi dalam beberapa cara. Pertama-tama reference group menciptakan sosialisasi atas individu. Kedua reference group berperan penting dalam membangun dan mengevaluasi konsep seseorang dan membandingkannya dengan orang lain. Ketiga, reference group menjadi alat
untuk mendapatkan pemenuhan norma dalam sebuah kelompok sosial.
1.5 Individual Determinants of Consumer Behavior
1. Demografis, psikografis, dan kepribadian
a. Demografis berhubungan dengan ukuran, struktur, dan pendistribusian populasi. Demografis berperan penting dalam pemasaran. Demografis membantu peramalan trend suatu produk bertahun-tahun mendatang serta perubahan permintaan dan pola konsumsi.
b. Psikografis adalah sebuah teknik operasional untuk mengukur gaya hidup. Dalam kata lain psikografis adalah penelitian mengenai profil psikologi dari konsumen. Psikografis memberikan pengukuran secara kuantitatif maupun kualitatif. Bila demografis menjelaskan siapa yang membeli suatu produk, psikografis menekankan pada penjelasan mengapa produk tersebut dibeli. Sangat penting untuk meneliti faktor psikografis termasuk kepercayaan dan nilai karena kesuksesan industri organik akan bergantung pada tingkat kemampuan memobilisasi konsumen untuk menerima produk organik (Lea & Worsley, 2005).
c. Kepribadian dalam bidang pemasaran memiliki arti sebagai respon yang konsisten terhadap pengaruh lingkungan. Kepribadian adalah tampilan psikologi individu yang unik dimana mempengaruhi secara konsisten bagaimana seseorang merespon lingkungannya.
Konsep kepribadian (personality) dibahas secara teoretis oleh para pakar melalui berbagai sudut pandang yang beraneka ragam, diantaranya menekankan pembahasan kepribadian pada pengaruh sosial dan lingkungan terhadap pembentukan kepribadian secara kontinu dari waktu ke waktu, serta menekankan pada pengaruh faktor keturunan dan pengalaman di awal masa kecil terhadap pembentukan kepribadian.
Tiga karakteristik yang perlu dibahas dalam pembahasan mengenai kepribadian adalah kepribadian mencerminkan perbedaan antarindividu, kepribadian bersifat konsisten dan berkelanjutan, dan kepribadian dapat mengalami perubahan. Dalam mempelajari kaitan antara kepribadian dan perilaku konsumen, 3 teori kepribadian yang sering digunakan sebagai acuan adalah teori Freudian, Neo Freudian dan teori traits.
Teori Freudian yang diperkenalkan oleh Sigmund Freud, mengungkapkan teori psychoanalytic dari kepribadian yang menjadi landasan dalam ilmu psikologi. Berdasarkan teori Freud, kepribadian manusia terdiri dari 3 bagian atau sistem yang saling berinteraksi satu sama lain. Ketiga bagian tersebut adalah id, superego dan ego. Teori kepribadian Neo-Freudian mengemukakan bahwa faktor utama yang mempengaruhi pembentukan kepribadian manusia bukan dari dirinya sendiri, tetapi dari hubungan sosial. Berdasarkan teori trait, kepribadian diukur melalui beberapa karakteristik psikologis yang bersifat spesifik yang disebut dengan trait. Salah satu tes yang dikenal adalah selected single- trait personality. Dalam pemahaman mengenai berbagai karakteristik konsumen yang mempengaruhi perilaku mereka dalam melakukan pembelian, beberapa diantaranya adalah keinovatifan konsumen, faktor kognitif konsumen, tingkat materialisme konsumen, dan ethnocentrism konsumen. Selain product personality, konsumen juga mengenal brand personality, di mana mereka melihat perbedaan trait pada tiap produk yang berbeda juga. Semua kesan yang berhasil ditampilkan oleh merek tersebut dalam benak konsumen menggambarkan bahwa konsumen dapat melihat karakteristik tertentu dari produk, kemudian membentuk brand personality.
2. Motivasi konsumen
Dalam menjawab pertanyaan mengenai mengapa seseorang membeli produk tertentu, hal ini berhubungan dengan motivasi seorang konsumen.
Motivasi sebagai tenaga dorong dalam diri individu yang memaksa mereka untuk bertindak, yang timbul sebagai akibat kebutuhan yang tidak terpenuhi. Motivasi muncul karena adanya kebutuhan yang dirasakan. Kebutuhan sendiri muncul karena konsumen merasakan ketidaknyamanan (state of tension) antara yang seharusnya dirasakan dan yang sesungguhnya dirasakan.
Untuk memahami kebutuhan manusia, Teori Maslow dan McClelland menggambarkan bahwa manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan yang berbeda sehingga hal ini dapat digunakan pemasar untuk mendorong konsumsi suatu produk dan atau jasa.
3. Pengetahuan konsumen
Pengetahuan konsumen dapat diartikan sebagai himpunan dari jumlah total atas informasi yang dimemori yang relevan dengan pembelian produk dan penggunaan produk. Misalnya apakah makanan organik itu, kandungan nutrisi yang terdapat di dalamnya, manfaatnya bagi kesehatan, dan lain-lain.
4. Intensi, sikap, kepercayaan, gaya hidup dan perasaan konsumen
a. Intensi adalah pendapat subjektif mengenai bagaimana seseorang bersikap di masa depan. Ada beberapa jenis intensi konsumen. Intensi pembelian adalah pendapat mengenai apa yang akan dibeli. Intensi pembelian kembali adalah apakah akan membeli barang yang sama dengan sebelumnya. Intensi pembelanjaan adalah dimana konsumen akan merencanakan sebuah produk akan dibeli. Intensi pengeluaran adalah berapa banyak uang yang akan digunakan. Intensi pencarian mengindikasikan keinginan seseorang untuk melakukan pencarian. Intensi konsumsi adalah keinginan seseorang untuk terikat dalam aktifitas konsumsi.
b. Sikap mewakili apa yang disukai maupun tidak disukai oleh seseorang. Sikap seorang konsumen mendorong konsumen untuk melakukan pemilihan terhadap beberapa produk. Sehingga sikap terkadang diukur dalam bentuk preferensi atau pilihan konsumen. Preferensi itu sendiri dapat dikatakan sebagai suatu sikap terhadap sebuah objek dan relasinya terhadap objek lain.
Sikap memiliki beberapa fungsi, yaitu fungsi penyesuaian, ego defensive, ekspresi nilai, dan pengetahuan. Untuk lebih memahami sikap perlu dipahami beberapa karakteristik sikap, diantaranya memiliki objek, konsisten, intensitas dan dapat dipelajari.
Sikap juga dapat digambarkan dalam bentuk model. Model tradisional menggambarkan pengaruh informasi dari lingkungan luar pribadi seseorang, di mana informasi tersebut akan diolah dengan menggunakan elemen internal dari seseorang, untuk menghasilkan sikap terhadap objek. Model analisis konsumen menyebutkan bahwa sikap terdiri dari komponen perasaan (affect) dan kognitif, perilaku, serta lingkungan. Model tiga komponen dan model ABC menyatakan bahwa sikap konsumen dibentuk oleh faktor kognitif, afektif, dan konatif (perilaku atau kecenderungan untuk berperilaku). Teori kongruitas menggambarkan pengaruh antara dua jenis objek, di mana kekuatan satu sama lain dapat saling mempengaruhi persepsi konsumen. Dan model terakhir adalah model Fishbein yang merupakan kombinasi dari kepercayaan objek terkait dengan atribut dan intensitas dari kepercayaan tersebut. Model Fishbein ini kemudian dimodifikasi dengan menambahkan bahwa perilaku dipengaruhi oleh sikap terhadap perilaku dan norma subjektif.
Sikap yang terbentuk biasanya didapatkan dari pengetahuan yang berbentuk pengalaman pribadi. Sikap juga dapat terbentuk berdasarkan informasi yang diterima dari orang lain, yang memiliki pengaruh. Kelompok juga menjadi sumber pembentukan sikap yang cukup berpengaruh.
Alur pembentukan sikap dimulai ketika seseorang menerima informasi tentang produk atau jasa. Informasi tersebut, kemudian dievaluasi dan dipilah, berdasarkan kebutuhan, nilai, kepribadian, dan kepercayaan dari individu. Sehingga terjadilah pembentukan, perubahan atau konfirmasi dalam kepercayaan konsumen terhadap produk, serta tingkat kepentingan dari tiap atribut produk terhadap dirinya atau terhadap kebutuhannya saat ini. Hasil akhirnya adalah terbentuknya sikap dari individu terhadap suatu objek (produk, jasa atau hal lainnya). Tingkat komitmen dari pembentukan sikap beragam, mulai dari compliance, identification, sampai kepada internalization. Dalam prinsip konsistensi sikap, terdapat harmoni antara pemikiran, perasaan, dan perbuatan, yang cenderung menimbulkan usaha untuk menciptakan keseimbangan antara ketiganya. Adanya disonansi antara elemen sikap dan perilaku dapat direduksi dengan menghilangkan, menambah atau mengubah keduanya (teori disonansi kognitif). Teori persepsi diri menyatakan bahwa sikap dapat ditentukan dari perilaku yang diobservasi. Adanya penerimaan dan penolakan pesan berdasarkan standar yang dibentuk dari sikap sebelumnya terdapat dalam teori penilaian sosial.
Strategi perubahan sikap dapat dilakukan baik terhadap produk dengan keterlibatan tinggi, maupun untuk produk dengan tingkat keterlibatan rendah. Usaha mengarahkan audiens untuk produk dengan keterlibatan rendah ditempuh dengan mentransformasi situasi ke arah keterlibatan konsumen yang tinggi. Adapun strategi perubahan sikap konsumen terhadap produk atau jasa tertentu dilakukan dengan menggunakan saluran komunikasi persuasif, yang mengikuti alur proses komunikasi yang efektif. Pemasar harus mampu mengidentifikasi, menganalisis, dan mengoptimalkan penggunaan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi dan dapat menyebabkan perubahan sikap dari penerima pesan atau konsumen. Faktor sumber, pesan, dan penerima pesan dapat digunakan secara optimal untuk menghasilkan perubahan sikap dan tentunya perubahan perilaku positif dari konsumen yang diharapkan oleh pemasar. Kredibilitas dari sumber pesan menjadi fokus dari komunikasi persuasif. Dalam mengelola pesan, yang harus diperhatikan adalah struktur, urutan, dan makna yang terkandung dalam pesan. Karakteristik dari penerima pesan, yang meliputi kepribadian, mood, dan jenis kepercayaan yang dimiliki juga menjadi faktor penentu keberhasilan komunikasi persuasif.
c. Kepercayaan dapat didefinisikan sebagai penilaian subjektif mengenai hubungan antara dua atau lebih benda. Suatu kepercayaan dibentuk dari
pengetahuan. Apa yang telah seseorang pelajari mengenai suatu produk mendorong timbulnya kepercayaan tertentu mengenai produk tersebut.
d. Gaya hidup merupakan pola hidup yang menentukan bagaimana seseorang memilih untuk menggunakan waktu, uang dan energi dan merefleksikan nilai-nilai, rasa, dan kesukaan. Gaya hidup adalah bagaimana seseorang menjalankan apa yang menjadi konsep dirinya yang ditentukan oleh karakteristik individu yang terbangun dan terbentuk sejak lahir dan seiring dengan berlangsungnya interaksi sosial selama mereka menjalani siklus kehidupan. Konsep gaya hidup konsumen sedikit berbeda dari kepribadian. Gaya hidup terkait dengan bagaimana seseorang hidup, bagaimana menggunakan uangnya dan bagaimana mengalokasikan waktu mereka. Kepribadian menggambarkan konsumen lebih kepada perspektif internal, yang memperlihatkan karakteristik pola berpikir, perasaan dan persepsi mereka terhadap sesuatu. Gaya hidup yang diinginkan oleh seseorang mempengaruhi perilaku pembelian yang ada dalam dirinya, dan selanjutnya akan mempengaruhi atau bahkan mengubah gaya hidup individu tersebut. Berbagai faktor dapat mempengaruhi gaya hidup seseorang diantaranya demografi, kepribadian, kelas sosial, daur hidup dalam rumah tangga. Kasali (1998) menyampaikan beberapa perubahan demografi Indonesia di masa depan, yaitu penduduk akan lebih terkonsentrasi di perkotaan, usia akan semakin tua, melemahnya pertumbuhan penduduk, berkurangnya orang muda, jumlah anggota keluarga berkurang, pria akan lebih banyak, semakin banyak wanita yang bekerja, penghasilan keluarga meningkat, orang kaya bertambah banyak, dan pulau Jawa tetap terpadat.
e. Perasaan adalah suatu keadaan yang memiliki pengaruh (seperti mood seseorang) atau reaksi. Perasaan dapat bersifat positif maupun negatif tergantung kepada setiap individu. Perasaan juga memiliki pengaruh terhadap penentuan sikap seorang konsumen.
BAB III PENUTUP
3.1 PENUTUP
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat faktor- faktor yang berpengaruh dalam perilaku pembelian konsumen. Faktor tersebut dapat dibedakan menjadi dua yaitu Faktor internal dan eksternal. Selain itu terdapat faktor Psikologis.
Faktor Internal terdiri dari : Gaya Hidup, kepribadian, demograf, pengetahuan, sikap.
Faktor Eksternal terdiri dari budaya, keluarga, kelas sosial dan situasi.
Faktor Psikologis terdiri dari pengolahan informasi, pembelajaran perubahan sikap dan perilaku.
Sedangkan arti penting cara dalam memahami konsumen yaitu mengetahui apa yang dibutuhkan konsumen, mengetahui apa selera konsumen dan bagaimana konsumen mengambil keputusan.
DAFTAR PUSTAKA
- ( http://www.psikologizone.com/faktor-yang-mempengaruhi-perilaku-konsumen )
- ( http://bisnis2121.com/2008/content/view/142/1/ )
- ( http://teddykw2.wordpress.com/2008/03/01/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-perilaku-konsumen/ )
- ( http://bajirul.wordpress.com/2010/06/07/arti-penting-memahami-keinginan-konsumen/ )
Penting untuk memahami keterkaitan kebutuhan manusia dengan perilaku pembelian. Tujuan dari pemasaran adalah untuk memenuhi dan memuaskan kebutuhan dan keinginan pelanggan secara lebih baik dari pada pesaing. Perilaku konsumen merupakan studi tentang cara individu, kelompok, organisasi dalam menyeleksi, membeli, menggunakan, dan mendisposisikan barang, jasa, gagasan, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka. Pemasar harus sepenuhnya memahami teori maupun realitas perilaku konsumen, mencakup beberapa fakta penting tentang konsumen dan tren konsumen masa depan. Untuk melihat prilaku konsumennya, pemasar harus dapat melihat dari penjualan sehari-hari di lapangan.
Perilaku pembeli difokuskan atas kebutuhan individu, grup atau organisasi. Perilaku pembelian konsumen sebenarnya di pengaruhi oleh faktor-faktor budaya, sosial, pribadi, dan psikologis. Sedangkan faktor yang paling berpengaruh dan paling luas dan paling dalam adalah faktor budaya.
BAB II PEMBAHASAN
1.1 Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen
Menurut James F. Engel – Roger D. Blackwell – Paul W. Miniard dalam Saladin (2003 : 19) terdapat tiga faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen yaitu :
1.Pengaruh lingkungan, terdiri dari budaya, kelas sosial, keluarga dan situasi. Sebagai dasar utama perilaku konsumen adalah memahami pengaruh lingkungan yang membentuk atau menghambat individu dalam mengambil keputusan berkonsumsi mereka. Konsumen hidup dalam lingkungan yang kompleks, dimana perilaku keputusan mereka dipengaruhi oleh keempat faktor tersebut diatas.
2.Perbedaan dan pengaruh individu, terdiri dari motivasi dan keterlibatan, pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya hidup, dan demografi. Perbedaan individu merupkan faktor internal (interpersonal) yang menggerakkan serta mempengaruhi perilaku. Kelima faktor tersebut akan memperluas pengaruh perilaku konsumen dalam proses keputusannya.
3.Proses psikologis, terdiri dari pengolahan informasi, pembelajaran, perubahan sikap dan perilaku. Ketiga faktor tersebut menambah minat utama dari penelitian konsumen sebagai faktor yang turut mempengaruhi perilaku konsumen dalam penambilan keputusan pembelian.
1.2Arti Penting Cara Memahami Konsumen
Beberapa pertanyaan dasar yang penting untuk diketahui sebagai landasan dalam memahami konsumen yaitu:
1. mengetahui apa yang dibutuhkan konsumen
2. mengetahui apa selera konsumen
3. bagaimana konsumen mengambil keputusan
Ada 3 buah tips cara memahami konsumen yang bisa anda terapkan dalam bisnis anda:
1. Selalu tempatkan Diri pada Posisi Konsumen
Mulailah mencermati segala hal yang dilakukan dengan bisnis seolah-olah anda adalah seorang konsumen. Anda akan terkagum-kagum bahwa cara itu membuka kesadaran anda. Contoh jika anda memiliki usaha restaurant, coba sesekali anda “menyamar” sebagai pembeli di restauran anda sendiri dan anda akan memperoleh banyak sekali informasi. Atau juga jika Setiap kali membuat suatu keputusan penting dalam bisnis yang mempengaruhi konsumen, berhentilah sejenak dan pikirkan tentang semua kemungkinan yang terjadi. Tulis kemungkinan baik yang negatif dan juga yang positif, koreksi kemudian buatlah keputusan.
2. Berbicaralah Kepada Konsumen
Sesibuk apapun yang anda lakukan, luangkanlah sedikit waktu untuk berbicara dengan ‘duit’ anda (maksudnya pelanggan). Kenali mereka lebih dekat dan mengapa mereka memilih bisnis kita. Meluangkan beberapa menit untuk berbicara dengan konsumen dapat memberi kita banyak informasi. Kita membutuhkan umpan balik dari para konsumen. Kita perlu mengetahui apakah ada masalah yang mereka alami atau apa yang mereka inginkan.
3. Apa yang diharapkan Konsumen dari Anda
Cara terbaik untuk mengetahui harapan dari para konsumen anda adalah bertanya kepada mereka. Bentuk formulir/angket sederhana (multiple choice or simple essay) dapat memberikan kita banyak informasi. Mintalah konsumen memberi penilaian dari yang sangat penting sampai yang tidak begitu penting. Semakin banyak survei yang dilakukan semakin akurat informasi yang anda dapatkan.
1.3 Sifat Dari Perilaku Konsumen
1. Consumer Behavior Is Dynamic
Perilaku konsumen dikatakan dinamis karena proses berpikir, merasakan, dan aksi dari setiap individu konsumen, kelompok konsumen, dan perhimpunan besar konsumen selalu berubah secara konstan. Sifat yang dinamis demikian menyebabkan pengembangan strategi pemasaran menjadi sangat menantang sekaligus sulit. Suatu strategi dapat berhasil pada suatu saat dan tempat tertentu tapi gagal pada saat dan tempat lain. Karena itu suatu perusahaan harus senantiasa melakukan inovasi-inovasi secara berkala untuk meraih
konsumennya.
2. Consumer Behavior Involves Interactions
Dalam perilaku konsumen terdapat interaksi antara pemikiran, perasaan, dan tindakan manusia, serta lingkungan. Semakin dalam suatu perusahaan memahami bagaimana interaksi tersebut mempengaruhi konsumen semakin baik perusahaan tersebut dalam memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen serta memberikan value atau nilai bagi konsumen.
3. Consumer Behavior Involves Exchange
Perilaku konsumen melibatkan pertukaran antara manusia. Dalam kata lain seseorang memberikan sesuatu untuk orang lain dan menerima sesuatu sebagai gantinya.
1.4 Environmental Influences on Consumer Behavior
1. Budaya, etnisitas, dan kelas sosial
A.Nilai, dan Budaya
Nilai adalah norma-norma atau pedoman yang berkembang di suatu masyarakat tertentu yang terus di pegang teguh oleh masayakat daerah tersebut.
Budaya adalah kumpulan nilai, ide, artefak, dan simbol-simbol lain yang membantu seseorang untuk berkomunikasi, mengartikan, dan mengevaluasi sebagai bagian dari suatu lingkungan. Budaya terbagi menjadi dua yaitu abstrak dan elemen material yang memberikan kemampuan bagi seseorang untuk mendefinisikan, mengevaluasi, dan membedakan antarbudaya. Elemen abstrak terdiri atas nilai-nilai, sikap, ide, tipe kepribadian, dan kesimpulan gagasan seperti agama atau politik. Material komponen terdiri atas benda-benda seperti buku, komputer, gedung, peralatan, dan lain-lain.
B.Budaya dan Konsumsi
Persepsi konsumen terhadap sesuatu termasuk bagaimana cara berfikir, percaya dan bertindak ditentukan oleh lingkungan budaya sekitar konsumen itu berada serta kelompok yang berhubungan konsumen. Seluruh pengaruh kelompok social pada perilaku beli konsumen diawali dari kebudayaan dimana konsumen tinggal.
Kebudayaan mengimpikasikan bagaimana cara hidup yang dipelajari secara total dan diwariskan. Hal ini mengandung arti bahwa kebudayaan tidak hanya mencakup tindakan yang didasarkan naluri, tapi juga dipelajari. Kebudayaan juga mempengaruhi perilaku membeli karena budaya menyerak ke dalam kehidupan sehari-hari, menetapkan apa yang kita dengar dan makan, dimana kita tinggal, dan keman kita berpergian.
Contoh : spaghetti LaFontte mempromosikan produknya sebagai cara mudah dalam menyajikan sebuah spaghetti yang tadinya sulit untuk dibuat kini, hanya dengan membeli sekotak LaFontte akan mendapatkan spaghetti-nya, sausnya serta daging yang secukupnya. Kini bila ingin makan hanya dengan memasak spaghetti dan pelengkap lalu di tuang saja sausnya, kemudian dapat disantap dengan mudah. Dari pada harus menelpon ke rumah makan cepat saji yang belum tentu dalam waktu 5 menit mereka sudah datang.
C.Nilai- Nilai yang Berubah
Nilai-nilai yang melingkupi suatu kelompok masyarakat memepengaruhi sikap dan tindakan individu dalam masyarakat tertentu. Sikap dan tindakan individu dalam suatu masyarakat berkaitan dengan keyakinan, nilai atau norma akan menimbulkan sikap dan tindakan yang cenderung homogen. Artinya, jika setiap individu mengacu pada nilai, keyakinan, aturan, norma kelompok maka setiap perilaku mereka aka cenderung seragam. Setiap kelompok masyarakat tertentu akan mempunyai cara yang berbeda dalam menjalani kehidupannya dengan sekelompok masyarakat lainnya.
Budaya meupaka cara menjalani hidup suatu masyarakat yang ditransmisikan para anggota masyarakatnya dari generasi ke generasi berikutnya. Proses transmisi dari generasi ke generasi dalam perjalanannya mengalami berbagai macam proses distorsi dan penetrasi budaya lain. Hal ini memungkinkan karena informasi dan mobilitas anggota suatu masyarakat dengan anggota masyarakat lainnya mengalir tanpa hambatan. Interaksi antar anggota masyarakat yang berbeda latar belakang budayanya semakain intens.
Oleh karena itu, dalam proses transmisi budaya dari generasi ke generasi, proses adaptasi budaya lain sangat memungkinkan.
Misalnya : proses difusi budaya popular dari Negara-negara barat, sehingga budaya Indonesia sudah tidak lagi dijadikan dasar dalam bersikap dan berperilaku.
D.Pengaruh Etnis Pada Perilaku Konsumen
Etnisitas adalah suatu elemen penting dalam menentukan suatu budaya dan memprediksi keinginan dan perilaku konsumen. Perilaku konsumen adalah suatu fungsi dari perasaan etnisitas sebagaimana dengan identitas budaya, keadaan sosial, dan tipe produk.
E. Kelas Sosial
Kelas sosial didefinisikan sebagai pembagian anggota masyarakat ke dalam suatu hierarki status kelas yang berbeda sehingga para anggota setiap kelas secara relatif mempunyai status yang sama`dan para anggota kelas lainnya mempunyai status yang lebih tinggi atau lebih rendah.
Kategori kelas sosial biasanya disusun dalam hierarki, yang berkisar dari status yang rendah sampai yang tinggi. Dengan demikian, para anggota kelas sosial tertentu merasa para anggota kelas sosial lainnya mempunyai status yang lebih tinggi maupun lebih rendah dari pada mereka.
Aspek hierarkis kelas sosial penting bagi para pemasar. Para konsumen membeli berbagai produk tertentu karena produk-produk ini disukai oleh anggota kelas sosial mereka sendiri maupun kelas yang lebih tinggi, dan para konsumen mungkin menghindari berbagai produk lain karena mereka merasa produk-produk tersebut adalah produk-produk “kelas yang lebih rendah”.
Pendekatan yang sistematis untuk mengukur kelas sosial tercakup dalam berbagai kategori yang luas berikut ini: ukuran subjektif, ukuran reputasi, dan ukuran objektif dari kelas sosial.
Peneliti konsumen telah menemukan bukti bahwa di setiap kelas sosial, ada faktor-faktor gaya hidup tertentu (kepercayaan, sikap, kegiatan, dan perilaku bersama) yang cenderung membedakan anggota setiap kelas dari anggota kelas sosial lainnya.
Para individu dapat berpindah ke atas maupun ke bawah dalam kedudukan kelas sosial dari kedudukan kelas yang disandang oleh orang tua mereka. Yang paling umum dipikirkan oleh orang-orang adalah gerakan naik karena tersedianya pendidikan bebas dan berbagai peluang untuk mengembangkan dan memajukan diri.
Dengan mengenal bahwa para individu sering menginginkan gaya hidup dan barang-barang yang dinikmati para anggota kelas sosial yang lebih tinggi maka para pemasar sering memasukkan simbol-simbol keanggotaan kelas yang lebih tinggi, baik sebagai produk maupun sebagai hiasan dalam iklan yang ditargetkan pada audiens kelas sosial yang lebih rendah.
Pembagian Kelas Sosial terdiri atas 3 bagian yaitu:
a. Berdasarkan Status Ekonomi.
1) Aristoteles membagi masyarakat secara ekonomi menjadi kelas atau golongan:
- Golongan sangat kaya;
- Golongan kaya dan;
- Golongan miskin.
Aristoteles menggambarkan ketiga kelas tersebut seperti piramida:
1 = golongan sangat kaya
2 = golongan kaya
3 = golongan miskin
Golongan pertama : merupakan kelompok terkecil dalam masyarakat. Mereka terdiri dari pengusaha, tuan tanah dan bangsawan.
Golongan kedua : merupakan golongan yang cukup banyak terdapat di dalam masyarakat. Mereka terdiri dari para pedagang, dsbnya.
Golongan ketiga : merupakan golongan terbanyak dalam masyarakat. Mereka kebanyakan rakyat biasa.
2) Karl Marx juga membagi masyarakat menjadi tiga golongan, yakni:
a. Golongan kapitalis atau borjuis : adalah mereka yang menguasai tanah dan alat produksi.
b. Golongan menengah : terdiri dari para pegawai pemerintah.
c. Golongan proletar : adalah mereka yang tidak memiliki tanah dan alat produksi. Termasuk didalamnya adalah kaum buruh atau pekerja pabrik.
Menurut Karl Marx golongan menengah cenderung dimasukkan ke golongan kapatalis karena dalam kenyataannya golongan ini adalah pembela setia kaum kapitalis. Dengan demikian, dalam kenyataannya hanya terdapat dua golongan masyarakat, yakni golongan kapitalis atau borjuis dan golongan proletar.
3) Pada masyarakat Amerika Serikat, pelapisan masyarakat dibagi menjadi enam kelas yakni:
a. Kelas sosial atas lapisan atas ( Upper-upper class)
b. Kelas sosial atas lapisan bawah ( Lower-upper class)
c. Kelas sosial menengah lapisan atas ( Upper-middle class)
d. Kelas sosial menengah lapisan bawah ( Lower-middle class)
e. Kelas sosial bawah lapisan atas ( Upper lower class)
f. Kelas sosial lapisan sosial bawah-lapisan bawah ( Lower-lower class)
2. Keluarga dan pengaruh rumah tangga
Secara ilmiah keluarga dapat diartikan sebagai sekelompok yang terdiri dari dua atau lebih individu yang berhubungan darah, pernikahan, atau adopsi yang tinggal berdampingan.
Suatu keluarga mungkin merupakan suatu keluarga patriat (patriarchal family), di mana sang ayah dipertimbangkan sebagai anggota yang paling dominan, sedangkan dalam suatu keluarga matriat (matriarchal family), pihak wanita memainkan peran dominan, dan membuat banyak keputusan, sedangkan dalam equalitarian family, sang suami dan istri membagi secara seimbang pengambilan keputusan. Keluarga memiliki struktur sendiri, seperti juga yang terjadi pada masyarakat, di mana setiap anggota memainkan perannya masing-masing. Bagi pemasar adalah penting untuk membedakan peran setiap anggota keluarga dalam tujuan untuk mengoptimalkan strategi pemasaran. Asumsi yang dibuat mengenai peran-peran pembelian harus dicek melalui riset konsumen sehingga pemasar dapat membuat bauran pemasaran yang tepat ditujukan terhadap individu yang tepat. Konsep siklus hidup keluarga atau rumah tangga telah terbukti sangat bermanfaat bagi pemasar, khususnya untuk aktivitas dari keluarga-keluarga seiring dengan berjalannya waktu. Dengan adanya konsep siklus hidup, pemasar mampu mengapresiasi kebutuhan keluarga, pembelian produk, dan sumber daya keuangan bervariasi sepanjang waktu. Siklus hidup keluarga modern didasarkan pada usia (dari individu wanita dalam rumah tangga, jika tepat), yang ditelusuri dalam kelompok-kelompok usia muda (young), usia menengah (middle aged). Dan kelompok usia lebih tua (elderly). Usia yang beragam ini dipengaruhi oleh dua bentuk peristiwa penting, yaitu (1) pernikahan dan pemisahan (baik karena perceraian atau kematian), dan (2) hadirnya anak pertama dan anak paling akhir.
Sedangkan rumah tangga adalah semua orang, baik yang berelasi maupun tidak berelasi yang menempati sebuah unit rumah. Keluarga maupun pengaruh rumah tangga mempengaruhi sikap pembelian konsumen. Misalnya kelahiran anak mempengaruhi suatu keluarga untuk menambah perabotan, bahan makanan bayi, dan lain-lain.
3. Kelompok dan pengaruh personal
Suatu perilaku konsumen tak lepas dari pengaruh kelompok dan personal yang dianutnya. Reference group adalah seseorang atau sekelompok orang yang mempengaruhi perilaku individu secara signifikan. Reference group dapat berupa artis, atlit, tokoh politik, kelompok musik, partai politik, dan lain-lain. Reference group mempengaruhi dalam beberapa cara. Pertama-tama reference group menciptakan sosialisasi atas individu. Kedua reference group berperan penting dalam membangun dan mengevaluasi konsep seseorang dan membandingkannya dengan orang lain. Ketiga, reference group menjadi alat
untuk mendapatkan pemenuhan norma dalam sebuah kelompok sosial.
1.5 Individual Determinants of Consumer Behavior
1. Demografis, psikografis, dan kepribadian
a. Demografis berhubungan dengan ukuran, struktur, dan pendistribusian populasi. Demografis berperan penting dalam pemasaran. Demografis membantu peramalan trend suatu produk bertahun-tahun mendatang serta perubahan permintaan dan pola konsumsi.
b. Psikografis adalah sebuah teknik operasional untuk mengukur gaya hidup. Dalam kata lain psikografis adalah penelitian mengenai profil psikologi dari konsumen. Psikografis memberikan pengukuran secara kuantitatif maupun kualitatif. Bila demografis menjelaskan siapa yang membeli suatu produk, psikografis menekankan pada penjelasan mengapa produk tersebut dibeli. Sangat penting untuk meneliti faktor psikografis termasuk kepercayaan dan nilai karena kesuksesan industri organik akan bergantung pada tingkat kemampuan memobilisasi konsumen untuk menerima produk organik (Lea & Worsley, 2005).
c. Kepribadian dalam bidang pemasaran memiliki arti sebagai respon yang konsisten terhadap pengaruh lingkungan. Kepribadian adalah tampilan psikologi individu yang unik dimana mempengaruhi secara konsisten bagaimana seseorang merespon lingkungannya.
Konsep kepribadian (personality) dibahas secara teoretis oleh para pakar melalui berbagai sudut pandang yang beraneka ragam, diantaranya menekankan pembahasan kepribadian pada pengaruh sosial dan lingkungan terhadap pembentukan kepribadian secara kontinu dari waktu ke waktu, serta menekankan pada pengaruh faktor keturunan dan pengalaman di awal masa kecil terhadap pembentukan kepribadian.
Tiga karakteristik yang perlu dibahas dalam pembahasan mengenai kepribadian adalah kepribadian mencerminkan perbedaan antarindividu, kepribadian bersifat konsisten dan berkelanjutan, dan kepribadian dapat mengalami perubahan. Dalam mempelajari kaitan antara kepribadian dan perilaku konsumen, 3 teori kepribadian yang sering digunakan sebagai acuan adalah teori Freudian, Neo Freudian dan teori traits.
Teori Freudian yang diperkenalkan oleh Sigmund Freud, mengungkapkan teori psychoanalytic dari kepribadian yang menjadi landasan dalam ilmu psikologi. Berdasarkan teori Freud, kepribadian manusia terdiri dari 3 bagian atau sistem yang saling berinteraksi satu sama lain. Ketiga bagian tersebut adalah id, superego dan ego. Teori kepribadian Neo-Freudian mengemukakan bahwa faktor utama yang mempengaruhi pembentukan kepribadian manusia bukan dari dirinya sendiri, tetapi dari hubungan sosial. Berdasarkan teori trait, kepribadian diukur melalui beberapa karakteristik psikologis yang bersifat spesifik yang disebut dengan trait. Salah satu tes yang dikenal adalah selected single- trait personality. Dalam pemahaman mengenai berbagai karakteristik konsumen yang mempengaruhi perilaku mereka dalam melakukan pembelian, beberapa diantaranya adalah keinovatifan konsumen, faktor kognitif konsumen, tingkat materialisme konsumen, dan ethnocentrism konsumen. Selain product personality, konsumen juga mengenal brand personality, di mana mereka melihat perbedaan trait pada tiap produk yang berbeda juga. Semua kesan yang berhasil ditampilkan oleh merek tersebut dalam benak konsumen menggambarkan bahwa konsumen dapat melihat karakteristik tertentu dari produk, kemudian membentuk brand personality.
2. Motivasi konsumen
Dalam menjawab pertanyaan mengenai mengapa seseorang membeli produk tertentu, hal ini berhubungan dengan motivasi seorang konsumen.
Motivasi sebagai tenaga dorong dalam diri individu yang memaksa mereka untuk bertindak, yang timbul sebagai akibat kebutuhan yang tidak terpenuhi. Motivasi muncul karena adanya kebutuhan yang dirasakan. Kebutuhan sendiri muncul karena konsumen merasakan ketidaknyamanan (state of tension) antara yang seharusnya dirasakan dan yang sesungguhnya dirasakan.
Untuk memahami kebutuhan manusia, Teori Maslow dan McClelland menggambarkan bahwa manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan yang berbeda sehingga hal ini dapat digunakan pemasar untuk mendorong konsumsi suatu produk dan atau jasa.
3. Pengetahuan konsumen
Pengetahuan konsumen dapat diartikan sebagai himpunan dari jumlah total atas informasi yang dimemori yang relevan dengan pembelian produk dan penggunaan produk. Misalnya apakah makanan organik itu, kandungan nutrisi yang terdapat di dalamnya, manfaatnya bagi kesehatan, dan lain-lain.
4. Intensi, sikap, kepercayaan, gaya hidup dan perasaan konsumen
a. Intensi adalah pendapat subjektif mengenai bagaimana seseorang bersikap di masa depan. Ada beberapa jenis intensi konsumen. Intensi pembelian adalah pendapat mengenai apa yang akan dibeli. Intensi pembelian kembali adalah apakah akan membeli barang yang sama dengan sebelumnya. Intensi pembelanjaan adalah dimana konsumen akan merencanakan sebuah produk akan dibeli. Intensi pengeluaran adalah berapa banyak uang yang akan digunakan. Intensi pencarian mengindikasikan keinginan seseorang untuk melakukan pencarian. Intensi konsumsi adalah keinginan seseorang untuk terikat dalam aktifitas konsumsi.
b. Sikap mewakili apa yang disukai maupun tidak disukai oleh seseorang. Sikap seorang konsumen mendorong konsumen untuk melakukan pemilihan terhadap beberapa produk. Sehingga sikap terkadang diukur dalam bentuk preferensi atau pilihan konsumen. Preferensi itu sendiri dapat dikatakan sebagai suatu sikap terhadap sebuah objek dan relasinya terhadap objek lain.
Sikap memiliki beberapa fungsi, yaitu fungsi penyesuaian, ego defensive, ekspresi nilai, dan pengetahuan. Untuk lebih memahami sikap perlu dipahami beberapa karakteristik sikap, diantaranya memiliki objek, konsisten, intensitas dan dapat dipelajari.
Sikap juga dapat digambarkan dalam bentuk model. Model tradisional menggambarkan pengaruh informasi dari lingkungan luar pribadi seseorang, di mana informasi tersebut akan diolah dengan menggunakan elemen internal dari seseorang, untuk menghasilkan sikap terhadap objek. Model analisis konsumen menyebutkan bahwa sikap terdiri dari komponen perasaan (affect) dan kognitif, perilaku, serta lingkungan. Model tiga komponen dan model ABC menyatakan bahwa sikap konsumen dibentuk oleh faktor kognitif, afektif, dan konatif (perilaku atau kecenderungan untuk berperilaku). Teori kongruitas menggambarkan pengaruh antara dua jenis objek, di mana kekuatan satu sama lain dapat saling mempengaruhi persepsi konsumen. Dan model terakhir adalah model Fishbein yang merupakan kombinasi dari kepercayaan objek terkait dengan atribut dan intensitas dari kepercayaan tersebut. Model Fishbein ini kemudian dimodifikasi dengan menambahkan bahwa perilaku dipengaruhi oleh sikap terhadap perilaku dan norma subjektif.
Sikap yang terbentuk biasanya didapatkan dari pengetahuan yang berbentuk pengalaman pribadi. Sikap juga dapat terbentuk berdasarkan informasi yang diterima dari orang lain, yang memiliki pengaruh. Kelompok juga menjadi sumber pembentukan sikap yang cukup berpengaruh.
Alur pembentukan sikap dimulai ketika seseorang menerima informasi tentang produk atau jasa. Informasi tersebut, kemudian dievaluasi dan dipilah, berdasarkan kebutuhan, nilai, kepribadian, dan kepercayaan dari individu. Sehingga terjadilah pembentukan, perubahan atau konfirmasi dalam kepercayaan konsumen terhadap produk, serta tingkat kepentingan dari tiap atribut produk terhadap dirinya atau terhadap kebutuhannya saat ini. Hasil akhirnya adalah terbentuknya sikap dari individu terhadap suatu objek (produk, jasa atau hal lainnya). Tingkat komitmen dari pembentukan sikap beragam, mulai dari compliance, identification, sampai kepada internalization. Dalam prinsip konsistensi sikap, terdapat harmoni antara pemikiran, perasaan, dan perbuatan, yang cenderung menimbulkan usaha untuk menciptakan keseimbangan antara ketiganya. Adanya disonansi antara elemen sikap dan perilaku dapat direduksi dengan menghilangkan, menambah atau mengubah keduanya (teori disonansi kognitif). Teori persepsi diri menyatakan bahwa sikap dapat ditentukan dari perilaku yang diobservasi. Adanya penerimaan dan penolakan pesan berdasarkan standar yang dibentuk dari sikap sebelumnya terdapat dalam teori penilaian sosial.
Strategi perubahan sikap dapat dilakukan baik terhadap produk dengan keterlibatan tinggi, maupun untuk produk dengan tingkat keterlibatan rendah. Usaha mengarahkan audiens untuk produk dengan keterlibatan rendah ditempuh dengan mentransformasi situasi ke arah keterlibatan konsumen yang tinggi. Adapun strategi perubahan sikap konsumen terhadap produk atau jasa tertentu dilakukan dengan menggunakan saluran komunikasi persuasif, yang mengikuti alur proses komunikasi yang efektif. Pemasar harus mampu mengidentifikasi, menganalisis, dan mengoptimalkan penggunaan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi dan dapat menyebabkan perubahan sikap dari penerima pesan atau konsumen. Faktor sumber, pesan, dan penerima pesan dapat digunakan secara optimal untuk menghasilkan perubahan sikap dan tentunya perubahan perilaku positif dari konsumen yang diharapkan oleh pemasar. Kredibilitas dari sumber pesan menjadi fokus dari komunikasi persuasif. Dalam mengelola pesan, yang harus diperhatikan adalah struktur, urutan, dan makna yang terkandung dalam pesan. Karakteristik dari penerima pesan, yang meliputi kepribadian, mood, dan jenis kepercayaan yang dimiliki juga menjadi faktor penentu keberhasilan komunikasi persuasif.
c. Kepercayaan dapat didefinisikan sebagai penilaian subjektif mengenai hubungan antara dua atau lebih benda. Suatu kepercayaan dibentuk dari
pengetahuan. Apa yang telah seseorang pelajari mengenai suatu produk mendorong timbulnya kepercayaan tertentu mengenai produk tersebut.
d. Gaya hidup merupakan pola hidup yang menentukan bagaimana seseorang memilih untuk menggunakan waktu, uang dan energi dan merefleksikan nilai-nilai, rasa, dan kesukaan. Gaya hidup adalah bagaimana seseorang menjalankan apa yang menjadi konsep dirinya yang ditentukan oleh karakteristik individu yang terbangun dan terbentuk sejak lahir dan seiring dengan berlangsungnya interaksi sosial selama mereka menjalani siklus kehidupan. Konsep gaya hidup konsumen sedikit berbeda dari kepribadian. Gaya hidup terkait dengan bagaimana seseorang hidup, bagaimana menggunakan uangnya dan bagaimana mengalokasikan waktu mereka. Kepribadian menggambarkan konsumen lebih kepada perspektif internal, yang memperlihatkan karakteristik pola berpikir, perasaan dan persepsi mereka terhadap sesuatu. Gaya hidup yang diinginkan oleh seseorang mempengaruhi perilaku pembelian yang ada dalam dirinya, dan selanjutnya akan mempengaruhi atau bahkan mengubah gaya hidup individu tersebut. Berbagai faktor dapat mempengaruhi gaya hidup seseorang diantaranya demografi, kepribadian, kelas sosial, daur hidup dalam rumah tangga. Kasali (1998) menyampaikan beberapa perubahan demografi Indonesia di masa depan, yaitu penduduk akan lebih terkonsentrasi di perkotaan, usia akan semakin tua, melemahnya pertumbuhan penduduk, berkurangnya orang muda, jumlah anggota keluarga berkurang, pria akan lebih banyak, semakin banyak wanita yang bekerja, penghasilan keluarga meningkat, orang kaya bertambah banyak, dan pulau Jawa tetap terpadat.
e. Perasaan adalah suatu keadaan yang memiliki pengaruh (seperti mood seseorang) atau reaksi. Perasaan dapat bersifat positif maupun negatif tergantung kepada setiap individu. Perasaan juga memiliki pengaruh terhadap penentuan sikap seorang konsumen.
BAB III PENUTUP
3.1 PENUTUP
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat faktor- faktor yang berpengaruh dalam perilaku pembelian konsumen. Faktor tersebut dapat dibedakan menjadi dua yaitu Faktor internal dan eksternal. Selain itu terdapat faktor Psikologis.
Faktor Internal terdiri dari : Gaya Hidup, kepribadian, demograf, pengetahuan, sikap.
Faktor Eksternal terdiri dari budaya, keluarga, kelas sosial dan situasi.
Faktor Psikologis terdiri dari pengolahan informasi, pembelajaran perubahan sikap dan perilaku.
Sedangkan arti penting cara dalam memahami konsumen yaitu mengetahui apa yang dibutuhkan konsumen, mengetahui apa selera konsumen dan bagaimana konsumen mengambil keputusan.
DAFTAR PUSTAKA
- ( http://www.psikologizone.com/faktor-yang-mempengaruhi-perilaku-konsumen )
- ( http://bisnis2121.com/2008/content/view/142/1/ )
- ( http://teddykw2.wordpress.com/2008/03/01/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-perilaku-konsumen/ )
- ( http://bajirul.wordpress.com/2010/06/07/arti-penting-memahami-keinginan-konsumen/ )
this me.. :D
Labels
Mengenai Saya
- all about susan
- hmmmpppp .. menilai diri sendiri itu ga' mudah,, so far gw cuma wanita biasa yg punya sejuta mimpi & harapan yg segera ingin diwujudkan!Entah penilaian orang apa, tapi.. gw ingin dikagumi bkn krn fisik semata tp inner beauty dlm diri gw.gw hanya hamba ALLAH yang berusaha menjadi KEBANGGAAN utk keluarga, sahabat, maupun di hadapan-NYA.
Pengikut
Diberdayakan oleh Blogger.