Minggu, 23 Mei 2010

MENYIKAPI KASUS "ALIRAN SESAT" AGAMA

Munculnya Nabi/Rasul palsu adalah termasuk menggoyang
wibawa para `Alim `Ulama, para pewaris Nabi Muhammad saw dan juga
terhadap pengamalan ajaran agama Islam. Dalam pemerintahan Islam
munculnya mereka memiliki konsekwensi hukum bunuh, kecuali mereka
bertaubat dengan sebenar-benar taubat. Karena mereka telah berani
berbohong dengan mengatas namakan Allah, yang ajarannya dipastikan
menyimpang.
Seorang muslim yang sholih, tidak pernah sedikitpun tergores dalam
benaknya untuk berbuat sesuatu yang sangat-sangat besar dosanya,
dengan mengaku sebagai Rasul baru.
Munculnya Nabi dan Rasul Palsu di negri kita Indonesia,
yang bukan Negara Islam, tentunya membutuhkan penyelesaian yang lain
lagi. Kita menghimbau pada umat islam agar tidak main hakim sendiri,
karena mungkin saja, Nabi atau Rasul Palsu yang ditampilkan ke
permukaan adalah untuk membuat kekeruhan ditengah-tengah umat yang
sedang merindukan bimbingan para `Alim dan `Ulama yang Sholih dalam
menghadapi masalah-masalah hidup mereka. Sehingga bila ditangani
dengan gegabah bisa menimbulkan konflik horizontal yang sia-sia.
Yang dapat merugikan umat Islam sendiri.
Langkah yang paling `Arif adalah kebersamaan para `Alim `Ulama yang sholih untuk segera berbenah diri, bagaimana membimbing umat ini kepada ajaran Islam yang bersih-murni dan lurus, sehingga kehausan mereka akan pengamalan Al-Qur'an dan As-Sunnah
secara bersih murni dapat terwujud dan dapat menyelesaikan masalah
umat yang bertimbun-timbun di saat ini.
Kerja sama para `Alim `Ulama dan aparat yang berwajib
sangat diharapkan, sehingga betul-betul kemesraan para `Alim `Ulama
dan Umaro'(pemerintah) menghasilkan kerjasama yang membahagiakan
umat Islam pada khususnya dan umat manusia pada umumnya.
Semoga Allah menyadarkan kita semua umat Islam khususnya
untuk mengoreksi diri dan bertaubat kepada Allah, dan semoga Allah
menyadarkan para Nabi-Nabi dan Rasul-rasul palsu tersebut agar
segera bertaubat, sebelum kematian menjemput mereka, dan betapa
siksa yang akan mereka terima begitu sangat besar dan sangat dahsyat
yang kekal selama-lamanya.

Setelah lama tak terdengar, kini kasus tentang aliran keagamaan
yang dinilai sesat oleh sejumlah ormas sosial-keagamaan
kembali mencuat. Aliran al-Qiyadah al-Islamiyyah kini sedang
mendapat sorotan publik. Tidak sedikit pengikut aliran ini yang
mendapat teror dan kekerasan dari sejumlah kelompok masyarakat yang
tidak setuju atau merasa resah dengan keberadaan mereka. Bahkan, ada
banyak pengikut aliran ini yang ditangkap oleh pihak kepolisian
untuk dilakukan penyelidikan lebih lanjut.

Kasus ini mengingatkan kita pada kasus serupa pada pertengahan
tahun 2005 di mana banyak pengikut jamaah Ahmadiyah yang mendapat
perlakuan kekerasan dari sejumlah kelompok masyarakat yang merasa
resah dengan keberadaan mereka.

Pemecahan terhadap masalah ini memerlukan cara yang baik dan
bijaksama. Artinya, kita tidak boleh lagi gegabah dalam bersikap.
Cara yang dapat dianggap gegabah adalah dengan cukup mengeluarkan
fatwa bahwa aliran ini itu adalah sesat, maka persoalan dianggap
sudah selesai. Namun, bagaimana faktanya? Cara seperti itu justru
menyulut kemarahan sejumlah kelompok masyarakat yang memang selama
ini sudah gerah dengan keberadaan aliran-alirang yang dianggap
sesat. Aksi-aksi kekerasan akhirnya timbul. Apalagi, media
massa yang ikut mengekspos secara besar-besaran pemberitaan tentang
isu ini jangan-jangan juga ikut berperan dalam menyulut emosi publik.

ALIRAN SESAT

Aliran al-Qiyadah al-Islamiyah telah dinyatakan sesat oleh
Majelis Ulama Indonesia (MUI) karena dianggap telah mengingkari
ajaran pokok Islam sebagaimana yang telah dibawakan Nabi Muhammad
SAW (www.mui.or.id).

Aliran al-Qiyadah al-Islamiyah didirikan pada tanggal 23 Juli
2006 oleh Acmad Moshaddeq alias H Salam. Ia sendiri mengaku sebagai
nabi baru yang menggantikan posisi Nabi Muhammad SAW dan mendapatkan
wahyu dari Allah SWT. Pengakuan itu muncul setelah dirinya melakukan
pertapaan selama 40 hari 40 malam. Pelantikan H Salam sebagai rasul
dilakukan pada tanggal yang sama di Gunung Bunder, Bogor, Jawa Barat.

Kitab suci yang diyakini aliran ini tetap al-Quran. Hanya
saja, mereka menafsirkan sendiri kandungan ajaran al-Quran, tanpa
merujuk pada pendapat para ahli tafsir masa lalu. Mereka tidak
mempercayai adanya hadits sebagai rujukan agama yang terpenting
setelah al-Quran. Aliran ini memiliki syahadat baru yang tidak
lazim seperti umumnya, yaitu Asyhadu alla ilaha illa Allah wa
asyhadu anna al-Masih al-Maud Rasul Allah (Aku bersaksi bahwa
tidak Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa al-Masih al-MaĆ¢€™ud
adalah Rasulullah).

Aliran ini tidak mewajibkan ritual-ritual keagamaan, seperti
shalat, puasa, dan haji. Dengan argumentasi hijrah sebagaimana
dilakukan pada masa Nabi Muhammad SAW, ritual-ritual semacam itu
tidak wajib karena umat Islam masih dalam proses pembentukan menuju
sebuah al-khilafah al-Islamiyah (khilafah Islam). Ajaran dari aliran
ini yang juga terasa aneh adalah sistem penebusan dosa yang
dilakukan melalui pembayaran sejumlah uang kepada al-Masih al-
Maud, yaitu pimpinan jamaah mereka

Aliran ini terbilang masih sangat baru karena berumur kurang
dari satu setengah tahun. Jika dianalisis secara kritis, memang
argumen-argumen aliran ini terlihat banyak yang janggal. Namun
demikian, kita perlu juga menghargai pendapat dan argumen mereka,
terlepas kita sendiri menganggap bahwa aliran mereka itu adalah
keliru atau salah. Mengapa demikian? Karena kita hidup dalam sebuah
negara yang demokratis dan menganut prinsip kebebasan beragama.
Apapun perbedaan yang ada perlu disikapi dengan cara yang elegan dan
santun. Adanya kelompok lain (the others) yang bukan termasuk
dalam mainstream Islam, tidak lantas menyebabkan kita berlaku
diskriminatif dan kemudian melenyapkan mereka di muka bumi
ini. Tentu, ada proses di mana masing-masing pihak perlu saling
belajar dari kesalahan dan memperbaiki diri.

Apakah era kebebasan dapat dijadikan penyebab mengapa aliran
sesat sekarang ini banyak bermunculan? Jika kebebasan kemudian
dijadikan kambing hitam, maka rasanya tidak fair karena
sebenarnya ada banyak faktor lain yang dapat kita anggap sebagai
penyebab munculnya aliran sesat. Di antara sekian banyak faktor,
rupanya faktor kekeliruan pemahaman keagamaan yang diyakini oleh
penganut aliran sesat sebagai faktor utamanya. Mereka tidak
memahai Islam secara komprehensif, namun justru memilah dan memilih
mana dasar rujukan keislaman yang menjadi pedoman pemahaman mereka
selama ini. Proses semacam itu sangat boleh jadi lebih didasarkan
atas kepentingan hawa nafsu semata. Oleh karenanya, aliran semacam
itu perlu dirangkul untuk diajak berdiskusi bersama tentang
bagaimana memahami ajaran Islam dengan sebaik-baiknya, bukan justru
dimusuhi atau dijauhi dengan cara-cara teror dan kekerasan.

Perlukah Cara Kekerasan?

Ketika isu-isu seputar aliran sesat menyeruak ke publik,
dengan cepat organisasi sosial keagamaan, masyarakat luas, termasuk
pihak pemerintah dan aparat keamanan sangat cepat merespon isu-isu
ini dengan berbagai cara. Ada yang dengan cara mengeluarkan fatwa
sesat, ada yang ingin langsung menyerang para pengikutnya, dan juga
ada yang menangkap para pengikut itu dengan dalih pengamanan dan
pemeriksaan.

Namun, yang disayangkan respon berlebihan justru akan
menimbulkan kontraproduktif terhadap image Islam itu sendiri sebagai
agama yang santun dan damai. Sebab, tidak sedikit dari repon-respon
yang muncul itu lebih bernuansa kebencian, klaim kesesatan, dan yang
lebih mengkhawatirkan adalah eksesnya terhadap tindak kekerasan dan
teror. Masyarakat umum yang awalnya hanya mengetahui bahwa aliran
itu tidak sesuai dengan ajaran Islam pada umumnya, kemudian ikut-
ikutan terdorong untuk melakukan tindakan kekerasan.

Cara-cara kekerasan dengan dalih apapun tidak dapat dibenarkan,
baik itu menurut agama, etika, maupun prinsip kehidupan berbangsa
dan bernegara. Masyarakat sendiri tidak dapat disalahkan begitu saja
karena mereka berbuat itu didorong oleh sejumlah faktor penyebab
awalnya. Entah itu karena adanya fatwa, ekspos media massa yang amat
berlebihan, atau pernyataan-pernyataan sejumlah organisasi sosial-
keagamaan yang pada akhirnya ikut mempengaruhi pandangan sempit
mereka menjadi seperti itu.

Jadi, kekerasan sama sekali bukan solusi. Sebagaimana
dikemukakan Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, Din
Syamsuddin bahwa jangan sampai ada penghakiman dan tindak kekerasan.
Mereka justru perlu dirangkul agar mau kembali ke jalan yang benar

Departemen Agama telah membentuk tim kecil yang bertugas
meneliti lebih lanjut tentang keberadaan aliran al-Qiyadah al-
Islamiyah. Menurut Dirjen Bimbaga Islam, Nasaruddin Umar, pemerintah
tidak boleh gegabah dalam menyikapi kasus ini. Oleh karenanya, perlu
dibentuk tim kecil untuk meneliti aliran itu. Hasil dari penelitian
tim kecil ini akan menjadi bahan acuan Depag untuk membuat
rekomendasi tentang status aliran al-Qiayadah al-Islamiyah yang
kemudian diteruskan kepada pihak Kejaksaan Agung dan Kepolisian

Salah satu cara yang yang cukup elegan untuk mengatasi kasus
aliran sesat agama adalah dengan melakukan kegiatan dialog,
diskusi, atau debat publik. Melalui kegiatan semacam ini nantinya
pemimpin dan pengikut aliran sesat al-Qiyadah al-Islamiyah
akan dihadapkan pada pengujian terhadap argumentasi pemahaman
keagamaan mereka selama ini. Jika ajaran dan pemahaman yang selama
ini mereka pahami dan yakini ternyata keliru, maka mau tak mau akan
ada proses penyadaran secara sendirinya.

Aliran-aliran semacam itu tidak perlu disikapi secara
Panas terlebih dahulu, baik melalui keputusan dan pernyataan
sesat oleh sejumlah organisasi sosial-keagamaan atau melalui
penangkapan terhadap sejumlah pengikut dan pimpinan jamaahnya.
Mereka perlu diajak berdialog terlebih dahulu.
Dengan digelarkan berbagai dialog, diskusi, atau debat antara
pihak-pihak yang berkepentingan dengan kasus aliran sesat ini,
maka diharapkan nantinya tidak muncul lagi aksi-aksi kekerasan yang
tidak bertanggung jawab. Setiap kali ada isu bahwa aliran A atau B
itu sesat, sudah sebaiknya isu ini tidak dilempar ke publik terlebih
dahulu. Namun, pihak-pihak yang secara langsung berkepentingan
dengan masalah ini, seperti Depag dan MUI, perlu melakukan dialog,
diskusi, atau debat dengan aliran yang dianggap sesat itu.
Hingga pada akhirnya biarlah konsensus publik yang akan
menilai apakah aliran ini-itu sesat atau tidak.

Tentunya, cara di atas akan terasa efektif karena masyarakat
juga akan mendapat pencerahan bahwa kita perlu bersikap santun dan
bijak dalam menghadapi aliran-aliran yang cenderung dianggap
sesat oleh kelompok atau organisasi lain. Proses dialog adalah
bagian dari spirit demokratisasi yang perlu dikembangkan lebih
lanjut dalam kehidupan keberagamaan kita di tanah air.

0 komentar:

Posting Komentar

this me.. :D

this me.. :D
saya saya saya